3. Akil Balig
Meme meraih segelas susu dari sebuah kulkas kuning.
Ini sudah pukul setengah sebelas malam. Meme tak sanggup untuk menutup mata. Dia terkena insomnia. Sejak pukul sepuluh, bocah yang memakai piama kuning ini terus menerus bersin—seperti ada yang membicarakannya. Memang benar dugaan Meme, sedari tadi Mi sedang menggunjingnya, bersama geng dan juga sang grandpa—kalau kau ingat.
"Persetan dengan para penggosip!" keluh Meme, "aku mau tiduurr!"
Meme sudah belajar mati-matian sejak pulang sekolah saat pukul lima sore tadi. Setengah jam lalu, dia baru selesai menuntaskan empat bab. Sayang, dia malah dihujani dengan bersin-bersin, merusak hasrat tidur—apalagi matanya sudah memerah.
Sepi bener? Meme melongok ke tiap ruangan yang sudah mati lampunya. Mamah jelas sudah tidur. Enggak bisa bayangin dah kalau Mamah ngegep aku belum tidur jam segini!
Meme menerjang dapur yang gelap, kembali ke kamarnya yang ada di lantai dua. Ruangan berwarna ... ehm, kalian pasti bisa menebaknya. Yap, ruangan berwarna kuning! Meme bergegas membaringkan tubuhnya di dalam ruangan itu. Di atas tempat tidur berukuran satu orang, dia memaksa menutup mata.
Jam digital—yang juga berwarna kuning—mulai menambahkan angka; sekarang hampir pukul sebelas. Kau tahu, tadi di dapur, Meme habis minum segelas susu. Cairan putih itu adalah senjata pamungkas Meme untuk menaklukkan insomnia. Dia pernah membaca sebuah jurnal ilmiah (ngeri sekali, baru SMP sudah baca jurnal ilmiah!), susu membantu menghasilkan triptofan. Triptofan sendiri berperan untuk memroduksi melatonin—salah satunya. Nah, melatonin ini yang bisa membuat Meme (termasuk kamu juga) merasa ngantuk. Wah, kok jadi kuliah biologi? Next sajaah!
Terbukti benar, Meme sudah melayang ke alam mimpi kurang dari lima menit! Ruh Meme pun sudah tak berada di kamar yang serba kuning ini. Hal yang dilihat Meme sekarang adalah ....
Gelap. Meme tak bisa melihat apa-apa. Sebenarnya, dia sedang bermimpi, hanya saja tak bisa diingat. Kata bu guru, mimpi hanya bisa diingat ketika fase rapid eye movement, saat mendekati bangun tidur. Jadi, tidak perlu takut kalau Meme hanya melihat yang gelap-gelap. Hanya menunggu waktu—sekitar enam jam, Meme mulai melihat sesuatu.
Meme berada di sekolah.
Kamar gelap berganti dengan gedung-gedung berwarna kuning. Malam juga digantikan matahari yang tersenyum terik. Meme berdiri di depan gerbang sekolah, lengkap dengan seragam biru-putih. Namun, ada keadaan yang janggal. Meme tidak melihat seorang pun!
"Di mana semuanya?" tanya Meme menengok kanan-kiri, "wah, mereka menyiapkan surprise nih!"
Meme berlari tergopoh. Tas kuningnya bergoyang kencang. Bibirnya menyeringai lebar. Dia mengira, seisi sekolah akan memberikan kejutan untuk kemenangannya di kompetisi lawak. Padahal, kalian tahu, Meme sedang berada dalam mimpi. Well, harus diakui, sebagian besar orang yang bermimpi tak akan menyadari mereka sedang bermimpi. Kasihan sekali Meme.
"Ah! Kenapa ya kok kosong beginiii?" Meme berteriak kencang, mencoba membodohi semua orang yang ia kira sedang bersembunyi. "Aku mau ke kelas ah—"
"MEME!!!"
"AYAM GEPREK!" Meme melatah, lalu berbalik.
Sosok Bambang meringis lebar di belakangnya. Bocah berdarah Jawa itu mengejutkan Meme; ia menggaruk-garuk rambut ikalnya, seakan meminta maaf. Meme memicingkan mata, lalu memiringkan kepala. Bagaimana bisa Bambang berada di luar? Bukannya ....
"Kenapa kau di sini, Bambang?" tanya Meme, "nanti gagal lho!"
"Hah? Gagal?"
Jawaban Bambang berbeda dengan harapan Meme. Mata lebarnya tak bisa membohongi otak cerdas seorang Meme. Bocah itu berkedip keheranan, benar-benar tak mengerti perkataan Meme.
"Ah, nggak apa." Meme membatalkan dugaannya. "Ayo kita pergi ke kelas aja, Bre!"
"Oke?" Bambang mengangkat bahu, lalu berjalan mengikuti Meme.
Ternyata, tidak ada kejutan yang menantiku. Sekolah memang sedang sepi saja kayaknya. Meme terus melangkah, mulai memasuki deretan ubin-ubin berwarna kuning. Kau tahu, bagaimana cara Meme bisa langsung percaya kepada Bambang? Dia tadi melihat selera humor harian Bambang tidak berubah menjadi acara kejutan atau semacamnya, hanya pertarungan anime.
