Abu Murrah

Di tengah-tengah hujan rintik dan padang rumput, Abu Murrah tergeletak, nyaris meregang nyawa.

Wajahnya menengadah menuju kedalaman awan, mata sayunya berusaha menyelam ke salah satu celah di antara gumpalan-gumpalan awan. Air matanya meleleh, meluncur selambat bola salju di lereng gunung yang tengah meletus.

Rambut hitam keperakannya lusuh, kering kerontang, memeluk rumput liar di kebun. Pun juga bibir merah mudanya, kini memucat dan memudar. Ia berulangkali berusaha menjaga agar kelopak matanya tak bersentuhan, tetap menjerat seluruh langit dalam pandangannya.

Napas Murrah semakin lama semakin redup. Ia bersumpah mampu mendengar arus darah dari dalam telinga menuju jantungnya.

Ujung jari-jemari lelaki itu lemas dan mulai menunjukkan warna biru pucat, sedikit demi sedikit. Sementara itu, kedua kakinya bergetar, tetapi kaku untuk digerakkan. Selimut rumput di bawah tubuhnya tak membantu sama sekali, malah terasa seperti ladang jarum.

Pernah merasakan perutmu dipelintir, dari satu bagian ke bagian lain? Itu yang Murrah rasakan sekarang. Ia ingin muntah, tapi yang keluar hanya air liur. Tidak peduli apa posisi yang diambilnya, selalu ada rasa gatal dan pahit-masam di pangkal tenggorokan, mencekik dari luar dan dalam, memintanya untuk merogoh seisi lambung dengan tangan kosong.

Abu Murrah ingin menutup kedua matanya, beberapa menit saja. Ia ingin bertaut pandang dengan ingatan akan kawan-kawannya. Ia ingin bertemu dengan mereka, sebentar lagi, sedikit lagi. Untuk bisa tertawa di depan api unggun, bernyanyi dan mereguk secangkir kopi, lalu bercanda di sini dan di sana, berargumen sedikit, mengalah kemudian, dan terlelap di bawah bintang-bintang. Ia ingin kembali pada masa itu.

Murrah sekarat di tengah kebun, dan tidak ada satu pun yang menolongnya.

Bukan karena mereka tak sudi, tetapi lebih karena mereka tak mampu.

Bagaimana caranya barisan nisan di taman mampu mengulurkan bantuan bagi kawan yang membutuhkan?

Suara tapak kaki terdengar dari kejauhan. Langkahnya tegas seperti pasti, seperti seekor singa yang tak khawatir mangsa buruannya lari. Jantung Murrah mulai berdebar keras. Napasnya hampir tersengal-sengal, lidahnya hendak menggumamkan sesuatu, sebuah barisan lirik yang ia ingat suatu saat di masa lalu, ketika ia bersama mereka yang ia sebut saudara-saudaranya menjejak bumi dengan jari-jemari dan menembus langit dengan mata.

Dalam kebun ini, mereka muncul dari permukaan dalam keadaan tidak mengingat apa-apa. Mereka, tujuh orang dengan ras berbeda-beda, dihadapkan dengan dua pilihan: tinggal di dalam kebun selama-lamanya atau keluar menuju labirin penuh bahaya. Terkadang, Murrah masih menyesali pilihannya untuk mencari pintu keluar, atau mencoba memulihkan ingatan mereka. Sebab dalam labirin ini, hanya kematian yang mampu membebaskan mereka.

Kini, kematian telah mengetuk pintu rumahnya.

Abu Murrah merasakan ada dua sungai kecil yang merangkak keluar dari mulut menuju pipinya. Begitu hangat, begitu melimpah, tetapi ia tak kuasa mengangkat jari-jemarinya untuk meraba airnya. Tubuhnya sudah terlalu lemah bahkan untuk berdiri, apalagi lari dari bayang-bayang saudaranya, Jabrahil.

Dalam labirin ini, sebuah hukum tak tertulis berlaku: makan atau dimakan. Engkau tidak akan pernah tahu semengerikan apa dirimu ketika gelombang ingatan tersebut berdebur di pantai pikiran. Seorang penggembala kambing bisa saja berubah menjadi pembunuh berantai dalam semalam, begitu pun sebaliknya.

Mata Murrah menerawang jauh ke atas langit mendung, membiarkan dua sungai terakhir mengalir dari ujung matanya. Bibirnya terbuka perlahan, paru-parunya menghisap segumpal udara dengan rakus. Ia mulai menyanyikan sebuah oda dalam bisikan lirih sebelum penglihatannya benar-benar tertutup oleh cahaya di atas cahaya.

"Ini pun ... akan berlalu."

-----

HALO GAISSS, PA KABARRR?

Hari ini temanya ngegacha (adminnya emang pecandu gacha berat, nih) pake book title generator, dan aku dapetnya ini.

Aku pengen denger komentar dan pendapat kalian, apakah sudah cocok dengan judulnya? Atau apapun itu, yuk kita berbincang santuy. Jangan lupa tekan tombol bintangnya yaaa, terima kasih sudah berkunjung!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top