Chapter Tiga Puluh | Jadi Siapa?
Now Playing | Devano Danendra - Bisakah
Selamat Membaca cerita Melody dan Dylan
Melody dan Alice aja akur, masa kalian enggak? 😂😂😂
***
Bagian Tiga Puluh | Jadi Siapa?
Yang lo lakukan hanyalah menunda perpisahan bukan mempertahankan hubungan.
***
"Can I kiss you?" tanya Dylan disertai dengan suara serak.
Melody diam saja menatap mata Dylan dengan seksama, gadis itu sepertinya masih bingung dengan pertanyaan Dylan barusan. Sebuah senyuman terukir di wajah Dylan, kemudian dia melepaskan Melody.
"Gue bercanda," ujar Dylan, "lo harusnya tampar gue saat gue tanya kaya gitu."
"Mau aku tampar?" tawar Melody yang dibalas kekehan pelan oleh Dylan. Lalu Dylan mengacak rambut Melody dengan gemas.
Gadis itu melayangkan protes keras, dia balas mengacak rambut Dylan dengan tangannya. Tapi, lalu Dylan mengelus rambut Melody saat itu dengan lembut.
"Nonton lagi aja."
Melody mengangguk. Dia kembali menonton film, namun tidak bisa fokus. Sejujurnya dia masih bingung dengan permintaan Dylan sebelumnya, tapi kalaupun Dylan tadi serius, dia sudah pasti menolaknya. Alasan dia diam hanya agar terlihat bahwa dia tidak salah mendengar dan membuat mereka kembali canggung.
Sudah susah payah sampai tahap ini, tahap dimana dia bisa mengobrol sesantai ini dengan Dylan tanpa ada perasaaannya yang sakit.
Mungkin saat ini Melody benar-benar telah merelakan Dylan sepenuhnya dan menerima Dylan hanya sebagai temannya saja.
Rasanya menyenangkan, bisa berteman baik dengan mantan. Berdamai dengan masa lalu membuat perasaannya menghangat, dulu dia pun melakukan hal yang sama kepada David. Membencinya sendirian, akhirnya dia lelah sendiri, mencoba memaafkan dan menerimanya kembali senagai teman, itu jauh lebih mudah. Setiap orang berhak atas kesempatan yang lain.
"Pertemanan lo, Anna, Kate dan Jane gimana? Baik-baik aja?" tanya Dylan
Melody memgangguk, "Iya, baik-baik aja."
"Setelah Kate bilang suka Angga?"
"Pernah suka," ralat Melody, "ya wajar kalau di antara kami sedikit canggung, namun itu tak akan lama. Anna juga pasti akan mengerti, mungkin Kate seperti itu untuk membuat Kak Liam cemburu?"
"Menurut lo begitu?" Dylan mengangguk, dia membiarkan Melody kembali menonton filmnya. Sampai film itu selesai.
"Mau nonton film lagi?" tawar Dylan, "atau mau pergi ke luar?"
"Kak Dylan hari ini baik banget, kenapa?"
Dylan beranjak dari tempatnya, lalu dia menyalakan lampu di ruangan itu. Melody menutup matanya sebentar karena silau.
"Lo mau gue ketusin?"
Melody mengerucutkan bibirnya, maksudnya bukan seperti itu. Aneh saja rasanya melihat sikap Dylan seperti ini. Tapi, ini jauh lebih baik daripada pemuda itu mengatakan hal yang terus saja menyakitinya.
"Jadi, kita mau kemana?" tanya Dylan
"Aku ikut, terserah kakak aja."
"Gue mau berenang."
"Kak Dylan belum mandi?"
"Udahlah, emangnya kalau mau berenang itu belum mandi?" sinis Dylan.
Balik lagi deh sifatnya. Tapi Melody menggeleng pelan. Memang tidak bisa di definisikan seperti itu sih.
"Yaudah, lo ikut?"
"Enggak, aku gak bawa baju ganti juga, gak bawa baju renang," ujar Melody
"Ada bajunya Bella, lo pake aja kalau lo mau berenang."
"Enggak, aku gak suka air."
"Lalu sukanya?"
"I love my self," jawab Melody yang direspons senyum singkat oleh Dylan.
Mereka berdua keluar dari mini teater itu dan Dylan mengajak Melody untuk ke halaman belakang rumahnya. Terakhir dia berenang, bersama dengan Alice, Bella dan Deva. Akhir-akhir ini Deva juga jarang keliatan, dia bahkan tidak datang ke rumahnya. Biasanya Dylan tak begitu peduli, tapi menghilangnya Deva berbarengan dengan Alice juga pergi ke Amerika.