Meme tetap tersenyum, memang dia tadi sedang ge-er. Tapi lupakan saja. Meme tak mau merusak mood-nya. Dia akan menjalani hari seperti biasa: masuk kelas pagi-pagi, duduk paling depan, dan ngobrol asyik dengan dua teman favoritnya. Tidak boleh stres! Wait, tapi Meme lagi-lagi disambut pemandangan yang ganjil.
Kok kosong? Meme terperanjat melihat seisi kelas. "Kenapa kelas baru hanya ada kau saja, Norit?"
"Aku? Memangnya kenapa?"
Norit menyapu kelas, sedang piket. Mukanya tak menunjukkan kebohongan. Apalagi, Meme melihat selera humor harian Norit masih tentang buku-buku—kali ini dia jelas habis membaca Meme-Mi Peri(h) di Wattpad. Meme memicingkan muka. Norit dan Bambang sangat berbeda hari ini—setidaknya menurut Meme.
Meme berusaha membuang pikiran parno. Dia ingin melaksanakan rencana harian yang sudah tersusun rapi di otak. Sepatu kuningnya ia letakkan di rak besi (seperti biasa) sebelum memasuki kelas. Namun, dia terhenti.
Meme melihat pantulan seorang gadis yang tak pernah ia temui di jendela kelas.
"Siapa kau?" Meme membalikkan tubuh, lalu berteriak.
Gadis itu diam. Dia jelas bukan murid di SMP Bang Papgi, bahkan dia jelas bukan orang Indonesia. Rambutnya pirang seperti orang Skandinavia; ia menguncirnya seperti Tinker Bell. Bajunya seperti gaun, tapi memiliki celana. Warnanya hijau bagai daun mangga. Apakah dia seorang manusia?
"Jawab aku—" Perkataan Meme terpotong. Dia sontak berpindah ke kamar mandi sekolah. Ubin biru tua dan kloset jongkok biru muda menyambutnya. Meme berpindah tempat; di titik ini Meme mulai menyadari ini adalah mimpi. Meme berusaha santai, tapi rasa kebelet pipis tiba-tiba mendobrak kandung kemih.
"Aduh kebelet!" keluh Meme memegang bawah perut, "mumpung di toilet, langsung lepas!"
Cyuur!
Meme melepaskan kencing. Dia lupa, ini semua adalah mimpi.
"TIDAAAKK!!!" Meme berteriak.
Celana kuning kesayangan Meme basah. Bocah itu bergegas menyingkirkan selimut dan seprei. Ia menyentuh permukaannya, lalu mencium baunya. "Hufft!" Bersih tak berbau! Meme mengelus dada. Masalahnya tinggal satu: celananya.
Meme bergegas ke kamar mandi untuk mencucinya; ia membawa celana ganti juga. Guyuran air terdengar kencang subuh-subuh. Di keadaan sepi ini, suara kucekan Meme terdengar kencang, termasuk ke kamar sang mamah.
"Memeee!!!" teriak mamah menuruni tangga, "kamu kok mandi jam segini?"
Aduh! Mati aku! Gimana aku bilangnya kalau aku ngompol? Meme menoleh berkali-kali. Keringat bercucuran dari pelipis semakin panik. Kau harus tahu, Meme tidak bisa berbohong; mamahnya sangat benci kepada pembohong.
"A-anu, Mah," jawab Meme tergagap.
"Anu kenapa!"
"Me-Meme ...."
"Meme kenapa!"
"Jangan marah ya, Mah!"
"Iya, enggak bakal!"
"Meme ... ngompol."
Mamah Meme tak menimpali jawaban putranya. Bocah yang tadi sibuk mengucek celananya itu menjadi ikut terdiam. Suara melengking sang mamah malah tergantikan dengan suara gedebuk langkah kaki yang tergopoh.
Dor! Dor!
"Meme, buka pintu!" seru Mamah Meme, "ini (menyodorkan sesuatu), Mamah bawakan baju buat kamu!"
"Kenapa kok dibawain baju, Mah?"
"Kamu sekalian mandi! Itu bukan ngompol, Sayang! Selamat! Kamu sudah besar! Itu tadi mimpi basah, Memeee!!!"
Efek suara jeder seakan berbunyi keras. Meme menyengir tak percaya; wajahnya mencureng. Dia sudah balig. Meme tak bisa menyanggah. Bu guru pernah bilang, laki-laki dikatakan balig kalau sudah mimpi basah: mimpi cewek, terus ngompol. Mimpi Meme cocok seratus persen!
Meme tersenyum kecut. Ia tak pernah mengira akil balignya dibuka dengan hal seabsurd tadi, termasuk perempuan asing itu.
"Cewek ya?" Meme masih memikirkannya.
Jangan berpikir yang aneh-aneh! Meme masih memikirkan si perempuan asing karena ada hal ganjil yang ia lihat—atau lebih tepatnya yang ia tak biasa saksikan.
Perempuan tadi tidak memiliki selera humor.
Meme tidak melihat selera humor yang biasa muncul di atas kepala setiap orang. Dia bergidik ngeri. Dia berpikir, perempuan tadi adalah hantu. Merinding! Apalagi, Meme kini malah melihat seorang cewek berukuran kecil—seukuran sikat gigi—melayang, memantul di cermin. Tunggu ....
APA?!!!
"HANTUUUUUU!!!" Meme berteriak histeris, hampir pingsan.
Tunggu, Meme! Jangan pingsan dulu, itu bukan hantu! Ucapkan halo!
Peri yang akan membimbing Meme sudah tiba.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top