Chapter Enam Puluh Enam | Salah Siapa?
Selamat 38 Juta pembacakuuu❤️❤️❤️
Seneng banget akhirnya udah nyentuh angka 38 juta, ayooo 2 juta lagi jadi 40juta🙏🙏🙏🥺🥺🥺
Now Playing | Geisha - Komitmen
Selamat membaca cerita MeloDylan
Bagian Enam Puluh Enam
Perlahan memang harus ikhlas, tak selamanya tangan yang saling menggenggam akan selalu menguatkan. Tangan kita yang saling tertaut kini sudah saling melepaskan secara perlahan.
***
Mendengar permintaan maaf yang diucapkan oleh Melody sekarang, membuat Kate banyak berpikir. Dia memang kesal dan kecewa karena Melody terlihat terlalu pro kepada Anna, tapi dia juga merasa salah karena sudah mengatakan kata-kata yang kasar kepada Melody.
Hanya saja, untuk memaafkan dan kembali seperti awal dia perlu waktu. Karena saat ini ketika dia melihat Melody, dia masih cukup kesal kalau mengingat apa yang dikatakan oleh Melody saat di Puncak dulu.
"Gue perlu waktu Mel..." ujar Kate terus terang dan itu membuat Melody menggigit bibir bawahnya, tanda bahwa gadis itu tengah gugup.
"Gue udah gak marah, cuman gue perlu waktu," jelas Kate, sorot mata Melody menatap lurus ke arah Kate.
Dia belum mengucapkan sepatah kata lagi setelah permintaan maaf sebelumnya.
Perlahan tatap matanya menoleh kanan dan kiri, melihat orang yang berada di kantin fakultas Kate yang cukup ramai. Gadis itu mendesah pelan, tak seorang pun dia kenal disini, hanya Kate bahkan Louis yang datang bersamanya kini tengah mengobrol dengan kumpulan orang yang entah siapa.
Dia memang payah, tidak bisa mengobrol dengan leluasa dengan orang baru. Bukan Melody tidak bisa seperti orang-orang, terlebih Kate dan Jane yang akan sangat nyaman berada di lingkungan baru. Dia hanya bingung harus melakukan apa dan merasa bahwa setiap orang melihat ke arahnya, diperhatikan dan dinilai. Padahal mungkin sebetulnya tidak seperti itu.
"Lo marah banget ya Kate...?" tanya Melody dengan suara lilih.
"Mel..."
"Gapapa kok, gue kemarin emang salah banget gak ngertiin lo. Makasih ya, udah bantu nyadarin gue juga kalau gue terlalu deket sama Kak Dylan padahal gue tau kalau kak Dylan masih pacaran sama Alice. Kalau kaya gini gue gak ada bedanya dengan Anna dan kak Liam, yang mengambil keuntungan disaat salah satu pihak membutuhkan pelarian."
"Gue juga minta maaf...," ujar Kate, "gue udah ngomong kasar dan nyakitin lo waktu kemarin. Tapi kalau gak gitu lo gak akan sadar."
"Iya, Kate emang yang paling ngertiin sahabatnya sedunia, yang lain enggak," kekeh Melody
"Apaan sih?" cibir Kate, "gue emang udah gak marah sama lo Mel, tapi gue perlu waktu buat kita biasa lagi. Gue harap lo paham, lo paling ngerti kan soal minta maaf dan memaafkan?"
Melody mengangguk. Dia tau dan dia juga mengerti perihal hal itu. Mungkin Kate butuh waktu untuk menata hatinya kembali, biar bagaimanapun yang dilakukan Melody sudah menyinggung Kate. Meskipun yang diucapkannya adalah hal yang benar, tetapi dikatakan disaat yanh salah.
"Gue ketemu Alice kemarin," beritahu Kate
Sorot mata Melody ingin tahu alasan mengapa Kate bertemu dengan Alice hari itu. Hanya saja seharusnya Melody bisa menyimpulkan ada obrolan apa di pertemuan Kate dan Alice. Kemarin mereka masih perang dingin dan Kate memang ada keinginan untuk mengadukan apa yang dilakukan Melody dan Dylan kepada Alice.
Mengapa dia menjadi merasa bersalah, tapi egonya cukup tinggi dengan mengatakan bahwa yang seharusnya minta maaf adalah Dylan bukan dirinya.
