Bab 12
Selamat Membaca
"Di mana rumah kamu?" tanya Juna yang bingung, karena dia diminta untuk mengantar Kristal hanya sampai di pinggir jalan raya saja.
Kristal mengambil tas ransel miliknya, yang sebelumnya dia simpan di bagian bawah dekat kakinya. "Tidak. Rumah aku harus masuk ke dalam gang itu, jadi makasih udah nganterin, Pak."
Kemudian Kristal segera turun dari mobil yang sempat dia tumpangi. Ada rasa lega dari dalam diri Kristal, karena dia tidak harus berdekatan dengan Juna lagi. Meskipun tadi Juna telah menolong Kristal, tapi kedekatan mereka berhasil mempengerahui kecepatan denyut jantungnya.
Sadar tidak sadar, Kristal merasa kalau Juna bukanlah pria yang buruk, seperti penilaian pikiran Kristal sebelumnya. Di balik sikap kejam Juna yang pernah merenggut kegadisan Kristal, tapi nyatanya Juna bisa menjadi sosok lembut, sekaligus sosok pelindung yang selalu mengawasi keselamatan Kristal.
Jadi, demi melindungi diri dari perasaan berbahaya yang orang sebut sebagai 'cinta'. Kristal harus lebih banyak menciptakan jarak di antara mereka. Kristal tidak ingin, pemikirannya yang ingin hidup melajang seumur hidup, hancur karena kedekatannya dengan Juna.
"Gang ini sepi, apa kamu sering melewatinya sendirian?" celetuk Juna.
"Kaget aku!" seru Kristal yang sedikit meloncat, karena dia terlalu kaget dengan keberadaan Juna.
Kristal pun menghentikan langkahnya, memutar tubuh untuk melihat mobil Juna yang ternyata parkir di pinggir jalan raya. Jadi, tentu saja orang yang barusan berbicara dengan Kristal, bukanlah bayangan apalagi imajinasi.
Kristal menatap ke arah Juna, wajahnya sedikit mendongak untuk bisa menatap langsung pada wajah sang bos.
"Bapak tidak pulang?" tanya Kristal.
"Aku bilang, aku akan mengantar kamu sampai rumah," ucap Juna, mengingatkan janji pria itu sebelum mereka kembali dari proyek.
"Udah nganter kok. Jadi lebih baik bapak pulang aja, okay?" pinta Kristal.
"Tapi belum sampai rumah," ingat Juna.
Tepat setelah Juna mengatakan itu, pria ini bisa melihat sorot mata Kristal menatap tajam ke arahnya. Kristal tampak tidak senang, kalau Juna akan mengantar Kristal sampai rumah wanita itu.
"Kenapa?" tanya Juna.
"Kalau aku bilang, bapak nggak perlu anterin aku sampai rumah. Bapak bakal langsung balik badan jalan ke mobil nggak?"
"Nggak," balas Juna singat, padat, dan sangat jelas.
Kristal menggembungkan kedua pipinya, sambil berjalan cepat meninggalkan Juna. Kristal kesal dengan sikap keras kepala Juna, yang tidak bisa dikalahkan oleh Kristal. Padahal Kristal hanya ingin pulang sendiri, tapi bos tampannya ini bersikeras.
Terus, terus, terus, bukannya menyerah. Juna juga terlihat ikut - ikutan melangkah cepat, mengikuti kecepatan langkah Kristal. Kristal yang membawa tas berisi laptop, dan laporan dari tugas struktur beton, dia pun lebih cepat merasa lelah.
Juna yang melihat itu, dia segera menarik tas ransel berwarna hitam milik Kristal. Hal itu berhasil membuat Kristal harus berhenti paksa, dan merasakan kalau tas ransel miliknya, kini sudah berpindah tempat ke punggung kokoh Juna.
"Pak, itu berat," ucap Kristal.
"Iya, tapi kenapa kamu membawa tas seberat ini?" tanya Juna.
"Tadi aku meminta diajarkan Adrian, buat menyelesaikan tugas menghitung struktur beton. Makanya perlu laptop," jelas Kristal.
Kristal tidak berbohong, sebelum dia ke kantor PT. Orlando Jaya Perkasa. Kristal janjian bertemu pagi dengan Adrian, untuk mengerjakan tugas struktur beton. Memiliki kapasitas otak yang tidak bisa disebut otak encer, alias otak pas - pasan. Membuat Kristal tidak jarang, meminta bantuan Adrian untuk menjelaskan ulang materi dari dosen.
