Chapter Enam Puluh Delapan | Random Talk
Now Playing | Elmatu - Aku Yang Salah
Selamat membaca cerita MeloDylan
Challengnya komen di setiap paragraf!! 🤪🤪
Bagian enam puluh delapan
Tugas aku hanya mencintai, mempercayai, setia dan menghargai dia sebagai seorang pacar. Urusan dia tergoda, mendua atau berbohong itu haknya, bukan? Setiap orang memiliki pilihan untuk setia atau mendua. Namun, dari kedua pilihan itu selalu ada konsekuensi yang akan diterima nantinya.
***
"Kamu beneran mau jemput Melody?"
Pertanyaan itu ditanyakan oleh Dylan berulang kali, pasalnya dia merasa sedikit khawatir dimana kekasihnya akan menjemput mantan kekasihnya untuk pergi makan malam bersama.
Entahlah seperti ada yang janggal. Dia juga tidak habis pikir mengapa Alice mengiyakan permintaan random dari Melody, padahal dia tau kalau Melody memang sengaja untuk menantang Alice. Tapi bukan Alice namanya kalau dia tidak menyukai tantanganya.
"Kenapa emangnya?"
"Aku ikut aja, gimana?"
"Dia maunya dijemput sama aku bukan sama kamu."
"Tapi..."
"Khawatir? Huh...?"
"Bukan gitu, cuman."
"Kenapa?"
"Kamu gak akan bahas masalah kemarin, kan?"
"Emang kemarin ada masalah?" Alice balas bertanya.
Dylan menghela napasnya lalu menatap ke arah Alice, dia tau akan selalu kalah jika beradu argumen dengan kekasihnya itu. Hanya saja, Dylan sangat tau bagaimana Alice selalu berpikir sedikit cerdik dan berbeda dari orang-orang biasanya.
Bahkan dia tidak merasa terganggu ketika hal ini berhubungan dengan mantan. Padahal secara normal, terkadang permasalahan dengan mantan akan berubah menjadi besar dan bumerang untuk hubungannya.
"Mengenai aku dekat lagi dengan dia."
Alice mengangguk paham, "Iya, aku tau."
"Jangan salahin Melody ya, kesalahan kemarin murni aku yang salah. Kalaupun dia merespons, mungkin itu naluri dia sebagai cewek."
"Iya, kamu gak usah khawatir."
"Gimana aku gak khawatir, baru kemarin kamu bikin anak orang ditampar oleh Ayahnya sendiri."
"Itukan karena salahnya, apa yang dia perbuat harus dia terima."
"Hal seperti itu berlaku sama Melody? Maksudnya dia udah ngerespons apa yang aku lakuin, apa kamu bakalan ngelakuin hal yang sama ke Louis atau siapapun itu yang nantinya deket sama Melody?"
"Enggak," jawab Alice, "udah lega sekarang?"
"Hm."
"Lan, tolong bedain ya. Yang dilakuin Shea sama Melody jelas beda konsep. Shea secara sadar kalau dia ngelakuin itu karena gak suka aku, kalau Melody ngerespons kamu bukan karena gak suka aku karena naluri seorang cewek yang mudah baper kalau dikasih perhatian lebih. Udah paham sampe sini?"
Alice kembali menatap ke arah Dylan, senyumnya masih tercetak manis di bibirnya.
"Aku sejahat itu dimata kamu?"
"Enggak," jawab Dylan dengan cepat, "cuman Melody anaknya suka gampang kepikiran terus nyalahin dirinya sendiri."
"Kamu percaya aku?"
"Iya."
"Aku gak akan apa-apain mantan kamu, kalau ada satu hal yang lecet atau perasaan dia sakit hati, kamu boleh salahin aku. Aku jemput dulu Melody, kita ketemu di tempatnya langsung."
"Hati-hati sayang..."
"Kamu juga."