Dylan yang menghampirinya dan datang kepadanya. Meskipun Melody pun berulang kali kerap meminta pertolongan Dylan seperti menjemput, mengantarnya menemani makan atau apapun.
Teman biasa tidak melakukan hal itu.
Dia sudah melakukan hal bodoh lagi.
"Gue kasih tau kedekatan lo ama kak Dylan ke Alice," jujur Kate
Kalimat yang diucapkan oleh Kate barusan berhasil membuat raut wajah Melody menegang. Kate bisa menebak bahwa di kepala kecil Melody sekarang tengah memikirkan banyak hal kemungkinan akan reaksi Alice.
Seperti, mungkinkah Alice marah? Apa yang akan dilakukan oleh Alice? Apa reaksi Alice setelah tau kalau Melody dekat dengan Dylan?
"Eungg...."
"Kenapa?" tanya Kate, "lo penasaran sama reaksi Alice?"
"Eh..." Melody menggaruk tengkuknya, mencoba tidak terlihat bahwa dia penasaran, "enggak kok," ujarnya
"Kalau lo penasaran sih gue kasih tau, berhubung enggak yaudah."
"Uhh..."
Kate melihat bahwa Melody tengah berpikir saat itu, tapi Kate tak akan memberitahu kecuali Melody yang bertanya. Biar saja, terkadang Melody harus diperlakukan seperti itu. Agar ketika dia ada keinginan dia bisa mengatakannya tidak diam saja.
"Lo kesini cuman mau minta maaf aja?"
"Iya, gue gak mau kehilangan temen karena masalah kemarin. Gue rasa masalah kita perlu di lurusin."
"Tumben lo berani kesini, kenapa gak nunggu waktu bubaran aja atau lo main ke rumah kalau mau minta maaf?"
"Eh... itu..." Melody mencoba merangkai kata menjadi kalimat di kepalanya untuk menjelaskan kepada Kate, mengenai alasan dia menemui Kate di kantin fakultasnya. "Tadinya gue mau ke rumah lo aja, tapi kata Louis mending sekarang aja daripada di nanti-nanti."
"Jadi karena Louis aja?"
"Eh... bukan gitu maksudnya, duh... gimana ya..."
Kedua sudut bibir Kate terangkat, membuat lengkung sempurna, gadis itu tersenyum. "Gue paham, lo nyamperin gue kesini aja udah buktiin lo niat minta maaf."
"Ah... iya, gitu."
"Udah kan?"
"Iya udah kok."
"Gak balik? Masih mau disini? Gue mau kelas lagi sih ini."
"Hmm..."
Kate bersiap untuk berdiri dari tempatnya, namun Melody menahannya. Dahi Kate berkerut, bingung dengan tindakan yang dilakukan oleh Melody barusan.
"Kenapa?"
"Uh itu..."
"Apa?"
"Eh gajadi deh..."
"Yaudah."
"Kate..." panggil Melody
"Kenapa Mel?"
"Gajadi."
Kate membuang napasnya kasar, teman-teman kelasnya sudah mengajak Kate untuk segera kembali ke kelas selanjutnya. Tapi, Kate tau ada yang ingin Melody katakan padanya hanya saja gadis itu terlalu gengsi dan tidak mau mengatakannya. Biar saja.
"Beneran?"
"Iya..."
Disaat Kate sudah melangkahkan kakinya meninggalkan Melody, barulah Melody kembali memanggilnya dan menghampiri Kate.
"Ah udahlah, reaksi Alice waktu lo kasih tau gimana?"
Mendengar pertanyaan jujur dari Melody barusan membuat Kate tersenyum menampilkan sederet gigi rapihnya. Akhirnya gadis itu bisa berani bertanya tentang apa yang ingin dia tau, tanpa menunggu dikasih tau terlebih dahulu.
"Kenapa gak lo nanya tadi?"
"Hmm..."
"Lo tanya sendiri aja deh, gue send kontak Alice. Gue harus kelas, duluan ya."
Melody berdecak pelan. Dia tidak tahu harus menguubungi Alice bagaimana, akan terlihat aneh kalau dia tiba-tiba bertanya kepada Alice. Mereka tidak sedekat itu untuk saling bertukar pesan.
"Kenapa?" tanya Louis
"Emmm enggak..."
"Mel, kenapa?"
Louis sangat peka.
