Chapter Tujuh Belas | Kadang Aku Tidak Mengerti
Update, 5 Oktober 2019
NOW PLAYING | Super M - Jopping
(MV nya keren kek Movie, lagunya jugaaaaa)
Selamat membaca cerita MeloDylan
Visual Louis
Bagian Tujuh Belas | Kadang Aku Tidak Mengerti
Rencana kita hanya ingin melupakan satu sama lain, tapi kenyataannya kita masih terikat satu sama lain. Apa takdir tengah mempermainkan kita saat ini?
***
BERULANG kali keadaan di dalam mobil hening, tapi berulang kali juga Dylan terus saja membuka pembicaraan anatara dia dan Melody. Dia tidak ingin obrolan itu berakhir dan berakhir dengan hening kembali. Tapi, sepertinya gadis yang kini duduk disebelahnya enggan memperpanjang pembicaraan.
Pemuda itu seperti di tolak secara halus.
"Mel?"
Melody hanya melirik sekilas, tak menjawab sapaan yang di lontarkan oleh Dylan.
"Gue minta maaf," ujar Dylan
Anggukan kecil kepala Melody sudah merupakan jawaban dari perkataan Dylan sebelumnya, namun Melody menoleh ke arah Dylan.
"Minta maaf buat kesalahan yang mana?" tanyanya datar
"Terlalu banyak ya?" Dylan tersenyum getir, namun tak lama diselingi oleh kekehan kecil agar tak terlalu canggung.
"Iya, banyak. Sampai aku kadang lupa kak Dylan udah ngelakuin berapa banyak kesalahan."
Savage. Entahlah, Melody telah muak mendengar omong kosong yang dikatakan oleh pemuda ini. Sebelumnya Dylan meminta agar Melody menjauh dan tak berharap kepadanya lagi, lalu setelah Melody mencoba mengikhlaskan dan berjalan mundur, dia menahannya.
Sebenernya apa mau Dylan?
"Tapi hubungan gue dan Alice bukan kesalahan," ungkap Dylan dengan suara lembut, "gue gak mengkhianati siapa-siapa."
"Maksud kak Dylan ngomong kaya gini sama aku apa ya?" Melody merasa kalau Dylan menunding Alice menjadi sebab retaknya hubungan mereka, Melody pun sadar kalau kehadiran Alice jauh dari kandasnya hubungan mereka.
Hanya saja saat itu, Melody pikir Dylan tidak akan berubah menjadi sosok lelaki dingin yang menyebalkan. Menyombongkan egonya, seolah dia yang paling dibutuhkan dimuka bumi ini.
Mencintai Dylan adalah kesalahan terbesarnya, dia tidak menyangka akan mencintai seseorang yang begitu sombong dan angkuh akan harga dirinya sendiri.
"Gue enggak suka kalau temen-temen kita mikir Alice seperti itu," ungkap Dylan
"Inget kak, udah enggak ada kata kita diantara aku sama kak Dylan. Buat masalah temen-temen, aku pikir wajar mereka seperti itu, aku gak bisa mengontrol mereka untuk berpikiran seperti apa. Terserah mereka mau beranggapan bagaimana, yang jelas aku gak pernah minta dikasihani oleh mereka atau membuat mereka berpihak sama aku. Kalau kak Dylan gak nyaman akan hal itu, ngomong sama mereka bukan ngomong sama aku."
Dylan bungkam saat Melody mengatakan kalimat panjang itu. Maksud Dylan bukan seperti itu, dia hanya ingin memperpanjang obrolan mereka bukan memperkeruh keadaan. Selalu saja dia salah mengambil keputusan, Melody yang selalu menurut dan hanya mengatakan iya ketika dia meninta sesuatu kini tidak lagi.
Bukannya Melody yang seperti ini yang diinginkan Dylan? Mengapa rasanya menyebalkan, melihat Melody yang kini telah berjalan mundur dari arahnya.
"Gue salah lagi, ya?" imbuh Dylan dengan nada sedikit kesal.
"Enggak, hanya saja kak Dylan selalu menempatkan aku dalam posisi yang salah."
"Ah gue enggak bermaksud seperti itu, sorry."
