Chapter Empat Puluh Lima | Permintaan Alice

Now Playing | Jikustik - Puisi

Selamat Membaca cerita MeloDylan

Bagian Empat Puluh Lima

Sekali masuk ke lingkaran setan bakalan susah untuk keluarnya. Seperti yang namanya perselingkuhan.

Sama yang sedang Anna dan Liam lakuin sekarang.

***

PAGI sekali Alice datang ke rumah Dylan, mengajaknya untuk jogging dan menikmati suasana pagi hari di sekitar perumahan Dylan. Meskipun saat itu Alice mendapati Dylan masih tertidur dengan pulas bersama Angga. Dan disinilah mereka sekarang, di ruang televisi dengan Dylan tiduran di paha gadis itu. Alice membelai lembut rambut kekasihnya.

Dylan menikmati setiap sentuhan Alice, membuatnya nyaman. Sampai dia menutup matanya. Dia ingin seperti ini terus saja, semoga yang dia harapkan terjadi.

"Aku punya permintaan sama kamu," kata Alice

"Minta apa?" tanya Dylan, seraya membuka matanya dan menatap ke iris abu-abu milik kekasihnya itu.

"Tentang Sam." Alice menjeda ucapannya sebelum dia melanjutkan kalimat selanjutnya, "aku ingin kamu yang menuntut orang itu."

Mendengar permintaa Alice, Dylan langsung merubah posisinya menjadi duduk. Dia menatap ke arah Alice dengan serius. Meyakinkan dirinya bahwa apa yang dikatakan sang dara adalah kebohongan.

"Kenapa?" tanyanya meminta penjelasan atas permintaan gadisnya itu.

Senyuman Alice melengkung sempurna, senyuman yang memiliki banyak arti, "Akan lebih menyakitkan untuk dia kalau kamu yang laporin dia, kan?" Gadis itu mengelus lembut pipi kekasihnya, "Dia udah ngerebut mimpi Sam, apa aku gaboleh membuat dia merasakan sedikit apa yang Sam rasakan."

"Tapi itu terserah kamu, aku gak maksa. Cuman, aku berharap kamu ada di pihak yang benar."

"Aku..." Kalimat yang ingin dikatakan oleh Dylan menggantung, pemuda itu tidak menyelesaikan kata selanjutnya.

Tentu saja dituntut oleh seorang teman. Dylan bisa melakukan apa saja keinginan gadisnya itu, tapi hal ini akan sulit dia lakukan. Meskipun Alice benar, melaporkan temannya adalah hal yang sesuai hukum. Namun, dia tidak ingin melakukan itu. Tapi disisi lain, Dylan tidak mau menyakiti kekasihnya itu dan dia akan selalu menuruti permintaan kekasihnya.

"Aku gak maksa kamu, aku cuman minta hal itu sama kamu. Kamu boleh laporin dia kapan aja, itu permintaan aku. Kamu bisa kabulin, kan?"

Kalimat yang dikatakan oleh Alice benar-benar semakin membuatnya tertekan. Memang, kalimat Alice tidak memaksa, namun dengan begitu beban yang dia terima akan semakin berat.

"Kita bikin perumpamaan deh, misalnya aku nabrak Bella nih. Terus kamu kan pacar aku, kamu bakal laporin aku atau biarin aku?"

Bibir Dylan terkunci, dia memilih diam saja. Tapi, biar bagaimanapun kekasihnya benar bahwa orang itu harus mempertanggungjawabkan semua kesalahannya.

Hany saja, jika Dylan melaporkan orang itu yang terluka bukan hanya satu orang saja. Ini pilihan yang sulit, seandainya Alice yang melaporkan mungkin tidak akan sesulit ini.

"Tapi, kan bukan Bella," ujar Dylan

Alice terkekeh pelan mendengar jawaban kekasihny itu, dia mengangguk.

"Ya gakmungkin Bella, dia kemana-mana dianterin. Lagian dia ada di Amerika bareng kita tahun lalu." Alice bangkit berdiri dari tempatnya, "Pikirin aja dulu, aku gaminta cepet-cepet." Gadis itu tersenyum, "Aku mandi duluan, setelah itu kita berkunjung ke tempat Sam. Hari ini ada banyak tempat yang ingin aku kunjungi. Termasuk rumah Mama."

***

Jauh di dalam lubuk hatinya dia masih mencintai Kate, tetapi terkadang Kate terlalu menyepelekan perasaannya. Bermain-main sesukanya hanya karena dia tau bahwa Liam sangat mencintainya.

Namun, perasaan seseorang bisa saja berubah bukan? Saat dia merasa tak dihargai, maka perasaan itu perlahan akan berganti dan mungkin saja pindah ke hati yang baru.

Malam tadi Anna memberitahunya bahwa dia akan mengatakan sejujurnya kepada Angga, dia tidak bisa lagi menyakiti Angga dengan berbohong masih mencintainya. Liam tau konsekuensinya dan dia pun tidak mau melepaskan Anna.

Liam mencintai Anna. Saat ini dia lebih mencintai Anna dibandingkan dengan Kate.

Lalu mengapa Liam harus memohon agar Kate memaafkannya, semua dia lakukan untuk orang tuanya. Kedua orangtuanya sangat menyayangi Kate, bahkan saat orangtuanya tau mereka bertengkar dan memilih memutuskan pertunangan itu dia dimarahi oleh keduanya. Mereka mengatakan bahkan meskipun Kate salah pun, dia harus tetap memohon kepada gadis itu.