"Kate bilang ke Alice kalau gue sama kak Dylan deket lagi," jujur Melody
"Kan bener, fakta yang dia bilang. Terus gimana?"
"Respons Alice gimana ya menurut lo?"
"Marah...? Mungkin, gatau sih. Tanya aja."
"Enggak ah, biarin aja kan gue juga udah enggak deket-deket kak Dylan lagi."
"Minta maaf aja Mel, meski niatnya lo gak deketin Dylan tapi kan takutnya salah paham gitu, maksud gue ya bisa aja Alice mikir lo deketin cowoknya lagi dan manfaatin kesempatan saat dia pergi. Bisa juga dia gak mikir macem-macem. Saran gue ya minta maaf."
"Minta maaf ya?"
Melody menimbang hal tersebut. Akan terasa canggung kalau dia tiba-tiba mengajak Alice bertemu dan mengtakan kalimat permintaan maaf. Dia harus pikirkan masalah itu lagi.
"Nanti gue pikir-pikir dulu deh," ujar Melody akhirnya
"Iya itu hak lo kok."
"Lou pergi yuk hari ini, nonton sambil makan."
"Hari ini ya? Duh gabisa gue, ada janji."
"Sama siapa?" tanya Melody ingin tahu
"Mel? Gue pergi sama siapa udah bukan urusan lo, kan?"
"Yaiya sih, cewek atau cowok?"
"Cewek," jawab Louis, "besok aja ya?"
"Maunya sekarang dih."
"Yaudah pergi sama Jane aja," saran Louis
"Gak ada pilihan lain, Kate juga gak akan mau diajak pergi sama gue," keluh Melody
"Mau gue anter pulang dulu ga?"
"Gak usah deh gue nunggu Jane aja."
"Yaudah."
***
Pada akhirnya Melody memutuskan pergi berdua dengan Jane. Mereka melakukan banyak hal yang menyenangkan. Untung saja Jane juga tidak membahas apapun terkait permasalahan Kate dan Anna. Jane selalu seperti itu. Melody merasa bahwa yang dilakukannya kemarin bukan bersikap netral dan tidak memihak, seharusnya yang dikatakan tidak memihak adalah seperti yang dilakukan oleh Jane.
"Jane..." panggil Melody
Jane yang sedang memesan tiket nonton menoleh ke arah Melody, "Kenapa?"
"Pesan tiketnya yang dua jam lagi aja, kita makan dan main dulu."
"Oke..."
Dua tiket nonton sudah Jane dapatkan, dia melihat ke arah Melody yang tampak gelisah. Dia memainkan kuku-kukunya atau menggigit bibir bawahnya. Kalau Melody seperti itu pasti ada yang mengganggu pikirannya.
"Kenapa?" Jane merangkulkan tangangannya dan Melody tampak kaget dengan sikap Jane barusan.
Dia melamun.
"Mel... gue paham lo, kenapa?" tanyanya lagi
"Gak bisa bohong emang," ujar Melody
"Iya lo ga pinter bohong, makanya gue langsung peka."
"Gue udah minta maaf ke Kate soal kemarin." Melody menghela napasnya perlahan, "tapi Kate udah kasih tau ke Alice, gue gak tau reaksi Alice gimana soalnya Kate gak bilang, dia malah kasih kontak Alice terus kata Louis harus minta maaf ke Alice."
"Bagus deh lo minta maaf, biar gak canggung juga," kata Jane, "lagian kemarin posisinya Kate lagi panas, kalau ditambah lagi bakalan nambah panas. Tapi kayanya moodnya sekarang udah lumayan bagus."
"Iya sih, dia keliatan udah gak mikirin Kak Liam juga."
"Gak keliatan bukan berarti gak mikirin."
"Oh iya, menurut lo gue harus minta maaf ke Alice?"
"Perihal?" tanya Jane
"Masalah kemarin, gue takutnya dia salah paham gitu."
"Kalau lo mau minta maaf ya gapapa Mel, bagus kok masalahnya dilurusin. Tapi, pas lo deket kemarin lo baper lagi gak sama kak Dylan?"
Baper ya? Melody bingung mendeskripsikan perasaannya. Jujur saja, dia merasa ada orang yang selalu ada untuknya adalah hal yang bagus, menemaninya. Tapi, untuk dikategorikan bawa perasaan sepertinya belum sejauh itu.
