Chapter Tiga Puluh Empat | Retrouvailles (•Bag 4)
Now Playing | Ari Laso Ft Melly Goeslaw - Jika
Kalian Pilih Diputusin atau Mutusin?
Selamat Membaca Cerita Melody dan Dylan
Kate Azzela
***
Bagian Tiga Puluh Empat
Aku gak mau jadi pengecut untuk kesekian kalinya. Aku gak mau kehilangan kamu, lagi. Jadi, untuk kali ini aku ingin kamu jadi milikku. Kamu, mau?
***
Flu dan kepala Melody sedikit pusing, membuat dia tak bergairah untuk melakukan aktivitasnya. Dia lebih memilih untuk diam, padahal dia ingin menikmati acara reuni ini. Namun, apa daya badannya tidak mendukung.
Tanpa bertanya lebih dulu, Dylan menempelkan tangannya di dahi Melody. Gadis itu menatap heran dan mencoba menepis tangan Dylan dari dahinya. Mengatakan bahwa dia tidak apa-apa.
"Bentar," kata Dylan, pemuda itu meninggalkan Melody sejenak, sebelum dia kembali membawa air hangat dan vitamin yang sering Alice simpan di tasnya.
"Lo terlalu cape, minum ini."
Menatap vitamin yang diberikan Dylan, Melody terdiam sebelum mengambil dan meminumnya. Menolak apa yang diberikan Dylan hanya akan memperpanjang masalah, lagipula dia membutuhkan vitamin itu untuk mendopping badannya supaya tidak drop.
"Kita nyanyi lagu apa dulu kak?" tanya Melody
Dylan menjawab lagu pertama yang akan dibawakan oleh mereka nanti. Melody mengangangguk setuju, gadis itu mencatat di ponselnya urutan lagu yang akan dibawakan oleh dia dan Dylan nanti.
"Ada lagu yang kita bawain sama-sama, kan?"
Dylan mengangguk.
"Aku ada ide, kalau kita bawain lagu ini gimana?" Melody memperlihatkan music video dari youtube kepada Dylan.
Tatapan mata Dylan terbuka lebar, dia menatap tak percaya ke arah Melody. Pasalnya lagu itu.
"Lo yakin?" tanya Dylan ragu-ragu.
"Yakin kak, kenapa? Kak Dylan takut? Takut baper karena lagu itu?"
Senyuman Dylan tercetak meskipun sangat tipis, kemudian pemuda itu membisikkan sesuatu di telinga Melody. Yang jelas saat itu Melody benar-benar terkejut dengan usulan dari pemuda itu.
"Gimana?"
"Ah..." Melody terlihat berpikir sejenak, "Tapi..."
"Jangan setengah-setengah, kenapa gak sekalian aja?"
Akhirnya Melody mengangguk, dia menerima usulan yang diberikan oleh Dylan. Lalu Dylan tersenyum, sepertinya penampilan mereka akan menjadi sesuatu yang membuat kenangan sehingga setiap orang yang datang akan mengingatnya.
"Gak perlu latihan?" tanya Dylan yang dibalas gelengan pelan oleh Melody.
"Gak perlu kak, biar jadi surprise buat kita juga."
"Oke."
Dylan melepaskan jaketnya dan diberikannya kepada Melody, lalu sebelum pemuda itu pergi. Dylan menyempatkan mengatakan sebuah kalimat manis kepada Melody.
"Jangan lupa rambutnya di urai, gue lebih suka liat lo di urai. Ini permintaan."
***
"Ngaku?" tanya seorang gadis yang kini melipatkan tangannya, di depannya seorang pemuda bertubuh jangkung hanya mengangguk.
Pemuda itu meminta gadis yang ada di depannya untuk mengaku kesalahan mereka kepada Kate, atas apa yang pernah mereka lakukan dibelakang Kate.
"Kita gak ada hubungan apa-apa Liam," ujarnya dengan penuh pengertian.
"I know, tapi Kate anggapnya begitu."
"Lalu apa yang harus dibilang sama Kate? Jujur kalau kita ciuman? Menurut lo gimana perasaan dia?"