Banyak anak mahasiswa yang mengira, kalau Kristal adalah gebetan Adrian. Karena Adrian dikenal tidak mau berdekatan dengan wanita, kecuali dengan Kristal. Tapi, Kristal yang hanya fokus mengejar impiannya memiliki banyak uang, dia tidak begitu memikirkan hal itu.
"Adrian?" tanya Juna.
"Iya. Dia adalah komting angkatan aku, sekaligus pemilik ipk paling tinggi di angkatan aku," jelas Kristal.
Sepanjang langkah yang terus mereka lakukan, Kristal menceritakan tentang kegiatannya yang sering dihabiskan bersama Adrian. Meski lebih tepatnya, Kristal menjelaskan tentang tugas - tugas kampusnya, yang selalu dibantu oleh Adrian.
Tapi, suara - suara yang masuk ke dalam pikiran Juna, hanya... Kristal begitu mengagumi sosok Adrian. Hingga membuat Juna rasanya ingin mengigit bibir Kristal, menghentikan wanita itu yang tampak asik menceritakan pria lain di hadapan Juna.
Tidak taukah Kristal, kalau tugas - tugas yang dikerjakan oleh Kristal saat ini, adalah tugas - tugas yang dulu pernah Juna kerjakan? Juna juga berasal dari teknik sipil, pria itu mengambil jurusan teknik sipil untuk memenuhi kriteria sebagai penerus PT. Orlando Jaya Perkasa.
Hanya saja, sepertinya Kristal terlalu fokus pada si brengsek bernama Adrian.
"Nah sudah sampai," ucap Kristal mengulurkan tangannya.
Juna melirik ke arah rumah besar yang ada di hadapannya. Rumah yang kira - kira bisa dijual dengan nilai tujuh ratus juta. Tapi, kenapa rumah itu terasa begitu sepi, seperti tidak ada orang tua yang tinggal di dalamnya?
"Kamu tinggal sendirian di rumah ini?" tanya Juna.
Pertanyaan Juna sukses menghilangkan binar pada tatapan Kristal. Meski hanya sekilas saja, tapi Kristal sempat menunjukkan tatapan rapuh, seolah pikirannya sempat tidak fokus pada Juna.
"Mana tasku, Pak?" balas Kristal dengan pertanyaan lain.
Juna pun menurunkan tas ransel yang dia bawa, dan memberikannya pada Kristal. "Ini," jawab Juna.
"Sekarang bapak bisa pulang, dan tolong jangan datang ke sini lagi," ucap Kristal.
"Kamu tidak ada niat untuk menawarkan kopi? Bukankah orang jawa biasanya akan menawarkan minuman pada seorang tamu?" ucap Juna, yang mengandalkan salah satu bentuk kesopanan orang jawa.
Kristal membuka gerbang rumahnya, dan berjalan lebih dulu. "Alasan saya hanya bisa bertemu dengan Adrian di kampus adalah, karena Pak RT di sini melarang seorang wanita menerima pria asing masuk ke rumah warga," ucap Kristal.
"Aku bos kamu," sebut Juna tentang status dia.
"Iya. Bapak memang bos saya, dan bapak bukan suami saya. Jadi, itu bisa dikatakan sebagai orang asing. Selamat malam, Pak," ucap Kristal yang langsung memasang kembali gembok pada gerbang rumahnya.
Juna terdiam di depan gerbang, bibirnya tanpa sadar tersenyum tipis. Pria ini tidak menyangka, kalau dia akan ditolak dengan mudahnya oleh seorang wanita. Padahal, biasanya dia yang selalu menolak wanita.
Mungkinkah apa yang Juna alami saat ini adalah bentuk hukuman?
Tapi apa pun itu, Juna jadi semakin tertarik untuk mendekati Kristal. Istri satu malamnya semakin menggemaskan, ketika dia berani melawan Juna. Kemudian, setelah melihat Kristal masuk ke dalam rumah, Juna pun memilih untuk berbalik meninggalkan tempat itu.
Di dalam rumah, Kristal mengintip melalui celah gorden, ingin melihat apakah Juna sudah pergi. Tapi, tiba - tiba saja ponselnya bergetar seperti ada pesan masuk.
"Jika masih merindukan aku, tidak perlu mengintip, istriku," pesan dari Juna.
"Utek'ke, kowe pikir aku kesemsem karo awakmu?" (Kamu pikir aku suka sama kamu?) kesal Kristal pada Juna.
Bersambung
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top