Mungkinkah Deva juga pulang ke Amerika lagi?
Entahlah, Dylan tak mau memikirkan hal itu. Dia sedang menikmati waktunya bersama dengan Melody. Alice juga belum mengabarinya sama sekali. Apa gadis itu kesulitan saat berada di Amerika?
Dylan sudah masuk air, sementara Melody hanya duduk di pinggir kolam renang dengan camilan yang disiapkan oleh pembantu di rumah Dylan. Melihat Dylan menghabiskan waktu di dalam air, membuat Melody tersenyum sekilas. Melody membuka tasnya, mengeluarkan catatan yang selalu dia bawa dengan pensil. Dia menggambar saat Dylan sedang asik berenang.
Hasil gambarnya itu dia berikan judul "bebas"
Sebelum Dylan menyadari bahwa dia tengah menggambarnya, Melody segera menyimpan kembali alat tulis itu ke tasnya. Karena, kini Dylan menghampirinya dan mengambil minuman.
"Lo kapan putus sama Louis?"
Merasa aneh dengan pertanyaan Dylan, Melody mengerutkan dahinya, "Kenapa harus putus?"
"Lo tau Mel, yang lo lakuin sekarang itu hanya buang-buang waktu."
"Hanya karena aku dan Louis beda agama?"
Dylan mengangguk, dia naik dari kolam dan duduk disamping Melody. Tentu saja dengan memakan camilan disana.
"Ujungnya udah pasti, kan?"
"Iya, tapi bukan berati aku harus putus sekarang sama dia."
"Kalian berdua tuh hanya menunda perpisahan bukan mempertahankan hubungan."
Mendengar hal itu, Melody hanya diam saja. Lalu mengadahkan tatapannya ke atas, tersenyum sekilas dan sekarang tatapannya sudah beralih ke arah Dylan.
"Aku juga tau. Tapi aku bahagia sama Louis."
Satu hal yang pasti, dia bahagia dengan Louis. Senang menghabiskan waktu dengan pemuda itu, hal kecil yang selalu Louis perhatikan saat bersamanya, bagaimana Louis memperlakukannya. Melody bahagia dan dia tidak siap untuk kehilangan Louis untuk saat ini.
Tanpa dia sadari, perlahan dia mulai ketergantungan dengan kehadiran Louis di hidupnya. Pemuda itu dengan sabar menunggunya dan tak pernah lelah untuk meyakinkan perasaannya.
Mungkin bisa saja nanti Louis pindah Agama, atau ada keajaiban lain. Tuhan gak akan mempertemukan mereka berdua kalau tak ada maksudnya.
"Pindah agama itu bukan pilihan Mel," ujar Dylan, "kalau dia mau pindah agama supaya bisa terus sama lo, lo mending tinggalin dia."
"Kenapa?"
"Dia lebih sayang ciptaannya bukan Tuhannya," kata Dylan dengan pasti, "kalaupun harus pindah agama, entah agama apapun itu, mereka harus yakin terhadap apa yang mereka yakini. Bukan karena seorang mahluk aja."
Perkataan Dylan begitu mengahantamnya, membuka pikirannya yang selama ini selalu beranggapan bahwa mereka masih pacaran dan masalah itu bisa dipikirkan nanti. Nikmati saja prosesnya.
"Semakin lo mempertahankan hubungan lo, lo akan semakin sayang dia dan akan sangat berat melepaskannya." Dylan tersenyum saat mengatakannya, sebelum pemuda itu kembali masuk ke kolam dan melanjutkan berenang.
Tapi bagaimana dengan Louis? Apakah dia juga memikirkan hal ini sebelumnya? Melody diam saja, pikirannya kacau, yang tadinya dia senang-senang saja, kini memimirkan hal yang dia anggap bisa nanti saja.
Sebelumnya saat dia dekat dengan Louis pun, Melody sudah membatasi dirinya untuk tidak terlalu suka kepada pemuda itu. Tapi, Louis begitu saja masuk ke dalam hidupnya, mengenalkannya terhadap hal-hal baru, mengajarkannya arti toleransi yang sebelumnya.
Apa benar apa yang dikatakan oleh Dylan, bahwa putus adalah jalan terbaik untuk hubungannya dengan Louis?
Selesai berenang, mereka duduk berdua di gazebo sambil menikmati cokelat panas. Hari sudah mulai gelap, sebentar lagi sore akan berubah menjadi malam.
Mereka benar-benar menghabiskan waktu seharian dengan hanya diam saja di rumah.
"Kak..."
"Ya?"