***
Melody masih tak habis pikir dengan ucapan yang tidak dia pikir panjang. Bagaimana kini dia berakhir di mobil berdua dengan Alice. Gadis itu benar-benar menjemput ke rumahnya, berbicara dengan Bunda dan Ayahnya dan kebetulan ada Abangnya. Dari kesan pertama mereka melihat Alice, keluarganya langsung menyukai kepribadian gadis itu.
Kini Melody memperhatikan Alice yang tengah fokus menyetir, dia mengakui bahwa Alice cantik. Selama ini dia tidak membenci Alice sama sekali, dia juga tidak marah karena gadis itu datang sebagai pacar dari mantan kekasihnya. Melody sebelumnya beranggapan bahwa Alice berniat sengaja memamerkan bahwa dia adalah kekasih Dylan yang baru, hal itu membuat dia sedikit tidak nyaman.
Perpisahannya dengan Dylan bisa dikatakan tidak berakhir dengan baik, tapi keduanya telah selesai. Mungkin sebelumnya hanya dia yang salah mengartikan dari pesan yang dikirimkan oleh Dylan saat itu.
Karena Dylan mengatakan jika seandainya perasaan mereka masih sama, nyatanya perasaannya telah berbeda.
"Gue tau lo ngeliatin gue," ujar Alice, meskipun tatapan gadis itu masih fokus ke depan.
"Eh..." Melody menjadi salah tingkah.
Memang Alice sangat pintar membuat lawan bicaranya menjadi canggung seperti ini.
"Kenapa? Ada yang mau lo omongin ke gue?" tanya Alice, langsung pada intinya.
Sebenyarnya banyak ingin Melody utarakan, hanya saja dia mempertimbangkan banyak hal. Takut, seandainya pertanyaan yang akan Melody tanyakan membuat gadis itu tidak nyaman karena terlalu menyangkut hal pribadi.
Tapi, namanya saja manusia apalagi cewek terkadang sangat kepo akan urusan orang. Meskipun sudah ditahan-tahan untuk tidak kepo, tapi jiwa kepo akan menguar dengan sendirinya apalagi hal itu menyangkut dengan hal-hal yang pernah berkaitan dengan dirinya.
"Gue mau minta maaf..."
"Soal apa?"
"Emm... gue gak tau kalau lo sama kak Dylan belum putus dan gue pernah pergi bareng dan ngabisin waktu sama kak Dylan. Tapi gue gak ada maksud buat balik sama kak Dylan kok, gue hanya ngerasa saat itu gue dan kak Dylan ada di titik yang sama. Seenggaknya kalau ada orang yang mengerti, rasa sakit itu tak akan terlalu menyakitkan..."
Jeda, tak ada respons dari Alice. Takut-takut Melody melihat raut wajah Alice, takutnya tiba-tiba dia berubah menjadi nenek lampir dan mencekik Melody. Tidak itu terlalu berlebihan. Tapi, akan lebih menyeramkan kalau gadis itu tertawa seperti kuntilanak.
Melody berpikiran seperti itu, supaya tidak terlalu tegang karena Alice belum bersuara sama sekali setelah Melody mengatakan apa yang menurut dia menjadi kesalahannya.
"Lo marah banget ya? Sumpah, gue gak bermaksud jadi pelakor atau membuat hubungan lo berantakan. Gue gak ada maksud kesana sama sekali."
Alice menoleh sebentar ke arah Melody, dia bisa melihat raut wajah panik dari tatapan gadis itu. Lucu, pikirnya. Melody akan secara sukarela meminta maaf atas segala hal, meskipun terkadang itu bukan kesalahannya sama sekali.
Setiap orang memang berbeda-beda, ada yang seperti Melody akan dengan mudahnya meminta maaf meskipun itu bukan kesalahannya, bukan berarti dia kalah atau mengalah. Hanya saja, itu sebagai bukti bahwa ketika kita berani mengatakan kalimat permintaan maaf, entah pihak siapapun yang salah itu artinya kita sudah selamgkah lebih maju daripada orang-orang yang selalu merasa dirinya benar atau tidak pernah merasa salah.