"Berapa kata maaf lagi yang bakalan kak Dylan bilang sama aku? Padahal dulu, kak Dylan paling anti sama dengan kata maaf. Alice udah merubah semuanya, ya?"
"Alice gak ada sangkut pautnya sama kita, Mel."
"Gak ada kita kak!" tukas Melody
"Gue kangen Mel...,"
"Aku enggak!" balas Melody tegas.
"Yakin?" Dylan menepikan mobilnya, lalu dia menyenderkan kepalanya, memejamkan sebentar matanya sebelum akhirnya menghela napas panjang.
Entah apa yang ingin diutarakannya, tapi dia pikir malam ini akan panjang. Lalu satu tangannya mematikan lagu yang yang masih menyala, membuat suasana di antara keduanya hening. Hanya suara kendaraan saja yang berlalu lalang.
"Gue yang mau lo move on, melupakan gue, pergi dari gue, gue gak mau lo terus menangis karena gue. Gue sadar, itu yang gue selalu katakan sama lo. Tapi, apa bener itu yang lo mau, Mel?"
"Coba inti dari semua ini apa?" Melody kesal setengah mati, tidak biasanya pemuda itu berbelit-belit ketika akan mengatakan sesuatu.
Ya. Melody masih ingat, jika Dylan selalu menginginkan sesuatunya menjadi jelas tidak ambigu. Sepertinya pikiran Dylan ada sedikit atau bahkan banyak kerusakan sehingga dia seperti sekarang.
"Kenapa harus Louis?" lirih Dylan dengan suara kecil, lalu pemuda itu mendekat ke arah Melody.
Semakin dekat, sampai Melody menahan napasnya karena jarak di antara mereka semakin dekat. Debaran jantungnya berpacu dengan cepat, dia semakin gila, Dylan semakin dekat bahkan dia bisa mencium wangi rambut Dylan.
Sialan! dia berpikir macam-macam saat ini, namun beberapa detik kemudian Dylan melepaskan seatbelt yang digunakan oleh Melody.
"Udah sampe."
Melody menatap kiri dan kanannya. Dia tidak sadar kalau mobil Dylan berhenti di toko ATK. Padahal dia sebelumnya berpikir kalau Dylan menepikan mobilnya sembarang tempt saja, bahkan pikiran kotornya mengatakan bahwa bisa saja Dylan menciumnya saat itu.
Dia sudah tidak waras sepertinya.
"Kalau lo udah biasa aja lo gak akan se nervous itu waktu deket sama gue." Dylan membuka pintu mobilnya dan keluar.
Melody mengembuskan napasnya gusar lalu ketika dia akan membuka pintu, pintunya telah lebih dulu dibuka oleh Dylan.
"Kali ini karena Alice lagi?" tanya Melody sedikit ketus.
Dylan tidak menjawabnya, dia malah meninggalkan Melody dan masuk lebih dulu ke toko alat tulis kantor itu, membeli beberapa barang yang harus dia persiapkan. Sengaja dia membeli hal-hal kecil yang terkadang terlupakan.
Saat itu Melody hanya memperhatikannya, tidak mengganggu aktivitas Dylan yang sedang memilih barang. Padahal, Dylan bisa saja membelinya sendiri, orang lelaki itu yang sangat perfeksionis.
"Diliatin mulu, suka lagi nanti," cibir Dylan
"Siapa yang ngeliatin sih?!"
"Kalau gak ngerasa gak usah ngegas dong," ujar Dylan
"Ah ngeselin. Mana ada yang mau dibantuin gak?" Melody mengalihkan arah pembicaraan mereka. Tapi Dylan hanya memperlihatkan smirk kecil di bibirnya, dia memberikan sebagian barangnya kepada Melody, juga mengatakan beberapa hal lagi yang harus dibeli.
Melody mendengarnya dengan seksama, dia tidak sadar kalau saat ini Dylan tengah memperhatikan gerak-geriknya. Bahkan tak sedetik pun Dylan mengalihkan tatapannya ke arah lain, fokusnya hanya kepada Melody.
"Udah kayanya," ucap Melody, "bawa ke kasir sekarang deh kak."
