2 - Masih Berharap
Jika Allah dengan cuma-cuma memberikan apa yang hamba-Nya panjatkan dalam doa. Mengapa masih berharap sesuatu yang tidak pasti dari manusia?
🕊🕊🕊
Agha menghempaskan tubuhnya di atas kasur. Meraih foto di atas nakas lalu memandangnya, senyum wanita itu masih sama tidak ada yang berubah. Benar-benar tidak diprediksi bahwa ia bisa bertemu kembali dengan wanita yang sampai sekarang menjadi alasannya untuk sakit menahan rindu. Walaupun, dia wanita yang meninggalkannya dengan luka tanpa tahu kapan bisa sembuh.
Agha memutar memorinya kembali, mengingat betapa bahagianya ia dengan wanita itu. Wanita yang sekarang menjadi pegawai di perusahaan miliknya. Dia Marwah Adila, wanita pemilik senyum terindah bagi Agha. Senyum yang sampai sekarang menjadi alasan Agha untuk terus merindukannya.
5 tahun lalu, sebelum Marwah memutuskannya...
Dibawah bulan yang bersinar terang ditemani ribuan bintang-bintang. Agha dan Marwah duduk di bangku halaman belakang rumah Agha. Agha memeluk Marwah erat sambil membicarakan banyak hal tentang impian sederhana mereka.
"Kalau orang jalin hubungan karena saling suka. Kalau aku nyaman sama kamu, Wa," ucap Agha sambil menatap bintang di langit.
"Kalau sudah nyaman, sudah pasti cinta. Pasti susah lepasinnya, bawaannya cinta terus," lanjut Agha.
"Gaga apaan sih, sejak kapan gombal terus," ucap Marwah sambil memukul Agha pelan.
"Kok malahan di pukul sih, aku serius."
"Iya iya, Gaga."
"Setelah lulus nanti, kalau aku ajak kamu menikah mau nggak Wa?" tanya Agha serius.
"Kita masih SMA Gaga, lulus aja belum masa udah mikirin nikah aja. Tapi, yang jelas aku mau," jawab Marwah sambil tersenyum.
Agha membuka matanya sambil tersenyum sesaat. Itu hanya masa lalu, bagaimana pun kisahnya dengan Marwah sudah berakhir sejak 5 tahun lalu bahkan itu hanya sepengal kisah di masa putih abu-abunya. Sudah saatnya melupakan Marwah.
"Terima perjodohan itu dan lupain Marwah," lirih Agha.
Agha bangkit mengambil box kosong, foto yang ia gengam ia masukan ke dalam box itu, bahkan semua barang yang berkaitan dengan Mawah ikut masuk ke dalam box itu.
"Kita hanya sepengal kisah yang diizinkan hanya sementara, sekeras apapun aku berharap sama kamu, hasilnya akan sama. Kamu dan aku hanyalah luka. Semakin aku berharap sama kamu, semakin aku memeluk luka itu. Dan cara terbaik menyembukan luka adalah melupakan. Selamat tinggal Marwah," ucap Agha sambil menaruh box itu di dalam lemarinya.
Tiba-tiba Ania masuk dengan membawa segelas kopi susu kesukaan Agha.
"Kebetulan," ucap Agha.
"Ada apa, serius banget kayaknya," sahut Ania seraya menaruh kopi susu di atas nakas lalu duduk di samping Agha.
"Agha sudah putuskan untuk menerima perjodohan itu, puas Mama," ucap Agha ketus.
"Oh iya, jelas! Dari kemarin-kemarin kek, segala mikir dulu. Ulu-ulu ini baru anak Mama," ucap Ania tersenyum sumringah lalu memeluk Agha.
Agha hanya memasang wajah datarnya, sangat luar biasa melihat Mamanya yang antusias seperti itu. Seperti mendapatkan rezeki nomplok.
"Sudahkan Mah? Lebih baik Mama keluar dari kamar Agha," titah Agha yang melepas pelukkan Ania.
"Yakin mau usir Mama? Nggak mau tahu siapa yang Mama jodohin sama kamu?"
"Mama, pilih keluar atau Agha berubah pikiran?"
"Iya-iya Mama keluar. Bukannya ucapin terima kasih, malahan di usir, Mama doain jadi anak solehah," celoteh Ania gemas dengan Agha.
"Soleh, Mama. Udah Mama cepet keluar, Agha mau sendiri. Terima kasih kopi susunya."