Berbeda dengan Alice, dia sadar betul kalau dia akan meminta maaf ketika dia merasa dirinya bersalah saja. Kalau dia tidak bersalah, dia tidak akan mengatakan kalimat maaf sama sekali.
Atau terkadang ada orang yang selalu beranggapan bahwa dirinya benar dan gengsi mengatakan kalimat maaf, seolah permintaan maaf dan orang yang meminta maaf dianggap sebagai orang yang bersalah.
"Gue gak marah," ujar Alice
"Lalu? Kenapa lo diem aja? Bikin gue takut..."
"Takut?"
"Nanti diturunin dijalan," ucap Melody
"Pernah?"
Melody menggeleng, "Kalau diturunin nangis aja, jadi gajadi."
Alice tertawa mendengar jawaban Melody barusan, entahlah kalimat yang dikatakan oleh Melody cukup seperti hiburan untuknya saat ini.
"Ketawa, jawab dulu. Kenapa diem aja."
"Oh... gue udah tau, Dylan udah jelasin semuanya dan itu bukan salah lo. Justru gue mau say thanks."
"Hah..."
Bukan saatnya untuk mengcosplay menjadi keong.
"Makasih? Buat apa?"
"Lo menggantikan peran gue untuk Dylan," jawab Alice, "Oh... bukan, kalimat kaya gitu konotasinya negatif nanti salah mengartikan," ralat Alice, "gue paham lo gak ada niat balik atau ngerebut atau apalah itu sebutannya, gue paham, gapapa. Makasih karena udah selalu ada buat Dylan di waktu terendah dia, jadi permintaan maaf lo gue terima."
"Harusnya lo marah..."
"Kenapa?"
"Kak Dylan ngabisin waktu sama mantannya, lo gak khawatir gitu?"
"Khawatir," ujar Alice, "gue gak marah bukan gue gak peduli," sambungnya. "Tapi, gue berusaha buat enggak mempermasalahkan hal itu. Ketika gue menjalin suatu hubungan, artinya gue percaya dia. Gue percaya apapun yang dia katakan sama gue, ini buat statment bodoh, karena kalau gue meragukan dan menanyakan hal-hal yang belum pasti seperti menuduh imbasnya akan ke hubungan itu sendiri. I know, lo sama Dylan pernah menjalin suatu hubungan, bahkan mungkin kenangan lo banyak, tapi gue paham lo gak pernah ada niatan buat balik atau ngambil dia dari gue.
"Maka dari itu ketika Dylan mengatakan kalian hanya teman dan gak lebih dari itu gue percaya, gue mencoba menerima semua masa lalu dia."
"Kok bisa..." Melody terlihat ingin tahu, "kok bisa lo berpikiran seperti itu dan gak negatif thinking gitu?"
"Perasaan lo harus bebas Mel, di pikiran lo jangan berspekulasi 'dia nanti sama cewek itu ngapain' atau 'dia gak ngelakuin apa-apa, kan?' tapi berusaha tanamin, dia akan selalu menjaga perasaannya dan hanya lo yang memiliki hatinya. Itu membantu agar tidak memiliki pikiran buruk atau menuduh macam-macam."
"Kalau dia ternyata main perasaan dan membohongi lo?"
"Artinya dia bukan yang terbaik, sudahi."
"Bukannya akan lebih menyakitkan karena sebelumnya terlalu percaya?"
"Iya, tapi kan gak bisa memaksa perasaan seseorang. Tugas gue hanya mencintai, setia dan memberikan yang terbaik untuk orang yang jadi pasangan gue. Urusan dia tergoda cewek lain, selingkuh, berbohong itu hak dia. Setiap orang berhak memilih antata setia atau mendua, tapi semua hal ada konsekuensinya, kan?"