"Aku mau nanya, boleh?"
Dylan hanya diam saja, padahal Melody tak seharusnya bertanya. Dia sudah bertanya padanya saat dia mengajukan pertanyaan barusan.
"Kak Liam gak pernah cerita soal apa-apa masalah Kate?" tanya Melody
"Pernah," jawab Dylan
"Cerita apa?"
"Kenapa lo mau tau?" Dylan balas bertanya.
"Aku merasa apa yang dikatakan oleh Kate malam itu saat truth or dare akan mempengaruhi hubungan mereka, aku gak suka di detik-detik akan reuni mereka malah menjadi renggang. Sebelumnya mereka mengkhawatirkan kita, tapi kita udah bisa mengatasi semuanya. Kate orang yang paling peduli, dia selalu ada di pihakku dan membelaku, aku sedih melihat hubungan Kate dan Liam seperti sekarang."
Bisa Dylan mengerti. Kate memang yang paling bar-bar, dia terkadang berani mengomelinya meski Dylan tak pernah merespons. Gadis itu sangat peduli pada teman-temannya, tapi Dylan tak tertarik dengan membahas masalah itu. Kalaupun Kate dan Liam harus berakhir itu memang sudah kemauan mereka, sebagai teman dia hanya bisa support saja.
"Ah, cewek bar-bar itu." Dylan berdecak pelan, "Gue kasih tau lo, Kate gak pernah suka sama Angga."
"Tapi malam itu?"
"Lo percaya?" Dylan meremehkan, "Bahkan gue yang gak kenal deket dengan Kate tau, bahwa cewek itu berbohong dan sengaja mengatakan itu. Entah ada maksud apa."
"Menurut kak Dylan begitu ya?" Melody mengangguk.
"Lo deket dengan Liam?"
Cepat Melody menggeleng, "Enggak, bahkan gak pernah ngobrol sama sekali, kecuali kalau ada Kate. Kak Liam keliatannya sangat ramah, tapi di luar atau hal yang gak melibatkan Kate, kita hanya orang asing aja yang saling mengenal aja. Cuman beberapa hari terakhir ini kak Liam sering nanyain Kate sama aku."
"Lalu lo jawab?"
"Iya, seperlunya. Itu juga kadang nanya Kate dulu harus dijawab apa engga."
***
Selepas mengantarkan Melody pulang, Dylan langsung mengaktifkan ponselnya. Ada beberapa pesan yang dikirim oleh Angga, Deva dan Alice.
Pesan pertama yang dia buka adalah dari Alice, gadis itu memberitahu bahwa dirinya sudah sampai dengan selama.
Dylan melihat jam dinding di kamarnya, pukul 11 malam. Artinya di tempat Alice saat ini pukul 11 siang. Tanpa membalas pesan itu, Dylan langsung menlik ikon face time dengan Alice.
"Hei sayang, kok belum tidur?" tanya Alice yang sepertinya tengah sibuk merapihkan penampilannya.
"Kamu mau kemana?"
"Mau nemenin daddy ke acara temennya, aku kesini, kan untuk itu?"
"Harus secantik itu?"
"Kamu cemburu disaat yang gak tepat." Alice tersenyum, "Selama ini aku gak cantik?"
"Aku cemburu," rajuk Dylan
"Sejak kapan cowok dingin bisa merajuk seperti ini," kekeh Alice.
"Ah, seharian tadi aku menghabiskan waktu dengan Melody," jujur Dylan
"Oya? Lalu?"
"Aku senang."
"Baguslah, aku senang kalau kamu senang."
"Kamu gak cemburu?" tanya Dylan ingin tahu, karena Alice terlihat biasa saja.
"Harus aku katakan?" jeda Alice, sebelum gadis itu mengatakan kalimat lain, "Aku tau kamu, kamu gak akan macem-macem di belakang aku, kalau kamu ketemu dia itu memang harus ketemu dia."
"Aku dapat dare dan harus melakukan quality time bersama Melody."
Alice mengangguk, "Jadi kamu melakukan apa aja sama dia seharian?"
"Main PS, makan pizza, nonton film, berenang, minum cokelat panas, makan malam."
Semua yang dikatakan oleh Dylan adalah kenyataannya. Dia tidak menyembunyikan apapun dari kekasihnya, terlihat raut wajah senang dari wajah Alice.
"Ah, jangan buat aku kembali ke Indonesia secepat itu," ujar Alice, "kenapa kamu buat aku semakin sayang kamu?"
"Itu memang harus, lalu apa yang kamu lakukan kemarin?"
"Aku istirahat seharian, terus ke kafe tempat kita biasa dan gak disana aku ketemu Deva."
