Chapter Lima Puluh Sembilan | Menebus Kesalahan

Setelah baca yang membuat emosi jiwa, kita netralin dengan adegan uwu Melody dan Dylan.

NOW PLAYING | Rossa - Tak Termiliki

Selamat membaca cerita MeloDylan

Bagian Lima Puluh Sembilan

Kita berdua sama-sama terluka. Tapi, apakah kita bisa menyembuhkan luka itu bersama?

***

Apa yang dirasakan oleh Dylan saat ini?

Kosong. Dia merasa bahwa dirinya akan sulit untuk mencintai lagi setelah ini. Alice, gadis itu telah mencuri hatinya dan ketika mengembalikannya itu sudah hancur.

Dia tidak tahu bahwa kehilangan akan begitu menyakitkan. Bahkan dia berpikir bahwa gadis itu akan melepaskan genggamannya dan memilih pergi tanpa penjelasan.

Hanya saja dia sadar, bahwa setiap orang memiliki pilihan. Pilihan untuk tetap pergi dan tetap tinggal, pilihan untuk menjelaskan atau tidak sama sekali. Dia tidak memaksakan hal itu, terutama perasaan. Dia tidak bisa memaksa agar gadisnya bertahan hanya karena dia masih mencintainya.

Rasanya sia-sia, bagaimana keluarganya harus menanggung malu bahkan keluarga Alice pun sama. Dia pergi, tanpa pamit tanpa permisi.

Ponselnya berbunyi, membuat Dylan melirik sekilas. Satu nama tertera di layar ponselnya. Lalu dia mengangkat telepon tersebut.

"Kangen lo? Baru aja gue anterin barusan." Tanpa basa-basi, pemuda itu langsung ke inti pembicaraannya.

Sementara si lawan bicara hanya mengomel gak jelas.

"Kenapa Mel?" tanya Dylan

"Kak..."

"Apaan?"

"Kak Dylan dimana?"

"Kok lo kepo?"

"Di rumah gak?"

"Kenapa? Mau kesini?"

"Iya."

"Gue gak di rumah," kata Dylan

"Terus dimana?"

"Au deh ini dimana."

"Shareloc, cepetan."

"Hah?"

"Kak, kak Dylan tau Alice lagi di Bali?" tanya Melody hati-hati

Diam. Dylan tak menjawabnya, hanya helaan napas yang mungkin terdengar oleh Melody. Sepertinya, gadis itu cepat membaca situasi apa yang sedamg dirasakan oleh Dylan.

"Kak shareloc."

"Kenapa gue harus?"

"Aku tau kak Dylan butuh temen cerita, atau mau aku minta kak Bella buat nemenin kakak."

"Gue chat lokasinya." Setelah mengatakan itu, dia langsung mematikan sambungan telepon itu dan membagikan lokasi terkini akan posisinya.

Dia butuh seseorang untuk diajak berdiskusi, tetapi dia bukan orang yang akan memohon agar orang lain simpati padanya.

Jika Melody mau menemaninya dia tidak keberatan akan hal itu.

Setengah jam Dylan menunggu, kini gadis kecil itu datang dengan raut wajah panik menghampiri Dylan. Selalu saja seperti itu, panik dan tidak pikir panjang.

Ada rasa cemas di raut wajah Melody, namun seperti yang dilakukan oleh Dylan adalah menatap dengan wajah datar, sehingga Melody bingung akan perasaan yang tengah dirasakan oleh pemuda itu.

"Kak, gapapa kan?"

"Yang lo liat gimana?" Dylan balas bertanya.

"Aku udah panik tadi, takut kak Dylan kenapa-napa dan mikir aneh-aneh."

"Emangnya elo."

"Tapi kak, kakak kan nyari keberadaan Alice. Sekarang Alice ada di Bali. Kak Dylan gak bakal nyusulin Alice kesana buat tau alesan dia ninggalin kak Dylan? Kak Dylan butuh penjelasan, kan?"

Dylan berdecak pelan, dia memang butuh penjelasan dari Alice, sangat membutuhkan hal itu. Tapi, yang dilakukan pemuda itu hanya menatap ke arah Melody dan kemudian menggelengkan kepalanya.

"Gue gak akan nyusulin dia," ujar Dylan

"Kenapa? Bukannya kemarin kak Dylan cari-cari kak Alice sampe kek orang yang ditinggal nikah gitu? Stres?"

"Kan iya, ditinggal tunangan."

"Iya terus kenapa? Kan aneh, saat ada kesemptan kaya gini kak Dylan gak manfaatin. Seolah keberadaan Alice gak penting lagi buat kak Dylan. Segitu cepetnya lupa? Iya?"

