Bab 1

Selamat Membaca

"Selamat siang, apa Anda adalah Mbak Kristal?"

"Benar, ada apa ya?"

"Kenalkan, saya adalah Tri Indarti dari Bank Merdeka, ingin menyampaikan perihal kelanjutan pembayaran hutang milik Pak Suyadi."

Belum kering tanah makam yang berani menelan tubuh dingin ayahnya, sampai Kristal masih merasakan kehadiran ayahnya yang selalu menunggu dirinya pulang dari kampus. Bahkan, Kristal yang baru saja pulang dari kampus, karena mengurus pendaftaran untuk Kerja Praktek di semester 6 ini. Dia sempat memanggil ayahnya, tapi secara mengejutkan, justru kedatangan pihak bank yang membawa kabar hutang milik sang ayah.

"Hutang?"

"Benar. Mbak Kristal selaku ahli waris Pak Suyadi, harus melunasi tagihan kredit beliau, jika tidak ingin rumah ini menjadi milik Bank Merdeka."

Kristal bisa merasakan rasa pening teramat kuat, menerpa kepala kecilnya, yang biasanya hanya memikirkan rumus perhitungan momen jembatan. Ayahnya yang sudah berhasil membuat dia menangis atas kepergiannya, mendadak membuat Kristal menyesal karena pernah menangis ayahnya. Kenapa ayahnya harus meninggalkan warisan hutang?

Saat ini, Kristal harus duduk di hadapan dua orang dari pihak Bank Merdeka. Mereka seperti sedang menunggu Kristal selesai dengan membaca dokumen perjanjian kredit antara Pak Suyadi dan Bank Merdeka, yang memiliki nilai sebesar lima ratus juta. Di dalam dokumen itu juga tertulis, kalau sertifikat rumah milik Kristal yang didapatkan dari mendiang ibunya, dijadikan jaminan. Lebih parahnya lagi, ada tanda tangan milik Kristal di atas dokumen itu.

"Ya Allah, sejak kapan aku tanda tangan?" batin Kristal yang kebingungan.

"Ini memang tanda tangan saya, tapi saya tidak pernah merasa tanda tangan, Bu," tegas Kristal yang merasa tidak pernah tanda tangan di atas dokumen itu.

"Baiklah, kalau Mbak Kristal tetap mau mengelak, kebetulan kami membawa dokumentasi Mbak Kristal bersama dokumen ini," ucap Bu Tri.

Wanita berusia sekitar empat puluh tahun itu, mengambil beberapa lembar foto dari dalam map coklat. Kristal bisa melihat ada foto dirinya dan Pak Suyadi yang sedang melakukan tanda tangan. Kristal yakin, dia tidak pernah melakukan tanda tangan itu, tapi masalahnya, yakin tidak yakin, surat tanah dan bangunan rumah milik Kristal sudah berada di Bank Merdeka. Jadi, Kristal tidak mungkin bisa menang melawan pihak Bank Merdeka.

"Bu, lima ratus juta sangat banyak bagi saya. Apalagi saya masih kuliah dan tidak memiliki pekerjaan," ucap Kristal mengakui kegiatannya tidak menghasilkan uang, alias hanya anak mahasiswa biasa.

"Saya memahami kondisi Mbak Kristal. Karena itu, saya datang ke sini sebelum jatuh tempo penarikan aset milik Mbak Kristal," jelas Bu Tri.

Kristal masih memilih diam, tapi tatapannya tetap tertuju pada foto yang saat ini dia pegang. Dia mencoba mengamati apa mungkin foto itu palsu, mengingat dia tidak pernah sekalipun menandatangi dokumen. Lagi pula, misalkan itu palsu, tidak mungkin ayahnya begitu jahat menipu Kristal.

"Saran saya, Mbak Kristal melakukan pembayaran tagihan senilai seratus juta, dan kemudian membuat perjanjian baru senilai lima ratus juta. Dari uang itu, diambil empat ratus juta untuk melunasi hutang kredit sebelumnya, dan setelahnya, Mbak Kristal bisa melakukan cicilan pembayaran sampai lunas," saran dari Bu Tri.

"Jadi maksud ibu, saya membayar hutang sebanyak seratus juta, dan sisanya dibayar dengan menggunakan uang hasil hutang yang baru?" tanya Kristal yang dipaksa untuk memahami sistem hutang.

"Ini hanya saran, Mbak. Terserah Mbak Kristal mau menggunakannya atau tidak. Tapi yang jelas, jika Mbak Kristal tidak bisa membayar hutang hingga akhir bulan ini, maka tanah dan bangunan rumah ini sepenuhnya milik Bank Merdeka," lagi - lagi Bu Tri mengingatkan konsekuensi yang akan ditanggung Kristal.

