Run, Mariska, Run!
Mariska bergegas merapikan rambutnya yang berantakan sehabis berlari seperti orang gila di lorong gedung yang sepi. Dia terlambat. Sangat terlambat. Karena itulah dia tak mempedulikan suara langkah dan decitan sepatunya yang menggema tanpa ditahan ke seluruh penjuru. Tasnya mengayun pasrah. Salah satu risleting tas tersebut terbuka separuh. Sebuah penggaris melompat-lompat seperti kanguru yang berniat kabur keluar.
Untungnya itu gedung baru dan belum beroperasional sepenuhnya. Sehingga tak ada seorangpun yang Mariska temui di 'pelarian' sensasionalnya. Tak ada pula terlihat petugas keamanan yang pasti akan meneriaki bahkan memarahinya hidup-hidup. Aku beruntung, pikir Mariska.
Keberuntungan itu pulalah yang diharapkannya tetap mengiringinya ketika dia telah mencapai meja panitia. Dia tersenyum semanis yang dia ingat, sebagai catatan dia bukanlah anak perempuan yang suka tersenyum. Sangat wajar baginya untuk melupakan bagaimana caranya tersenyum.
"Selamat sore. Mohon maaf, saya salah naik bus. Jurusan yang saya ambil justru ke arah sebaliknya dari gedung ini. Karena itulah saya seterlambat ini. Apakah saya masih boleh mengikuti try out ujian masuk universitas-nya?" Mariska tersenyum lagi, lagi, dan lagi. Sementara dua orang ber-blazer kuning gading di depannya saling berbisik. Mariska sempat menangkap beberapa kata, "... dia yang ke 99 ..."
Orang yang duduk di sebelah kiri mengangsurkan sebuah kartu mirip kartu ATM yang berisi nama Mariska beserta fotonya. Anak perempuan itu sekilas melirik kartunya, kemudian beranjak mengikuti orang kedua yang memberi isyarat untuk memasuki pintu yang dibukakan orang tersebut.
Orang tadi berbisik perlahan di telinganya, "Duduklah di barisan ketiga. Kau lihat meja yang kosong kan?"
Mariska mengangguk. Dia memasuki sebuah ruangan besar. Di tengah ruangan tersebut tersusun 100 kursi dan meja dalam posisi 10 x 10. Hanya ada dua meja yang kosong. Meja lainnya diisi siswa-siswi yang sibuk mengerjakan tumpukan paket soal. Tak seorang anak pun yang menoleh sewaktu Mariska melangkah di antara mereka. Semuanya terpaku pada lembaran-lembaran berwarna coklat di hadapan mereka masing-masing. Tak terlihat pengawas di ruang tersebut. Mereka seolah ditinggalkan begitu saja.
Tanpa membuang waktu, Mariska duduk di kursinya dan menarik paket pertama di tumpukannya. Sebenarnya dia agak bingung karena tak mendapat penjelasan sedikitpun mengenai apa yang harus dia lakukan di ruangan tersebut. Karenanya dia memutuskan untuk mengikuti anak lainnya.
Sampul paket pertama itu aneh. Tak ada tertera kalimat tentang try out ujian masuk universitas sedikitpun. Yang ada hanyalah lambang kura-kura dalam lingkaran. Mariska membalik halaman pertama dan menemukan soal-soal berbahasa Inggris. Diambilnya paket kedua, soal-soal Biologi. Sedangkan di paket ketiga adalah soal-soal Teori Olahraga. Total ada 17 paket soal di setiap meja. Semua soal berbentuk essay. Mariska memutuskan untuk menjawab paket soal Bahasa Indonesia terlebih dahulu.
Terdengar bunyi kletuk ringan dari sebelah kanannya. Mariska menoleh dan melihat anak di sebelahnya menjatuhkan sebatang pensil. Pensil tersebut bergulir ke arah kakinya. Sedikit membungkuk, Mariska mengambilkan pensil itu dan menyodorkannya ke anak perempuan di sebelah kanannya. Si anak mengambil balik pensil dengan kasar. Memasang wajah kaku, tanpa menunjukkan rasa terima kasih sedikitpun. Mariska mendongkol. Diliriknya nama si anak yang tertera di kartu yang sama seperti miliknya. Priscillia Rafian. Dia akan mengingat nama itu selamanya.
Kembali ke paket soalnya, Mariska mencoba menjawab soal demi soal. Melewati soal-soal yang tak mampu dijawabnya. Di soal ke-23 pintu di belakang mereka terbuka dengan cukup keras. Kontan semua anak di ruangan membalikkan badan dan memusatkan perhatian ke pintu.
Seorang anak laki-laki berseragam acak-acakan masuk ke ruangan. Bunyi kletak kletuk mengiringi setiap langkahnya yang dibantu oleh sepasang tongkat. Kaki kirinya tampak di gips. Si anak menghampiri kursi kosong di barisan paling belakang. Duduk dengan menghempaskan pantatnya sekeras mungkin, memandang semua anak lain, dan berseru dengan dingin, "Ada masalah?"
Semua anak serentak membalikkan badan. Kembali ke paket soal masing-masing. Termasuk Mariska.
..........
Vote, please.
Jumlah vote yang diperlukan untuk lanjut : 100 vote
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top