Liam hanya diam, menunduk. Dia jelas menyesal, malam itu dia terbawa suasan romantis restoran. Liam memilih restoran itu karena hanya sebagian ornag yang bisa masuk kesana, dia tak menyangka bahwa Kate pun akan ada disana.
Dia bodoh. Jelas. Dia juga sadar diri di depan Kate, dia seperti sudah dicampakan, namun dia ingin memperbaiki semuanya.
Satu hal, dia tidak menyelingkuhi Kate. Dia dan gadis di depannya tak memiliki hubungan apa-apa, hanya sebatas teman saja.
"Gue akan ngomong di depan semua orang..." putus Liam, "terserah lo setuju atau enggak."
"Liam." Gadis itu menahan tangan Liam, kemudian menggeleng, "Gue butuh waktu dan kalau lo ngomong di depan semua orang, lalu gimana dengan gue? Lo jangan egois dong, mikirin hubungan lo sama Kate doang, lo gak mikirin hubungan gue?"
Kali ini gadis itu benar, Liam sedang mencari pembenaran atas dirinya. Dia ingin mengutarakan semuanya kepada Kate dengan menyeret dengan paksa kehidupan gadis itu agar Kate memafkannya.
"Liam, meskipun kita salah bukan berati kita harus mengakui di depan semuanya. Kalau gitu, lo gak hanya merusak hubungan gue, lo juga mempermalukan Kate. Ini acara reuni, harusnya kita have fun, gak bisa kah kita mengakuinya besok aja atau selesai reuni ini?"
Tanpa mereka duga, Kate berada tak jauh di tempat keduanya berada. Dia mendengarkan semuanya dengan seksama. Perasaannya sakit, namun sudah tak ada air mata. Rasanya dikecewkan oleh dua orang terdekat membuat air matanya kering.
Bukan Kate tak mau menciduk keduanya, namun dia tak ingin bermusuhan dengan temannya disaat sedang reuni. Akan lebih canggung lagi, jika Kate mendatangi keduanya. Meminta penjelasan, reuni akan hancur. Ini bukan hanya acara dia dan Liam melainkan acara semua orang.
Tapi, disaat Kate akan meninggalkan tempat itu dan kembali ke acara reuni bersama dengan yang lainnya ponselnya berbunyi. Hal itu, membuat Liam dan gadis itu menoleh ke sumber suara.
"Kate..." suara Liam tertahan, Kate hanya tersenyum ke arah keduanya. Senyuman penuh luka.
Matanya mulai memanas, tapi dia berusaha untuk tidak menangis. Perlahan senyuman di bibir Kate memudar, gadis itu berjalan menghampiri keduanya.
"Gue udah tau," ujar Kate, "tapi kalau kalian mau menjelaskan selesai reuni aja ya?" pintanya dengan suara gemetar, "gue gak mau ngerusak acara kita."
"Kate..." tahan gadis itu.
Kate menagangguk kecil, "Gue marah, tapi gue gak mau bahas dulu masalah ini sekarang."
"Babe..." kali ini giliran Liam yang menahan Kate, namun belum saja Kate menjawab, Liam sudah melepaskan tangannya dari tangan Kate.
Raut wajah Kate yang tak bersahabat, membuat Liam mengurungkan niatnya untuk merengkuh gadis itu dalam dekapannya.
"Gue akan anggep gak denger apa-apa tadi," kata Kate disertai kekehan pelan, "Gue duluan ya."
Gadis itu berlalu pergi, meninggalkan keduanya yang saling bertatapan. Ada rasa sakit yang menjalar kini semakin terasa, perlahan air mata jatuh di pipinya. Secepat mungkin Kate menyekanya, dia tak ingin ada yang melihatnya ketika sedang menangis seperti ini.
Dia melihat Melody dan Dylan yang tengah tertawa berdua, entah menertawakan apa kedua orang itu. Tapi, perlahan Kate tersenyum. Dia senang ketika Melody bisa tertawa lepas seperti itu lagi, atau saat Dylan mengacak rambut Melody yang dibalas omelan kecil dari gadis polos itu.
Hanya dia yang belum bisa berdamai dengan masa lalunya, dia yang belum bisa memaafkan dan melepaskan semuanya.