Melody setuju dengan pendapat yang diutarakan oleh Alice barusan, pemikiran itu membuat Melody terbuka. Dia yang terkadang berpikiran negatif dan berprasangka yang tidak-tidak, merasa insecure padahal tidak ada yang mengatakan apa-apa.
Sebenarnya rasa insecure itu muncul karena mereka terlalu membandingkan dirinya dengan orang lain, sampai mereka lupa bersyukur akan nikmat yang sudah diberikan Tuhan. Mencoba mencintai diri sendiri dan percaya akan diri sendiri itu jauh lebih menyenangkan dna membahagiakan daripada terus menerus membandingkan, hal itu tidak akan pernah ada habisnya.
"Lalu seandainya pasangan lo selingkuh atau tergoda apa yang akan lo lakuin?"
"Tinggalin," jawab Alice, "setiap orang berhak memiliki kesempatan kedua, tapi yang namanya pengkhianatan sudah tidak bisa di berikan lagi. Selingkuh itu bukan khilaf, selingkuh itu dia lakukan secara sadar dan dia gak menghargai kita sebagai pasangannya. Orang seperti itu, sudah tidak bisa diberikan lagi kesempatan. Gue akan memaafkan tapi gak akan memberikan kesempatan kedua."
"Begitu ya..."
"Ini jadinya talkshow atau gimana? Lo nanya gue masalah kaya gini, giliran gue nanya deh."
"Pertanyaannya jangan susah-susah..."
"Lo selama deket sama Dylan kemarin, lo ngerasa baper lagi?"
Pertanyaan yang membuat Melody langsung menelan ludahnya saat itu juga. Sangat tidak ada aba-aba, sangat terkejut, itu pertanyaan yang memiliki jawaban harus menggunakan rumus-rumus dan sulit untuk dijelaskan sama sekali.
"Itu katergori hard ya?" Alice tersenyum, "gue ganti pertanyaannya, kenapa lo mau ikut makan malam sama gue bareng Dylan?"
"Alice, bukan gue gak mau jawab, cuman gue masih bingung. Gue gak baper, tapi gue gak tau. Sorry, gue harap perasaan ini sementara. Tapi plis lo jangan keganggu ya, gue gak ada maksud apa-apa. Untuk pertanyaan lo yang itu, karena lo ngajak dan lo bilang ada Louis."
"Perasaan lo masih di Louis, kan? Lo gak akan semarah dan secemburu itu sama gue waktu di coffee shop," ujar Alice, "tapi boleh gue kasih saran? Jangan berspekulasi banyak hal, kalau seandainya ada yang membuat lo bertanya-tanya saat menjalin sebuah hubungan, mending lo bertanya langsung ke orangnya daripada lo menduga-duga."
"Ah...iya, gue udah berpikir yang enggak-enggak sama lo. Menganggap lo semacam balas dendam karena gue pernah deket sama kak Dylan dibelakang lo."
Berbicara jujur dari hati ke hati, tanpa ada perasaan canggung atau berpikiran negatif. Memang hanya mendengar dari cerita orang tidak menjamin mengenal orang itu lebih dalam.
"Kalau gue ikut saran Kate mungkin seperti itu," ujar Alice, "dia menyarankan untuk menggunakan Louis agar lo jujur sama perasaan lo, jangan salahkan Kate, dia melakukan itu untuk lo dan gue tau lo orang yang paling paham bagaimana Kate dibanding gue."
"Emang Kate bilang apa?"
"Em... gak banyak, dia hanya mau lo menyuarakan pendapat lo enggak hanya iya atau mengikuti alur. Lo berhak menolak dan menerima, jangan terlalu mengandalkan gengsi atau nanti lo akan kehilangan lagi. Memang, cewek tuh harusnya nunggu, enggak mulai duluan tapi kalau terlalu no respons dan pura-pura tidak peka hanya karena bersikap sok jual mahal agar merasa susah didapatkan, jatohnya akan kehilangan lagi. Cowok mana yang mau nunggu lama tanpa kepastian? Wajar kok kasih respons saat lo juga suka sama cowok itu, hal itu gak akan membuat harga diri lo turun kecuali lo respons banyak cowok."