"Deva nyusulin kamu?"
Alice mengangguk, "Dia kembali ke Amerika, katanya temen-temen kamu gak asik disana. Dia kembali bukan buat aku, tapi buat temen-temennya."
"Oh iya..."
"Sayang, aku harus pergi sekarang, daddy udah panggil. Kamu istirahat ya, nanti aku kabarin kamu lagi."
"Masih kangen."
"Kamu tau daddy paling gak suka kalau aku telat, kan?"
"Mmm iya, love you."
"Love you too, more, always."
Face time mereka selesai. Dylan segera mengecek pesannya yang lain.
Deva : Gue balik ke Amerika.
Deva : Lo masih mau tunangan ama Alice? Belum terlambat kalau lo batalin semuanya.
Deva : Dia mungkin akan tinggalin lo.
Dylan mengabaikan pesan itu, Deva masih saja seperti itu. Lalu, dia mengecek pesan yang dikirimkan oleh Angga.
Angga : Lo bener, Liam selingkuh.
Dylan yang memberitahu Angga saat itu, tapi dia tidak mengatakan siapa cewek yang bersama dengan Liam saat itu. Pemuda itu hanya mengatakan bahwa Liam pergi dengan seorang cewek yang dia kenal.
Angga : Meskipun Anna temen Kate, dia gak mungkin, kan?"
Dylan : Lo curiga sama Anna?
Angga : Tinggal kasih tau siapa! Kate tau.
Dylan : Ya, cewek itu ada disana saat kejadian.
Angga : Kok lo bisa tau? Lo lagi ngapain? Jangan-jangan lo selingkuh lagi sama Kate?
Dylan : ngaco
Angga : Jadi, siapa?
Dylan : Temennya Kate.
Angga : Bangke!!!!!!!! gue ke rumah lo.
Dylan : udah malem.
Angga : Bodo!!!!!!
Dylan : Gak gue buka pintu.
Angga : Gue manjat.
Dylan : alarm anti maling gue nyala.
Angga : Setaaaaaaaannnnnn!!!!! bisa mati penasaran anjir, masa Nana selingkuh? huhu, Jane juga keliatan bucinnnn banget sama abangnya Melody. Apa Melody? Lo benci dia karena dia selingkuh sama Liam? Ya ini masuk akal. Tapi, Melody? Apa iya? Cewek polos gemezin gitu. Lo salah liat kali Lannnnnn
Dylan : Begitu ya? Menurut lo gak mungkin?
Angga : Tuh kan, salah liat! Yakin gue.
Dylan : Lo pernah liat gue salah ngenalin orang?
Angga : Gak sih!
Dylan : Temennya Kate, mereka aja?
Angga : Gak sih, temennya dia kan banyakkkk. Keknya satpam juga temen dia deh.
Dylan : Yang gue tau?
Angga : Ya cuman mereka bertiga. Bella, Bianca, Jasmine termasuk temen gak?
Dylan : Mungkin.
Angga : Gue bakal cari tau sendiri.
Dylan : Ya.
Angga : Najis, irit amat.
Dylan hanya membaca pesan terakhir itu, sebelum dia mencharger ponselnya. Hari itu Alice mengajaknya makan malam saat tepat tanggal jadi hubungan mereka. Alice menyewa tempat itu dan malam itu, hanya sedikit pengunjung disana. Kebanyakan orang yang datang, biasanya sudah memiliki member vip.
Tak sengaja, dia melihat Kate malam itu, berdua dengan Andre. Alice yang memberitahunya. Dylan berusaha tak peduli dan hanya akan bersikap pura-pura tidak melihat, namun saat dia melihat Kate menangis di pelukan Andre, segera dia mengalihkan pandangan ke arah apa yanh dilihat Kate. Liam ada disana dengan seorang gadis yang dia kenal, tengah berciuman.
***
Terima kasih sudah membaca cerita MeloDylan
Jadi sampai sini kalian bisa menyimpulkan siapa yang menjadi simpanan Liam?
Vote disini kalian mencurigai siapa dan kenapa?
1. Jane
2. Melody
3. Anna
4. Bianca
5. Bella
6. Jasmine
btw aku memang bikin karakter Alice tuh cewek tangguh dan gak gampang disakitin. Aku suka dia tapi kenapa kalian benci dia?
***
Vote 50k + Komen 25k
***
Jangan lupa follow instagram
asriaci13
melovedy_
dylanarkanaa_
aliciamillyrodriguez
***
With Love,
Aci Istri Sah dan Satu-Satunya Oh Sehun
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top