Hampir saja lupa, karena ponsel dia berbunyi di depan Liam dan gadis tadi, Kate belum mengecek siapa yang menelponnya. Cepat-cepat dia segera mengeceknya tertulis nama "Daddy" di panggilan tak terjawab. Gadis itu menghela napasnya perlahan, sebelum memencet tombol hijau untuk menelepon kembali Daddynya.
"Hey Daddy, ada apa?" tanya Kate langsung saat panggilan telepon itu terhubung.
"Tante Camila dan Om Betrand ngajak ketemu, buat obrolin masalah kamu dan Liam," katanya
"Dad..."
"Daddy tau. Kamu gak mau ikut?"
Kate hanya diam tak menjawab.
"Kamu kapan siap?"
"Gatau Dad."
"Kate, kamu harus kasih tau alasannya kalau mau mau udahan sama Liam. Kamu gak bisa putusin itu berdua, Daddy, Mommy, Tante Camila dan Om Betrand butuh penjelasan. Kita gak mau kalau masalahnya bisa diselesaikan dengan baik kalian harus saling melepaskan."
"Dad, Kate lagi di reuni, kita ngobrol nanti setelah Kate pulang ya," pintanya
"Kate baik-baik sama Liam, kita belum menyetujui pembatalan pertunangan kalian. Love you sayang."
"Love you too dad."
Sambungan telepon itu terputus, satu lagi beban yang ada di hidupnya. Dia memang belum menjelaskan apa-apa kepada kedua orang tuanya, hanya mengatakan bahwa dia dan Liam memiliki masalah yang tak bisa diselesaikan dan jalan terbaik adalah membatalkan tunangan mereka.
***
Arsen memberikan arahan kepada semua yang hadir di reuni untuk segera pergi menuju taman belakang villa. Acara inti akan segera dimulai. Arsen meminta Angga dan Anna untuk naik ke panggung untuk memberikan sepatah dua patah kata sebagai ketua dan wakil ketua pelaksana acara ini.
"Terima kasih untuk teman-teman yang udah hadir disini, terima kasih untuk semua panitia yang udah bekerja keras, termakasih untuk gadis disamping gue sekarang. Dia yang selalu ada," kata Angga yang menoleh ke arah Anna, Anna hanya tersenyum membalasnya padahal saat itu penonton sedang mencie-cie mereka.
"Mungkin Starlight menjadi salah satu bagian terpenting dalam perjalanan kisah cinta gue dan Anna. Inget Annanya Angga bukan Annanya Kristoff udah ganti bukan punya Elsa lagi, jangan karena lagi musim Frozen II." Angga menjeda ucapannya sebentar.
"Kapan kawin?" teriak salah satu tamu
"Pacaran udah kek kredit rumah," sahut yang lainnya.
"Lo mau ngelamar Anna ya Ga, kek film frozen."
"Gak boleh spoiler woi!!!!" teriak Angga, yang dibalas tawa teman-temannya.
"Gue gak mau ngelamar Anna, setidaknya untuk sekarang tapi nanti. Gue masih kuliah dan Anna juga, perjalanan kita masih panjang. Intinya, berkat acara ini hubungan gue dan Anna makin erat lagi dan semoga kalian dengan pasangan kalian pun sama. Anna ada yang disampaikan?"
Anna menggeleng, tapi gadis itu hanya mendekat ke arah Angga dan mencium pipinya lalu membisikkan "I Love you." di kuping Angga.
Angga memberitahu teman-temannya, panggung ini terbuka untuk siapa saja yang akan menyatakan perasaannya. Atau siapapun yang mau membuat pengakuan cinta, dosa atau apapun. Ini acara mereka dan siapapun berhak untuk menikmatinya.
Tanpa di duga, Fathur maju ke atas panggung. Awalnya Bella melarangnya, tapi pemuda itu tetep maju kesana. Entah apa yang ingin disampaikannya.
"Test... test... Oh ada suaranya," ujar Fathur
"Apaansih lo jayus," cibir Bianca, kali itu dia berada di barisan depan. Mengomentari Fathur yang garing.