"Lo banyak bicara ternyata ya," ujar Melody, "gue pikir lo tipe yang hanya berbicara seperlunya mengingat tipe kak Dylan sendiri yang seperti itu. Kate memang sebaik itu, tapi dia kadang masih berpikiran seperti anak kecil tidak berpikir panjang."
"Ummm Alice, gue boleh tanya satu hal?"
"Lo dari tadi udah nanya banyak hal, satu pertanyaan lagi gue masih bisa jawab."
"Untuk masalah kak Fathur, lo gak ada niatan maafin dia gitu? Gue tau dia salah, salah banget cuma kak Fathur udah merasa bahwa dirinya salah juga dan merenungkan kesalahannya. Keluar dari penjara dia akan terkena sanksi sosial dan mungkin akan berpengaruh sama masa depannya. Gue bukan bermaksud membela kak Fathur, cuman... selama ini kak Fathur udah baik banget sama gue. Lo emang gak tau seberapa baik dia, tapi gue bisa jamin kalau kak Fathur gak sejahat itu dan setiap orang berhak diberi kesempatan."
Obrolan ini sepertinya sudah semakin mendalam dan Melody juga sudah mulai berani menyinggung masalah mengenai Alice, mengenai tindakannya. Segala hal sudah mulai membaik, Samudera juga sudah ditangani oleh orang yang ahli di bidangnya dan Ibunya entah kemana, wanita itu selalu menghilang dan akan datang lagi ketika membutuhkan sesuatu.
Alice tak peduli, biarkan saja.
Dua hari lalu Bella pun mengatakan hal yang sama kepadanya, dia meminta agar Alice melepaskan Fathur. Tapi yang anehnya, Bella enggan bertemu dengan Fathur lagi. Entah mengapa.
"Sebelumnya Bella pun meminta hal yang sama," ujar Alice
"Oyaa kak Bella? Dia masih peduli sama kak Fathur?"
Alice mengangguk, "Iya, bahkan menurut gue jauh dari kata peduli. Hanya saja entah apa yang mengganggunya sampe dia gak mau ketemu Fathur dan menghindar."
"Mungkin kak Bella butuh waktu, jangan dipaksa."
"Lo mau bantu ngomong sama Bella?"
"Tentang?"
"Fathur, gue tau Bella mencintai Fathur tapi entah apa yang ada di kepalanya saat ini sampe dia begitu."
"Oh... iya nanti gue bakalan bantu ngomong sama kak Bella."
"Tenang aja, gue tau Fathur anak yang baik setidaknya itu dari cerita Dylan dan setelah gue mendengar itu dari Bella dan lo, gue jadi yakin. Biar bagaimanapun dia harus menerima hukuman atas apa yang dia lakukan, itu konsekuensinya. Tapi, dia memiliki otak yang cemerlang, seperti kata lo dia berhak untuk kesempatan kedua, gue sudah menyiapkan planning untuk dia. Mungkin akhirnya dia akan bekerja di perusahaan keluarga gue. Saling menguntungkan bukan?"
"Makasih ya, gue lega dengernya. Tapi gue bener-bener bisa jamin, kalau kak Fathur emang sebaik itu. Dia juga mungkin gak ada pilihan lain. Omong-omong, gue turut berduka cita untuk kasus kakak lo, meskipun telat tapi semoga cepet sembuh dan bisa menerima kenyataannya ya."
"Umm... ya, Sam sudah jauh lebih baik."
"Oh iya Alice..."
"Iya?"
"Buat permintaan lo waktu itu..."
