CHAPTER SATU | Dylan Kembali
NOW PLAYING | LYLA - BERNAPAS TANPAMU
Selamat membaca kisah Melody dan Dylan.
Budayakan vote sebelum membaca dan komentar setelah selesai membaca.
CHAPTER SATU | DYLAN KEMBALI
Seharusnya ketika kita dipertemukan kembali, kita membahas kisah kita yang sebelumnya sempat terhenti. Tetapi, mengapa kamu bersikap seolah tak peduli?
***
David menatap lurus ke arah Melody yang duduk di depannya, raut wajahnya terlihat gelisah, seolah ada yang mengganggu pikirannya, tak biasanya dia seperti ini sebelumnya. Bahkan Melody tidak menyelesaikan lagunya, dia buru-buru turun dari panggung dan bersikap seperti sekarang.
Membingungkan.
"Mel ada apa?" tanya David dengan suara lembut, "lo sakit?" David mengecek dahi Melody, tapi tidak seperti dugaannya, suhu badan Melody biasa saja.
"Lo kenapa? Untung kafe nggak dalam keadaan rame, terus ada penyanyi gantinya. Lo ada masalah sama Fathur?"
Bukan. Masalahnya bukan ada pada Fathur melainkan ada di dirinya sendiri. Melody menghela napasnya perlahan. Lalu dia melirik ke arah orang yang tengah menatap fokus ke layar laptopnya dan sesekali menyesap kopinya dengan tenang. Tatapan yang semula dingin berubah, bibir yang semula lurus kini melengkung dengan sempurna. Tapi entah mengapa orang itu terasa jauh, tidak seperti orang yang dia kenal sebelumnya.
David ikut melihat apa yang dilihat Melody, raut wajahnya terlihat terkejut, pantas saja.
"Dia persis kaya mantan lo ya Mel, Dylan, atau emang itu dia?" celetuk David
Mantan. Satu kata yang mampu membuat Melody diam sejenak seolah kenangan itu masih bisa dia rasakan, dan beberapa potongan memori tentang mereka dulu terputar kembali dengan jelas diingatannya, seolah menolak untuk dilupakan. Cowok yang Melody perhatikan barusan dia yakin memang Dylan, tapi Melody merasa jika Dylan terlihat seperti orang yang berbeda sekarang.
"Lo gak mau temuin dia Mel? Keliatannya dia sendiri. Mungkin dia sengaja datang ingin liat lo. Bisa aja, kan?"
"Dave, jangan membuat harapan yang belum pasti."
"Mel, gue tau banyak hal yang mau lo tanyain sama dia, terus kenapa disaat orangnya muncul, lo diem?"
Melody mengangguk pelan, David benar. Dia mempunyai banyak pertanyaan untuk Dylan.
Tanpa sengaja, seolah semesta menakdirkan mereka bertemu kembali.
Mungkin, kisah mereka kemarin belum selesai.
"Daripada otak lo bikin persepsi-persepsi yang belum tentu terjadi, lebih baik lo tanya sama orangnya langsung, kan? Kesempatan buat ketemu Dylan mungkin gak banyak dan mungkin aja ini kesempatan terakhir lo buat ketemu dia, lagian lo juga udah memulai kisah yang baru, kenapa harus terganggu dengan kehadiran Dylan lagi?"
Benar juga apa yang dikatakan oleh David barusan, bisa jadi ini adalah kesempatan terakhir dia untuk memperbaikki semuanya. Memastikan perasaannya bahwa perasaannya sudah bukan Dylan lagi pemiliknya. Tapi, kenapa dia begitu sedih? Dia seolah tak rela jika mengingat kisah mereka telah selesai?
"Tapi ada banyak hal yang sebaiknya di simpan sendiri Dave." Melody seolah menolak untuk menemui Dylan.
"Iya. Gue rasa, perasaan lo masih seutuhnya buat dia. Gue benar?" tebak David
"Kalau lo seperti ini, lo nyakitin cowok yang sekarang sama lo Mel."
Melody diam. Jawabannya berati iya. David tersenyum kecut, "Saran gue, sekarang lo temuin dia buat tau bagaimana perasaan lo." David mengelus lembut puncak kepala Melody.