"Gue berdiri disini mau menyampaikan apa yang ada di dalam perasaan gue salama ini," ujar Fathur, "Gue gak mau menjadi pengecut lagi dan kehilangan orang yang gue sayang untuk kedua kalinya." Kali ini mata Fathur tertuju kepada Bella yang memang tak jauh berdiri di depannya.
Dylan melirik ke arah Bella, Bella pun hanya menatap ke arah Fathur. Seolah malam ini diciptakan hanya untuk mereka berdua.
"Gue berdiri disini untuk seorang gadis yang dulu sangat menyukai gue dan sekarang gue yang sangat menyukai dia. Bella, Bella Vallerie."
Seketika mata semua orang tertuju pada Bella, yang tengah tersenyum ke arah Fathur.
"Bella, terima kasih telah sayang sama gue sebegitu tulusnya. Walau terkadang gue kesal dengan sifat egois lo, tapi gue senang karena lo menunjukkan sisi lo yang lain hanya pada gue, lo yang manja, lo yang cengeng, lo yang selalu pengin diperhatiin bahkan lo gak perlihatkan itu pada Dylan, cowok yang udah deket sama lo dari kecil. Dylan juga menjadi penyebab gue menyerah atas lo dulu, tapi sekarang gue gak ingin kehilangan lo lagi. Terima kasih masih menunggu, menerima gue kembali, memberikan gue kesempatan padahal dulu gue telah menolak lo dengan begitu kasarnya.
"Hati lo baik, lo mengajarkan gue tentang arti ketulusan yang sebenarnya. Semakin lama gue semakin suka sama lo. Gue udah tau jawaban lo atas pertanyaan gue ini, tapi gue ingin denger langsung dari lo." Fathur turun dari panggung dan mendekat ke arah Bella, lalu satu tangannya menggenggam tangan Bella, "Jadi Bella, will you be mine? Soulmate?"
Pipi Bella merona merah, gadis itu tak hentinya tersenyum. Padahal semua orang tengah menunggu jawaban darinya.
"Jawab..."
"Katanya udah tau jawaban aku," ujar Bella
"Jawab sendiri," kata Fathur
"Menurut kamu aku bakalan jawab apa?"
"Menerima?"
Bella menggeleng, "Kamu salah."
Raut wajah Fathur terlihat bingung dengan ucapan Bella barusan. Raut Bella yang sebelumnya berseri-seri menjadi serius.
"Aku gak akan nerima kamu."
"Lalu? Nolak?"
"Menerima aja gak cukup." Bella mengambil microfon dari tangan Fathur dan memberikannya kepada orang di sampingnya, satu tangannya yang lain menggenggam tangan Fathur yang lainnya. "Aku mau, menjadi milik kamu dan menjadi belahan jiwa kamu." Lalu gadis itu berjinjit sedikit dan mengecup bibir Fathur sekilas, "My first kiss," bisik Bella pelan.
Tak mau kalah akan hal itu, Fathur kembali merengkuh wajah Bella dan menciumnya di depan semua orang. Banyak dari mereka yang menyorakinya dan bertepuk tangan.
Tangan Dylan menyenggol Melody, Melody menoleh.
"Apa?"
"Kamu mau?" tanyanya
"Stop kak!"
"Mau apa coba?"
Melody malah menutup bibirnya yang dibalas kekehan pelan oleh Dylan. Pipi Melody merona merah, tapi Dylan hanya tertawa akan hal itu.
"Bukan cium, tapi ini." Dylan memperlihatkan gelas minuman di tangannya, "Lo masih polos, jangan mikirin yang kotor-kotor."
"Nyebelin banget sih kak."
"Tapi lo gemesin."
"Mau dijadiin gantungan kunci lagi?" tanya Melody
"Enggak, case handphone aja gimana?"
***
Terima Kasih Sudah Membaca Cerita MeloDylan
Kalian yang gak suka Bella ama Fathur, selamat gagal! Terima couple baru kita BellFa wkwk
Seneng kan kalian Alice gak ada di episode ini.
Tadinya Aku mau munculin Louis tapi kepanjangan, chapter berikutnya aja deh. Hehehe.
Yang pasti Chapter Reuni ada 10
Vote 50 + Komen 25K
***
Jangan lupa follow instagram
asriaci13
melovedy_
dylanarkanaa_
aliciamillyrodriguez
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top