"Yaudah, sini." Dylan membawa sebagian barang yang ada ditangan Melody, meskipun saat itu ditangannya pun penuh barang.
Ketika mereka sudah sampai di kasir, keduanya sibuk dengan ponsel masing-masing. Samapi handphone Melody di tempelkn di kupingnya, sedikit menjauh dari Dylan.
"Kenapa Lou?" tanya Melody saat mengangkat teleponnya.
"Kamu udah pulang, by?"
"Ah ini baru mau pulang. Kamu masih di luar? Aku boleh nyusul?"
"Yaudah hati-hati ya, gak perlu. Aku udah mau balik kok ini."
"Oke deh, besok jadi jemput?"
"Iya, love you."
"Love you too Lou."
Sambungan telepon itu terputus, lalu dia kembali menghampiri Dylan yang masih beridir di kasir. Pemuda itu sudah tak lagi fokus dengan ponselnya. Dia menyadari bahwa Melody telah kembali.
"Mau makan dulu atau langsung pulang?" tanya Dylan.
"Pulang aja deh," jawab Melody, dia sudah mengatakan akan pulang kepada Louis tadi. Takut seandainya nanti Louis tau, maka dia akan menghancurkan kepercayaan Louis dan membuat hubungan mereka semakin merenggang.
Dylan hanya mengangguk mengerti. Setelah pembayaran selesai, mereka keluar dari dalam toko. Melody membukakan pintu untuk Dylan karena tangan Dylan saat itu penuh dengan belanjaan.
Kalau bersama dengan Dylan, Melody selalu merasa menjadi selayaknya seorang gadis yang di spesialkan.
Dia kadang labil akan perasaannya sendiri. Namun setidaknya kali ini dia masih bisa menahannya.
"Pake seatbeltnya sendiri,"kata Dylan
"Iya." Melody langsung memasangkan seatbeltnya sendiri, tanpa melirik ke arah Dylan.
"Gak perlu dipasangin, kan udah jadi mantan."
"Iya."
Mobil melaju dengan kecetapan standar, Melody hanya memainkan ponselnya dan melihat beberapa snapgram yang di posting teman-teman di sosial medianya. Kate memposting quotes galau dan Liam hanya sibuk bermain games, sepertinya mereka belum benar-benar bebaikan, Anna dan Angga keduanya tidak memposting apapun di sosial media, ya mereka memang terbilang jarang sekali pamer atau mempublikasikan hal-hal yang menyangkut keduanya. Lalu Jane, tengah berada di gala premier film, Ibunya bermain film. Hubungan keduanya sekarang sudah mulai berangsur membaik.
Lalu Louis tidak memposting apapun, hanya satu foto saat mereka latihan basket tadi sore. Namun snapgram itu terhenti di satu akun, Keira. Dia memposting fotonya dengan Louis berada disatu frame, tidak dibarengi caption hanya mentag akun Louis saja.
Kemudian snapgram berikutnya berisi 15 detik video dimana Keira berada ditengah-tengah teman Louis, snapgram ketiga boomerang dia dan Louis.
Dia ingin marah, tapi dia sadar kalau dia bahkan terkadang lebih parah melakukan hal itu kepada Louis. Seperti, dia lebih sering memposting kebersamaannya dengan Fathur atau dengan teman-temannya, mungkin dulu Louis juga merasa seperti ini.
"Ka?"
"Ya?"
"Aku mendadak laper nih, makan aja yu?"
"Ok."
Setidaknya malam ini Louis hanya tau kalau Melody dengan Dylan sekadar membeli barang-barang yang diperlukan dengan reuni, tidak dengan makan malam setelahnya.
Semoga saja hal ini tidak menjadi boomerang untuk hubungannya nanti.
***
Terima kasih sudah membaca cerita MeloDylan
Komen dong bagaimana perasaan kalian di chapter ini?
Komen 10rb buat lanjut wkwk
sengaja biar lama updatenya.
Jangan lupa follow instagram :
1. Melovedy_ (Akun instagram Melody baru guys)
2. Dylanarkanaa_
3. Asriaci13
4. duniaaci
with love,
Aci istri sah dan satu-satunya Oh Sehun
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top