Selalu saja. Kini mata Dylan menatap lurus ke arah netra yang pernah dia sukai, mungkin sampai detik ini Dylan tetap menyukai mata gadis di depannya itu.

Matanya benar-benar cantik.

"Mel, saat ini dengan gue tau Alice ada di bali aja udah cukup."

"Kenapa?"

"Lo kok kepo banget."

"Mau jawab gak? Butuh temen cerita gak?"

"Chill dong..." Dylan terkekeh pelan, lalu dia mengacak lembut rambut Melody dan langsung mendapat semprotan kesal dari gadis itu, "Masih aja kek bocil. Gue manggil lo Cil aja ya?"

"Udah aneh-aneh, cepet jawab."

"Kenapa gue harus jawab?

"Ya pengen tau aja, kepo, penasaran. Terus, biar tau aja apa yang kak Dylan rasain. Aku tau kok, kak Dylan butuh temen cerita, kan? Kalaupun enggak, seenggaknya kak Dylan butuh temen. Aku tau kak, aku pernah ngerasain. Jadi, gak usah gengsi ya."

Entahlah, setelah itu Dylan membiarakan Melody berbicara sesukanya. Tentang dia dan kehidupannya, banyak hal. Membuat Dylan mau tak mau mendengarkan apa yang diceritakan Melody atau sesekali meresponsnya.

Dia tidak ingin banyak berbicara, tapi setidaknya mendengar Alice baik-baik saja, cukup untuknya.

"Mel..."

"Hmm..."

"Alasan gue gak nyamperin Alice ke Bali karena gue tau dia butuh waktu sendiri, dia bakalan nyamperin gue kalau dia udah siap. Saat ini, mendengar dia baik-baik aja udah cukup kok. Jadi, lo gak perlu menganggap gue semenyedihkan itu. Gue gapapa."

"Oh..."

Melody tak bisa berkata-kata lagi. Sepertinya dia salah langkah, dia pikir tidak akan seperti ini. Keputusan dia untuk datang menemui Dylan padahal dia mengatakan bahwa mereka masing-masing saja untuk tidak saling peduli masalah masing-masing itu hanya sekadar obrolan belaka.

Dia merasa salah lagi karena mencampuri urusan Dylan. Hanya saja ketika dia melihat berita bahwa Alice ada di Bali yang terlintas di pikirannya ada bagaimana keadaan Dylan. Alice tau betapa hancurnya Dylan saat Alice meninggalkannya.

Jadi... Melody benar-benar khawatir, tidak ada maksud lain.

"Mel..."

"Ya?"

"Makasih ya," ujar Dylan

"Makasih buat apa?"

"Udah disini nemenin gue." Dua sudut bibir Dylan melengkungkan senyum sempurna.

Kalimat itu tulus, Melody bisa merasakannya bukan sekadar basa-basi. Entah mengapa setelah mendengar itu, perasaan Melody terasa menghangat. Rasa kesal dan bersalahnya kini menguap begitu saja.

"Lo gimana sama Louis? Udah ngobrol sama nyokap lo?"

"Udah kok, aku ngobrol sama Bunda. Bunda gak ngelarang aku temenan sama Louis, tapi Bunda gak mau aku sakit kalau terlalu dalam deket sama dia. Bunda bener, tapi kadang aku gak bisa ngontrol perasaan aku sendiri. Jujur aja sih kak, aku emang masih sayang sama Louis, tapi kita gabisa sama-sama."

Kini senyum Dylan tambah mengembang, dia kembali mengacak gemas rambut Melody dan Melody langsung menepisnya.

"Kebiasaan ih," omelnya, "kak Dylan punya rambut sendiri, nih gini." Melody mencontohkan dengan mengacak kesal rambut Dylan, namun si pemilik hanya tertawa.

Melihat respons Dylan yang menyebalkan, dia kini benar-benar kesal karena sudah panik datang kesini untuk menemaninya. Memang tidak tahu diuntung.

"Ketagihan gak?" tanya Dylan

"Ketagihan apa?"

"Ngelus rambut gue?"

"Gak! Apaan sih gak!!"

"Hahahaha, biasa aja dong."

"Ini juga biasa!"

"Tapi ngegas banget, baru isi bensin?"

"Kalau iya kenapa?"

"Gemes banget mantan gue." Dylan mencubit pipi Melody, dan kali ini Melody benar-benar memukul lengan Dylan.

Bukannya kapok, Dylan malah semakin membuat Melody kesal. Entah menyolek hidungnya, memegang telinga Melody, rambut dan lainnya. Sepertinya pemuda itu memang sengaja membuat Melody kesal akan tingkahnya.