Kedua mata Melody melihat ke arah David, lalu ke arah Dylan. Barulah setelah itu Melody berdiri dari kursinya dan dia berjalan menuju meja Dylan. Cowok yang hampir dua tahun ini menghilang tanpa kabar sama sekali. Melody tidak berharap banyak, dia cukup bahagia melihat Dylan baik-baik saja.
"Kak Dylan, kan?" Melody seolah memastikan hal yang sudah pasti.
Dylan menoleh dan menatap orang yang baru saja memanggilnya. Hari ini tepat seminggu dia kembali ke Indonesia dan kafe ini merupakan tempat favorite dia dengan teman-temannya dulu. Dia merindukan suasana kafe ini, meskipun sedikit berbeda dengan designnya, tapi suasananya masih sama. Hangat.
Sorot mata Dylan begitu dingin, namun Melody bisa merasakan dibalik tatapan itu penuh luka. Apa yang terjadi kepada Dylan 2 tahun ke belakang ini?
"Lo siapa?"
Jleb. Hati Melody terasa sakit saat mendengar pertanyaan Dylan barusan. Apa mungkin Dylan hilang ingatan seperti di novel-novel yang sering dia baca, ataupun drama yang selalu ia tonton. Pikiran Melody mulai kacau, itu tidak mungkin terjadi karena ini realita. Simpelnya, mungkin saja Dylan sudah melupakannya, dan Melody tidak layak untuk diingat.
"Melody, kak Dylan lupa sama aku?"
Dylan terlihat berpikir sejenak, nama Melody tidak asing untuknya. Namun akhirnya dia kembali ingat, bahwa Melody adalah pacar pertamanya saat masa SMA. Di mana saat itu Dylan sedang dalam masa remaja, belum terlalu dewasa, dan hanya memikirkan senang-senang saja. Tidak seperti sekarang, banyak beban yang harus dia tanggung di hidupnya yang masih muda.
"Bercanda. Gue ingat kok, sori, duduk Mel." Dylan seolah memaksakan senyumnya, Melody melihat dari raut wajahnya yang kaku dan terasa aneh.
Sebenarnya apa yang terjadi kepada Dylan?
"Aku pikir kak Dylan hilang ingatan jadi lupa."
"Padahal gue mau kalau itu terjadi," ujar Dylan dingin
"Kak Dylan baik-baik aja, kan?" tanya Melody untuk sekedar memastikan
Dylan menghela napasnya, lalu dia mengangguk. "I'm oke,"
Canggung, Melody tidak mempunyai topik pembicaraan lagi kepada Dylan. Untuk menanyakan mengapa Dylan tidak mengabrinya pun seakan tertahan di bibirnya. Melody merasa Dylan mempunyai masalah, namun Dylan bukan orang yang akan terbuka dengan masalahnya sendiri.
Dylan mengeluarkan rokok dari sakunya, dia membuka bungkus rokok itu, mengambil satu batang rokok dan di selipkannya di antara bibir, Dylan menyalakan pematik dan di bakarlah ujung rokok itu.
Dylan merokok, ini adalah perubahan yang tidak biasa. Karena sebelumnya, saat SMA Dylan tidak merokok sama sekali. Dylan cowok sehat tanpa nikotin.
"Kaget ya?"
Melody mengangguk
"Sori."
"Gapapa, itu kan hak kak Dylan."
"Lo gak mau nanya kenapa gue gak kabarin lo sama sekali selama dua tahun kemarin?"
Melody menghela napasnya perlahan, lalu dia menatap Dylan dengan tatapan lembut. "Gak perlu, sekarang kak Dylan udah di depan mata aku, kak Dylan baik-baik saja. Itu sudah lebih cukup menjawab semua pertanyaan aku sama kak Dylan."
Bohong! Namun, lebih baik seperti ini. Semua pertanyaannya terkubur dengan sendirinya, mungkin dia juga tidak akan mendapatkan jawaban dari bibir Dylan saat ini. Perlu waktu untuk mengerti semuanya.
Dylan mengangguk, lalu senyumnya berubah menjadi misterius. "Alasan klasik banget ya," cibir Dylan, "Tapi, bagusdeh, gue juga males menceritakan semuanya, karena ga ada yang harus dijelaskan juga."
"Kak Dylan..."
"Ya?"
"Kalau ada masalah jangan di pendam sendirian ya?"