"Permintaan yang mana?"
"Tentang lo mau jadi teman gue, masih berlaku?"
"Bukannya lo udah nolak?"
"Umm... iya sih, cuman kan waktu itu."
"Oke, gue ulang. Melody, can we be friends?"
Melody mengangguk, "Iya."
"Btw, hubungan gue dan Dylan gak semulus yang lo kira, kita berada di garis abu-abu sekarang."
"Kenapa lo cerita ke gue?"
"Bukannya kita teman? Teman terkadang saling curhat bukan?"
"Iya juga ya, sekarang kita temenan."
"Sebenernya itu alasan gue pergi waktu itu, cuman kalau gue jelasin sekarang bakalan panjang banget dan karena kita sudah berteman, kita akan punya banyak waktu. Jadi mungkin besok atau lusa, gue bakalan jelasin dan ada Dylan juga yang akan jelasin nanti."
"Emangnya boleh? Kak Dylan kan gak suka kalau masalahnya diketahui banyak orang."
"Boleh, kan gue yang cerita."
"Hehe iya..."
"Tapi Melody, daripada lo berharap sama Louis. Maksud gue, lo sama dia sudah jelas beda. Meski lo dan dia saling sayang tapi restu Tuhan yang utama kan? Kalau restu orang tua kita masih selalu bisa yakinin dan mencoba yang terbaik. Kalau urusan pindah agama? Gue tau meski lo gak memperdalam masalah keyakinan lo, tapi lo paham kan untuk berpindah keyakinan gak semudah itu ada banyak hal yang perlu dipertanggungjawabkan. Jadi, mending dilepas ya?"
"Iya, lo bener. Gue selama ini berusaha melepas."
"Gapapa, perlahan. Kalau lo pada akhirnya balik sama Dylan juga gapapa."
"Heh... dia pacar lo, ngapain gue balik sama cowok yang punya pacar."
"Maybe gue kenalin sama kenalan gue, namanya Sagara Miller. Meskipun dia agak berisik anaknya dan kepo, tapi cukup baik dan bisa diandalkan. Yang terpenting dia royal dan mau dibuat susah."
"Jomplang banget sama kak Dylan?"
"Yaps, but he's funny. Maybe next time gue kenalin, lumayan agak pinter urusan bisnis. Dijamin makmur lo kalau sama dia, lo minta mobil aja kayanya dikasih."
"Ada orang yang buang-buang duit sebanyak itu?"
"Ada, dia orangnya."
"Jadi penasaran."
"Nanti gue kenalin, Dylan tau kok, cuman Dylan gak terlalu suka sama orangnya."
"Kan kak Dylan cowok masa suka sama cowok."
"Hahaha... gapapa orientasi seksual orang gak ada yang tahu. Tapi, maksud gue bukan suka dalam artian lover. Orangnya agak kepedean, tapi keluarganya keluarga baik-baik."
Jika seperti ini, Alice sudah lebih menyerupai biro jodoh dan entah mengapa Melody malah menyetujui ajakan konyol Alice tersebut.
Semoga bukan langkah yang salah ketika dia keluar dari zona nyamannya, berusaha berdamai dan memutuskan untuk berteman dengan Alice dan mau dikenalkan dengan orang yang baru.
Hanya saja dia selalu berharap persahabatan dia dengn ketiga temannya akan baik-baik saja, meskipun dia tau semuanya butuh waktu.
***
Terima kasih sudah membaca cerita MeloDylan
Cukup panjang chapter ini dan akhirnya update sesuai jadwal juga.
Btw mampir ke instagramku @asriaci13 lagi ngadain giveaway 9 novel! Yeay. Berakhir sampe tanggal 25 Juli, jangan sampai ketinggalan.
***
Jangan lupa follow instagram
Asriaci13
Melodyalexaa
Dylanarkanaa_
***
With Love,
Aci istri sah dan satu-satunya Oh Sehun
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top