"Enggak kayanya," jawab Melody sedikit ragu
"Enggak dalam artian beneran enggak atau gak tau?"
"Hah... enggak... eung... gak tau maksudnya."
Jane melengkungkan senyumnya ketika mendengar jawaban Melody yang terlihat ragu. Dia sudah bisa menebak, gadis itu tidak bisa memutuskan apa yang sebenarnya dia rasakan.
"Tapi Jane, gue gak merasa kehilangan kak Dylan. Maksudnya, saat dia pergi gue biasa aja. Tapi, gue juga gak pernah bisa nolak saat dia balik ke gue, gue ini kenapa?"
"Gapapa, lo udah lebih dewasa. Bayi besarku udah dewasa akhirnya. Gue pengen udon nih makannya, megurame yuk?"
"Okay..." Melody langsung setuju dengan ajakan Jane barusan.
Namun, ketika dia melewati satu coffee shop, dia melihat Louis disana bersama dengan seorang gadis. Melody menghentikan langkah kakinya, membuat dia dan Jane terpisah. Louis tertawa dan senyumnya sangat lebar. Kenapa perasaan Melody terasa sakit melihat senyuman Louis.
Senyuman itu sebelumnya adalah milik dia. Ada perasaan tak rela ketika pemuda itu tersenyum untuk orang lain.
"Mel..."
Melody tak sadar kalau Jane sudah berbalik arah dan kembali menghampirinya.
"Mau kopi? Perut lo sensitif, gak usah kopi kopian." Jane sedikit menarik tangan Melody, namun Melody hanya menggeleng, tatapan matanya masih terkunci kepada senyuman Louis.
"Liat apaan sih?" Jane langsung kepo dengan apa yang diliat Melody, setelah paham Jane langsung kembali menatap ke arah Melody.
"Louis...? Sama siapa...?"
Melody menggeleng.
"Tadi dia bilang gak bisa pergi sama gue, dia ada urusan lain. Urusannya pergi ngedate sama orang kali ya?"
"Kalaupun dia deket sama orang kan bukan lagi urusan lo Mel..."
"Iya, tapi gue kok gak rela, sakit aja liatnya. Masih belum bisa lepasin Louis sama orang lain."
"Udah mantan Mel, sadar posisi," ucap Jane, "lagian lo juga dulu sama lah pergi sama kak Dylan, waktu itu lo mikir gak perasaannya Louis?"
"Eung..."
"Tapi gue penasaran siapa ceweknya, masuk yuk? Gue aja yang pesen nanti pura-pura gak sengaja ketemu gitu?"
"Gak akan ketauan?"
"Lo ngeraguin akting gue? Udah serahin aja, ayo..." Jane menarik lengan Melody untuk masuk ke coffee shop itu, "lagian gue tau lo penasaran kan siapa ceweknya."
Benar, Melody penasaran cewek yang bersama dengan Louis. Itu bukan Keira teman satu gereja Louis, gadis itu terlihat asing tapi Melody seperti pernah bertemu dengannya. Hanya saja, dia melupakannya.
Untuk membuktikan apakah dia kenal atau tidak, dia harus tau siapa gadis itu. Hanya melihat dari belakang saja, Melody hanya bisa menerka-nerka akan siapa gadis yang bersama dengan Louis.
Ketika Melody masuk dan Jane melancarkan aksinya, Jane langsung menghampiri meja Louis. Raut wajah Melody sangat terkejut saat melihat siapa gadis yang bersama dengan Louis barusan.
Alice.
Alicia.
Kekasih Dylan Arkana.
Setau Melody mereka tidak dekat sama sekali. Bahkan untuk dikatakan kenal pun tidak, hanya sekadar tau.
Tapi, mengapa mereka terlihat seperti sudah mengenal sangat lama.
Jane yang peka akan perubahan raut wajah Melody, dia langsung menetralkan situasi yang ada.
"Louis... lo disini? Eh... sama Alice juga?"
Louis menatap Jane dan Melody secara bergantian, lalu mengangguk, "Iya..."
Alice tersenyum, "Iya, hai, Jane... Mel..."
"Kalian kenal?" tanya Jane ingin tahu
Louis mengangguk, "Kenal, kalau gak kenal kan gak akan pergi berdua."