Kristal bingung, dia saja tidak memiliki uang sebanyak seratus juta, bagaimana bisa dia menggunakan saran dari Bu Tri? Apalagi, taruhannya adalah sertifikat rumah warisan ibunya. Uang dari mana? Kristal harus mencari uang sebanyak itu di mana?

"Kalau boleh tau, dulu bapak pinjam uang untuk apa ya?" tanya Kristal.

"Dulu, Pak Suyadi meminjam uang untuk membuka usaha toko sembako dengan Mbak Kristal. Tapi melihat catatan mutasi rekening tabungan milik Pak Suyadi, sepertinya beliau menggunakan uang itu untuk berlibur dengan kekasihnya."

"Djancok! Ups. Maaf Bu, saya keceplosan."

Kristal hampir lupa dengan fakta menjijikan bahwa ayahnya mati kecelakaan bersama dengan wanita penggoda di mobil. Wanita yang mengubah ayahnya yang dulu perhatian pada anaknya, menjadi pria budak cinta yang mau melakukan apapun untuk kekasihnya. Wanita itu juga yang membuat Kristal ingin cepat lulus kuliah, dan memiliki pekerjaan, sehingga bisa pergi dari hidup ayahnya.

"Tidak apa, Mbak Kristal. Saya bisa memahaminya," ucap Bu Tri.

Setelah pertemuan itu, Kristal menemui temannya yang selalu memberi makanan gratis, dan tidak jarang membelikan pakaian branded secara cuma - cuma untuknya. Tapi anehnya, temannya itu ingin menerima Kristal bertemu di Louge milik Hotel Orlando Luxury di Pleburan, Simpang Lima Semarang. Dari Telogosari menuju tempat ini, memang tidak akan memakan waktu lama.

"Maaf, ada perlu apa Mbak?" tanya seorang penjaga.

"Saya ingin bertemu Novalia Jolie, bisa tolong tunjukkan mejanya?" jelas Kristal.

"Mari ikut saya, Mbak," ajak penjaga.

Dalam setiap langkah, entah kenapa Kristal merasa risi ketika tatapan - tatapan tidak sedap mengarah padanya. Kristal bukan merasa ciut dengan tatapan menjijikan dari kaum pria itu, hanya saja Kristal merasa ingin memberi mereka tinju dan mengatakan agar menjaga pandangan mereka. Seorang wanita datang ke Louge, belum tentu mereka ingin menggoda, jadi seharusnya mereka tidak memberi pandangan seperti itu.

Sampai di depan pintu, penjaga itu membantu membuka pintu untuk Kristal. Betapa terkejutnya Kristal, melihat pemandangan yang menampilkan film biru. Meskipun Kristal juga pernah melihat film biru, untuk menghapus rasa penasarannya. Tapi, melihat secara langsung, apalagi tokoh wanitanya adalah temannya sendiri. Itu memberi senam jantung yang bergemuruh.

Tubuh Kristal tetap mematung, mulutnya ingin sekali memanggil nama temannya, atau menarik kerah pria yang sedang menjelajahi setiap jengkal tubuh Novalia, seolah pria itu sedang menikmati sajian eskrim terlezat di atas meja. Tapi akhirnya, Kristal memilih untuk membalikkan tubuhnya, dan berjalan meninggalkan ruangan khusus yang seharusnya digunakan untuk karaoke.

"Kristal!" panggil Novalia yang sadar kalau dia sempat ditonton oleh Kristal.

Pria yang tadinya sedang bermain dengan Novalia, tiba - tiba didorong kuat oleh wanita itu. Novalia memakai dress mininya, tanpa memakai pakaian dalamnya yang sudah terkapar di atas lantai dingin. Dia mendekati Kristal yang masih memunggunginya, seperti tidak ingin melihat Novalia.

"Maaf. Aku kira kamu tidak akan datang," ucap Novalia.

"Tidak. Lanjutin aja aktivitasmu, aku mau balik aja," balas Kristal yang masih ingin pergi. Dia sudah tidak peduli lagi dengan apa yang akan dilakukan Novalia.

"Seratus juta! Aku bakal kasih tau caranya," teriak Novalia.

“Dengan badanku? Kake'ane! Aku ejek waras anggo ngedol awakku dewe,” (artinya Brengsek! Aku masih sadar untuk menjual badan aku sendiri) tegas Kristal.

“Yo karepmu nekan kowe ejek sok suci. Tapi, nekan berubah, temui aku,” (artinya terserah kamu jika kamu masih berlagak suci. Tapi kalau berubah, temui aku.) balas Novalia.

Bersambung
Haii, kali ini aku ambil kisah Juna, anaknya Reina-Dirga dari Terjerat Pesona Milyuner ya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top