Ania terkekeh geli lalu meninggalkan Agha. Agha mengembuskan napasnya setelah pintu kamar benar-benar tertutup, iya tidak peduli pilihannya ini salah atau benar yang terpenting ia bisa melupakan Marwah.
🕊🕊🕊
"Aku mau kita janji, bagaimana keadaanya kita tetap berkomitmen bersama."
"Janji."
Marwah mengaitakan jari kelingkingnya dengan Agha sambil tersenyum. Setelah itu, Marwah dan Agha saling memeluk satu sama lain.
"Aku cinta sama kamu, Wa."
Marwah membuka matanya setelah menikmati terpaan angin yang masuk ke pori-pori wajahnya dan bernostalgia akan masa lalunya. Ternyata melupakan memang sulit, pantas banyak orang yang sulit move on sama mantan. Marwah termasuk salah satunya. Jika mencintai bisa dengan mudahnya, kenapa melupakan begitu sulit rasanya.
Marwah masih banyak berharap akan kisahnya dengan Agha. Tetapi, apakah Agha juga sama? Lagi-lagi Marwah berharap sesuatu yang tidak pasti dari manusia.
"Aku sudah pernah merasakan semua kepahitan dalam hidup dan yang paling pahit ialah berharap kepada manusia." - Ali bin Abi Thalib
"Dan hanya kepada Tuhanmulah engkau berharap." (QS. Al-Insyirah 94: 8)
Marwah langsung mengucapkan istighfar, lagi-lagi ia harus terbuai akan yang fana dan semua itu hanya muslihat dari setan untuk menyesatkannya. Dengan penuh keyakinan Marwah menguatkan dirinya bahwa hal terbaik untuknya adalahnya menerima perjodohan itu. Karena, bagaimanapun Marwah tidak berhak memikirkan Agha apalagi nanti setelah ia menikah, yang halal ia pikirkan hanya suaminya bukan siapapun termasuk Agha dan cinta untuk Agha pasti akan berpindah dengan sendirinya.
Marwah masuk ke dalam kamar dan mengunci pintu balkon, lebih baik ia membicarakan soal perjodohan dengan mamanya.
🕊🕊🕊
Cuaca benar-benar tidak bisa diprediksi, hujan turun sejak subuh tadi. Tetapi, hujan bukan alasan Marwah untuk tidak berangkat ke kantor hari ini. Apalagi, ia masih menjadi pegawai baru. Sambil menunggu taksi online yang sudah ia pesan Marwah menyesap susu hangat buatannya. Marwah menikmati susu hangatnya sambil mendengarkan wejangan dari Dila, "mama tahu pasti Marwah akan menerima perjodohan ini. Keputusan Marwah semalam sangatlah tepat, kelak kamu akan tahu bahwa janji Allah itu nyata."
"Maksud Mama?" tanya Marwah bingung.
"Karena, kamu akan kembali dengan Agha."
Deg! Mendengar itu degup jantung Marwah tiba-tiba tidak terkontrol.
"Mama tahu kalau sebenarnya kamu masih menyimpan Agha, walaupun, kamu tidak pernah bilang. Maka dari itu kami menjodohkan kalian, sebenarnya juga rencana ini sudah ada sejak kalian menjalin hubungan," lanjut Dila mengusap pucuk kepala Marwah.
Marwah memejamkan matanya sekaligus beristighfar. Ritme degup jantung Marwah kian tidak tekendali.
Belum sempat Marwah menanyakan banyak hal kepada Dila, taksi online yang ia pesan datang. Marwah pun mencium punggung tangan Dila sebagai tanda ia pamit berangkat bekerja.
"Doa-doa aku terkabul, janji Allah sangatlah nyata. Apakah kamu merasakan seperti yang aku rasakan? Jika, iya. Kita akan kembali, mengulang kisah yang sempat berhenti. Jika, tidak. Maafkan aku yang masih berharap banyak sama kamu?" tanya Marwah dalam hati.
~Bersambung~
🕊🕊🕊
Adakah yang sama seperti Marwah? masih berharap sama mantan. Gimana dengan bab ini?
Terus ikuti kisah Marwah dan Agha ya dan doain aku istiqomah nulis. Karena, MasyaAllah sekali bisa berbagi ilmu bermanfaat.
Jazakumullah khairan, sudah bersedia mampir. Semoga bisa menghibur dan bermanfaat ya.
Sangat-sangat menerima kritik, tetapi, jangan lupa berikan saran terbaik.
Jalin silaturahmi @poppytaayunrs
~Jadikan Al-Qur'-an Bacaan utama~
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top