"Lo tau gak?"

"Gak!"

"Galak banget kaya anjing tetangga," ujar Dylan

"Cepet, apa?!"

"Wajah galak lo malah bikin lo tambah gemes gini."

"Gue gebug lo ya kak!"

"Pake lo-gue lagi nih sekarang?"

"Ish, emang ya ini nyebelinnya udah kek apaan."

"Nyebelin juga pernah sayang," tandas Dylan, "atau masih sayang?"

"Bener-bener yah kak!"

"Bercanda," ujar Dylan, "keputusan lo udah bagus kok, jaga jarak aja dari Louis kalau lo gak mau nambah sakit hati. Kadang kan emang ada yang harus lo ikhlasin, gak selamanya lo dapat semuanya."

"Iya, tumben bijak."

"Mau nemenin gue gak?"

"Ini kan udah di temenin."

"Gue anggap iya jawaban lo." Dylan langsung menarik lengan Melody dan keluar dari kafe tersebut.

Selalu saja seperti itu, pemaksa dan seenaknya sendiri. Tetapi Melody tidak kesal kali ini, justru dia menampilkan senyumannya ketika melihat tangannya berada di dalam genggaman Dylan. Pemuda yang menariknya ini, kembali membuat debaran di jantungnya.

Bukan, bukan seperti itu. Hal ini terjadi karena mereka sudah lama tidak seperti sekarang, sebelumnya selalu ada perdebatan yang tidak sepaham.

Tapi kenapa rasanya begitu nyaman.

"Mau bawa aku kemana sih?" tanya Melody saat mereka sudah duduk di mobil.

"Safety first," sindir Dylan

"Iya." Melody langsung menggunakan seatbeltnya.

Setelah itu Dylan langsung menjalankan mobilnya. Hari sudah sore menjelang malam, namun Melody masih tidak tahu akan dibawa kemana dia hari ini oleh si penculik menyebalkan.

"Kemana sih?"

"Rahasia."

"Aku sumpahin ya kak, tabrakan kalau gak dijawab!"

"Lah sama lo di mobilnya, lo juga ikut dong."

"Eh iya... bercanda aku, jawab kita mau kemana."

"Nanti lo juga tau."

Pada akhirnya Melody diam saja. Karena setiap dia bertanya jawaban Dylan selalu sama. Sepertinya dia harus ekstra sabar menghadapi pemuda itu.

Dia harus membiarkan Dylan berbuat sesukanya hari ini, itung-itung menambah pahala.

Mobil Dylan berhenti di sebuah pasar malam, dan Melody menatap Dylan dengan tatapan bingung.

"Inget gue pernah ninggalin lo dulu karena Bella?"

"Gimana gak inget, ulang tahun aku."

"Gue ngajak ke tempat yang sama buat lo naik bianglala lagi."

"Tapi kak..."

"Masih mau naik bianglala kan?"

"Mauuuu!!!! Sama permen kapas pokoknya." Melody bersemangat sampai dia tidak tahu kalau Dylan menatapnya dengan gelengan kepalanya.

"Duh bocil."

"Biarin."

"Yaudah ayo."

Malam itu mereka menghabiskan malam bersama, bermain dan bermain. Mereka melupakan kesedihan yang ada di dalam hatinya, sejenak. Mencoba menikmati suasana malam yang begitu ramai. Seperti semua orang sedang bahagia.

Senyuman Melody malam ini membantu Dylan menyadari satu hal, bahwa setidaknya ada senyuman lain yang bisa membuatnya ikut merasa bahagia.

Dia tidak tahu apa yang dia rasakan, hanya saja yang jelas. Hubungan dia dan Melody membaik. Semoga saja, pertemanan dengan mantan tidak ada yang salah.

Semua orang mengkhawatirkannya karena mereka mengetahui kabar mengenai Alice. Malam ini saja, dia ingin menghindar dari pertanyaan dan pandangan kasihan orang lain terhadap dirinya.

***

Alicia❤️

Long time no see
How are you, Love?

***

Spoiler : Choose me or lose me.

***

Terima kasih sudah membaca cerita MeloDylan

Makasih udah banyak yang dukung selama ini, kalian selalu membuat aku terharu.

Jangan lupa komen dan vote yang banyakkkkk

***

Lapak diskusi :

Aku rasa Melody dan Dylan cocok sebagai sahabat. Menurut kalian?

Sekali lagi ini buat diskusi ya, aku mau tau aja pandangan kalian gimana hehe

***

Jangan lupa follow instagram

Asriaci13

Dylanarkanaa_

Melovedy_

***

With Love,

Aci istri sah dan satu-satunya Oh Sehun

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top