Tepat sasaran. Perasaan Melody kini campur aduk, dia ingin marah kepada Louis dan Alice, namun dia harus sadar diri. Disini posisinya dia dan Louis sudah bukan siapa-siapa. Hanya teman.
"Lou, katanya lo gak pergi nemenin gue ada urusan?" tanya Melody
"Iya urusan, ketemu sama Alice juga urusan, kan?"
"Oh... begitu..." Melody merasa tak nyaman akan hal itu.
"Kalian lagi pedekate?" ceplos Jane
Louis melirik ke arah Alice sekilas, lalu menatap Jane dan Melody kembali. Keduanya tak ada yang menjawab, memilih diam dan saling menatap.
"Lo udah putus sama kak Dylan?"
Melody langsung melotot ke arah Jane, namun Jane memasang wajah tanpa dosanya ketika menanyakan itu.
"Kenapa emangnya?" Alice balas bertanya
"Lo jalan sama cowok lain padahal masih punya pacar, itu hal yang wajar?" Jane kembali bersuara.
Alicia tersenyum ke arah Jane, "Sepertinya pertanyaan lo cocok untuk temen lo Jane."
Baik Jane maupun Melody tak ada yang kembali memulai pembicaraan saat itu. Jane bodoh dengan menanyakan hal barusan, dia pikir akan membuat Alice terlihat buruk padahal kenyataannya tidak demikian.
"Louis sepertinya kita perlu next time buat ketemu lagi, lo sebaiknya jelasin dulu ke Melody alasan kita ketemu hari ini. Keliatannya dia marah, cemburu dan ingin tau urusan kita." Alice bangkit berdiri dari tempatnya, namun dia menyempatkan untuk membisikan sebuah kalimat tepat di telinga Melody, "Harusnya lo gak ada hak untuk marah ataupun ikut campir lagi urusan Louis."
Setelah Alice pergi meninggalkan mereka, Louis kembali menatap ke arah Melody.
"Lo marah karena gue gak nemenin lo malah ketemu sama Alice?"
Melody diam saja ketika mendapat pertanyaan itu.
"Mel harusnya lo udah gak ada hak buat marah kalau gue jalan ama siapapun." Louis menghela napasnya perlahan, "kita hanya teman dan gak harus ikut campur urusan lainnya."
"Tapi Alice belum putus sama kak Dylan... lo gak ada niat buat hal itu kan?"
"Valid tuh info?" Louis langsung segera pamit meninggalkan Melody dan Jane.
Louis pergi tanpa memberikan penjelasan mengenai pertemuannya dengan Alice hari ini. Dia pergi meninggalkan banyak pertanyaan di benak Melody. Isi pukiran Melody seperti benang kusut yang sulit sekali untuk dirapihkan.
"Mel ngapain Louis sama Alice?" tanya Jane, keduanya melangkah keluar dari coffee shop itu.
"Kalau lo nanya gue, gue nanya siapa?" balas Melody.
"Nanya kak Dylan lah, tanyain gih, gue kepo juga sama urusan mereka."
"Ngapain?"
"Kalau mereka jalan berarti lo gak salah jalan ama kak Dylan, kan? Sama aja, kan?"
Masuk akal ucapan Jane barusan. Kalau kenyataannya seperti itu, artinya dia tidak harus meminta maaf kepada Alice karena mereka berdua melakukan hal yang serupa.
"Atau Alice sengaja kali jalan sama Louis."
"Buat apa?"
"Manas-manasin lo," ujar Jane, "lo kan bilang kalau Kate udah bilang ke Alice soal lo sama kak Dylan. Bisa aja kan? Dia pergi sama mantan lo karena pengin ngeliat reaksi lo?"
"Gatau... gue gak bisa mikir, kita makan aja."
"Tapi kayanya Alice sama kak Dylan putus deh Mel."
"Kok lo bisa mikir mereka putus sih?"
"Gatau, feeling aja, gue rasa kak Dylan gak terima sama penjelasan Alice yang ngilang gitu aja di hari pertunangan mereka. Terus kak Dylan milih buat putus karena Alice gak sebaik yang dia kira. Alice marah karena dia tau selama dia pergi kak Dylan jalan sama lo, terus Alice manfaatin itu dengan jalan sama Louis. Bener gak?"
"Jane... gak ada yang lebih drama dari itu?"