"Lo siapa gue?" tanya Dylan, seolah menyadarkan Melody yang terlalu ikut campur dalam kehiduoannya lagi.
Dylan menatap Melody, sepertinya Melody terluka karena ucapan Dylan tadi. Tetapi Dylan pikir wajar saja, hubungannya dengan Melody sudah berakhir dan Melody tidak berhak tau tentang masalah dalam hidupnya. Terlebih lagi dia dan Melody sudah berpisah terlalu lama, semuanya akan terasa berbeda jika Melody tiba-tiba masuk ke dalam hidupnya dan ikut campur masalah yang sedang Dylan hadapi. Melody tipe cewek seperti Bella, yang akan menangis karena perubahan sikap Dylan, cukup Bella saja yang selalu cerewet dan khawatir, Dylan tidak mau ada orang lain lagi.
"Lo udah lama nyanyi di sini?"
"Ya, semenjak kak Dylan pergi."
"Gue baru tau lo bisa nyanyi."
"Kak Dylan juga gak pernah nanya."
"Gak penting juga sih, tapi suara lo bagus."
"Makasih kak."
Kopi Dylan sudah habis, kemudian dia melihat jam tangannya. Dylan mempunyai waktu sebentar lagi sebelum dia pergi. Dylan mengetuk-ngetuk meja dengan jarinya, dia menatap Melody yang sepertinya gugup atau mungkin dia tidak nyaman karena Dylan diam saja? Entahlah, Dylan tidak tahu.
"Lo pulang sendiri?" tanya Dylan
"Sama teman kak. Kenapa?"
"Baguslah gue juga gak berniat nganterin lo pulang."
"Hm iya kak gapapa."
Dylan bangkit berdiri dari tempat duduknya, lalu dia mengeluarkan satu lembar uang lima puluh ribu di atas meja, "Tolong bayarin ya, gue harus pergi."
Melody hanya bisa menatap punggung Dylan yang kian lama kian menghilang, ada yang berbeda dari sikap Dylan, dan sepertinya semua tidak akan pernah sama lagi. Kata yang sempat di ucapkan oleh Dylan saat perpisaham mereka saat itu semuanya hanya kalimat penenang, dan mengapa pula Melody dengan bodohnya berharap Dylan menepati perkaataannya.
Mungkin saja perasaan Dylan telah berubah, dan Melody adalah cewek yang hanya sekadar lewat di hidupnya Dylan.
Melody kembali menghampiri David.
"Gimana Mel?" tanya David
"Kita selesai, sepertinya gak akan ada kisah baru lagi." Jawab Melody
"Lo sedih ya? Tapi yaudahlah, udah berlalu jugaa."
"Sedih juga gak ada gunanya, gue udah di tinggalin dia selama 2 tahun lebih, dan gue rasa kali ini bukan saatnya gue nangis-nangis karena dia kembali lagi."
"Kata-kata lo keren, tapi lo berani bilang seperti itu di depan dia?"
"Enggak sih, dia terlalu berbeda."
David tertawa. Melody masih sama, dia tidak mampu berkata jujur di depan Dylan tentang apa yang dia rasakan. Melody selalu bersikap seperti seorang cewek yang baik, selalu mengerti dan memahami.
"Ayo pulang, gue traktir nasi goreng di deket rumah lo," ajak David
"Oke. Gue kabarin dia dulu deh, biar ga khawatir." Melody tersenyum, lalu dia mengambil tas selempangnya dan pergi dengan David.
"Menurut lo, dia tau gak kalau lo ketemu Dylan?"
Mendengar pertanyaan David barusan Melody langsung terdiam. Bagaimana reaksinya?
***
CHAPTER SATU
Kesannya saat baca Bab 1 gimana? Ada sedikit perubahan sih, jadi kalian harus baca lagi. Hehe semoga suka❤️
Btw, lagi di mulmed pas banget untuk Melody dan Dylan
'Akulah serpihan kisah masa lalumu,
Yang sekedar ingin tau keadaanmu,
...
Hanya tak mudah bagiku lupakanmu,
Dan pergi menjauh.'
[Ini lagu Lyla - Bernafas tanpamu]
***
Jangan lupa follow instagram :
Duniaaci
Asriaci13
Melodylanofc
Melodyalexaa
Dylanarkana
With Love,
ACI ISTRI SAH DAN SATU-SATUNYA OH SEHUN
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top