"Tapi bagus dong kalau mereka beneran putus, kak Dylan artinya pilih lo? Lo bisa balik sama kak Dylan."
"Gue ataupun Alice bukan pilihan Jane, bukan berarti dia putus terus balik ke gue atau gue lepas dari Louis balik ke kak Dylan."
"Yaiyasih, kalau jodoh lo kak Dylan gimana?"
"Ya gak gimana-gimana, namanya jodoh, yaudah aja gitu."
"Gak asik ah, harus ada dramanya dulu. Masa langsung di terima gitu aja sih?" omel Jane dan Melody tertawa mendengar ocehan Jane barusan.
Yang dikatakan Jane mungkin ada benarnya, namun Melody saat ini tidak mau lagi berspekulasi apapun sebelum dia mengetahui kenyataan aslinya. Urusan Louis bertemu dengan Alice itu privasi mereka dan dia tidak seharusnya tau, begitupula hubungan Alice dengan Dylan. Mau seperti apapun mereka, bukan ranah Melody untuk ikut campur.
Omong-omong soal jodoh ataupun takdir, kalau nyatanya takdir membawa dia kembali kepada Dylan itu tidak bisa dia hindari. Takdir sesakit atau semenyenangkan apapun harus dia terima.
"Menurut lo Kate sama Anna bakalan temenan lagi gak?"
"Ngalihin topik pembicaraan males ah, kita lagi ngomongin hubungan lo yang kusut banget dan disitu-situ aja. Bolak balik aja gitu sama kak Dylan, padahal harusnya kan kalian udah masing-masing aja."
"Jawab dulu aja."
"Masih kok, mereka bakalan temenan lagi. Mereka bakalan balik kaya dulu, cuman perlu waktu, kan?"
"Hubungan Anna sama kak Liam?"
"Berlanjut nantinya, gue ngerasa mereka bakalan bersama."
"Menurut lo gitu ya? Anna bakalan sama kak Liam? Terus kak Angga gimana? Sama Kate gitu? Tukeran pasangan dong?"
"Enggak, kak Angga sama Kate gak bakalan cocok. Kak Angga sama orang kaya Anna aja gak cocok. Gatau sih, insting gue mikirnya gitu. Anna sama kak Liam bakalan sama-sama. Meskipun mereka awalnya mulai dengan cara yang salah, tapi sekarang kan mereka udah gak saling punya hubungan apa-apa lagi. Kalau mereka nantinya jalin hubungan, kan gak ada yang salah."
"Gue juga mikirnya gitu, kaya yaudah mereka jeda dulu buat semuanya..."
"Kalau lo gimana?" Kembali ke topik sebelumnya
"Gue juga perlu jeda buat semuanya, buat nata lagi. Tapi, gue udah jauh lebih ikhlas sih."
"Gue saranin kalau nanti kak Dylan mau balik, kasih syarat yang banyak, jangan langsung mau di test dulu."
"Dikira cpns kali," cibir Melody
"Hahahaha ya biar gak nyakitin lagi, biar terverifikasi gitu kuliatas cintanya."
"Serah dah serah."
"Pokoknya harus di test berlapis, test gue sahabat lo, test abang lo, test nyokap bokap lo, terus test kesungguhan."
"Ini mau pacaran atau nikahin gue sih?"
"Kan pacaran yang berprospek?"
"Hah? Berprospek jadi apa?"
"Jadi calon suami."
"Jane!!!!"
"Feeling gue lo nikah duluan."
"Abang dulu lah."
"Oh berarti gue dulu ya?"
"Yakin lo jodoh abang gue?"
"Kalau bukan gue, tinggal gue tikung lagi aja. Enak aja."
"Lupa kalau lo perjuangin abang udah bucin kek apaan tau."
***
Spoiler : Alice-Melody-Louis-Dylan
***
Maaf ya kemarin nggak update waktu hari sabtu
Soalnya lagi banyak kerjaan juga, jadi nulisnya dikit-dikit dan gak bisa langsung banyak. Biar banyak chapternya jadi selesainya juga lama.
Sisa chapternya bakalan lebih banyak sudut pandang Melody sih. Berarti sisa 13 chapter lagi ya.
Jangan lupa follow instagram
Asriaci13
Melodyalexaa
Dylanarkanaa_
***
With Love,
Aci istri sah dan satu-satunya Oh Sehun
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top