"Yam, liat deh, tasnya cocok gak buat gue?" tanya Kate yang tengah memilih beberapa tas di salah satu store.

"Beli aja semau kamu, love."

"Butuh pendapat nih." Gadis itu menyentuh tangan Liam, "pilihin dong."

"Semuanya bagus."

"Gue gak bisa beli semuanya, nanti Mami ngomel."

"Kan aku yang beliin."

"Biasanya perhitungan banget lo, gara-gara mau dikasih kesempatan jadi gini?" tuding Kate yang langsung dibalas gelengan oleh Liam.

"Tenang yam, gue gak bakalan putusin lo kok, gue bakalan ngiket lo di status pertunangan kita," ucap Kate dalam hati, "itu timbal balik atas apa yang pernah lo lakuin sama gue kemarin."

Selagi Kate sibuk memilih-milih tas dan sepatu, Liam mengirimkn pesan kepada Anna. Menanyakan keadaan gadis itu, tak bisa dipungkiri bahwa dirinya khawatir.

Apakah dia telah selesai berbicara dengan Angga? Atau dia kembali dan tidak berbicara dengan Angga.

Liam benar-benar membutuhkan kabar dari gadis itu sekarang juga.

"Yam, selingkuhan lo nih ngajakin ketemuan," ujar Kate sambil memperlihatkan roomchat grupnya.

"Lo mau ikut?" tawar Kate sambil terus membalas chat.

"Kate, aku udah gak ada hubungan apa-apa sama Anna," imbuh Liam dengan suara lembut, "tapi aku nganterin kamu ke rumah dia ya."

Kate hanya tersenyum lalu mengangguk. Lalu Liam pamit ke toilet dan Kate tak peduli, dia masih sibuk dengan belanjaannya. Alasan Liam pamit ke toilet adalah, dia ingin menelepon Anna, karena dia hanya membaca pesannya dan tidak membalasnya.

Liam dibuat kalang kabut oleh gadis itu, tanpa menggu lama dia langsung menelpon Anna.

"Na, kamu dimana?"

"Di mobil."

"Dianterin Angga?" tanya Liam sedikit ingin tahu.

"Enggak, gocar. Kalau dianterin dia gak mungkin bisa angkat telepon kamu, kan? Kamu gimana kok bisa telepon aku padahal lagi sama Kate."

"Kok tau?"

"Aku kan temennya."

"Jadi?"

"Aku sama Angga putus, aku gak sanggup sakitin dia lagi. Dia gak akan putusin dan dia tetep bakalan maafin gue, kamu tau dia sebucin apa sama aku. Aku cuman pengen jujur sama diri aku sendiri aja, kalau aku udah gak ada perasaan sama dia daripada kaya kemarin, kan."

Liam bisa mendengar ada isak tangis disana. Dia menghela napasnya perlahan.

"Are you oke, love?" tanyanya memastikan.

"I'm Oke. Kamu balik ke Kate, nanti curiga kalau lama-lama."

"Kangen," suara Liam terdengar parau.

"Iya, sama. Tapi, Kate lebih penting, kan sekarang?"

"Kenapa Mommy sayang banget sama dia sih," rajuk Liam

"Ya, karena dia baik gak kaya aku mau sama pacar temen sendiri hehe."

"Na."

"Iya?"

"Sayang kamu. Aku matiin ya teleponnya."

Sambungan telepon itu terputus lalu Liam membersihkan panggilan telepon itu dan kembali kepada Kate. Kate menunggu di depan satu store tadi dengan beberapa kantong belanjaan ditangannya. Senyumnya merekah, lalu dia memberikan beberapa kantong belanjaannya untuk dibawakan oleh Liam.

Satu tangannya yang menganggur diselipkan di tangan Liam. Liam cukup terkejut dengan tindakan tiba-tiba Kate barusan. Sebelumnya memang mereka sering seperti sekarang, namun efek berantem dan hubungannya dengan Anna diketahui ini menjadi guncangan hebat buat Liam.

Tidak biasanya Kate kembali menjadi manis dan manja lagi.

"Kenapa? Gak suka kalau gue pegang?" tanya Kate sarkas.

Liam menggeleng, "Gapapa, kaget aja."

"Seneng?" Kate menampilkan puppy eyesnya sambil tersenyum.

Jawaban Liam hanya anggukan kecil, gemas.

"Coba kasih tau yang kelebihan Anna sampe kamu ngelirik dia?"

"Kate," tegur Liam, yang dijawab anggukan paham oleh Kate. Sejujurnya Kate tahu hubungan di antara mereka masih terjalin.

Namun, jika dia melepaskan Liam lebih dulu akan dengan mudahnya mereka menjalani hubungan dan itu sangat menyebalkan.

"Jatuh cinta sama gue lagi ya Yam? Mau, kan?"

"Hah?" Liam cukup terkejut dengn permintaan Kate barusan, namun dia tersenyum "Iya."

"Jangan ada orang lain lagi."

"Iya."

"Beneran?"

"Iya."

"Kamu sayang aku, kan?"

"Sayang."

"Sayang Anna?"

"Sayang."

Aduh sial, Liam latah banget. Emang mulutnya gak bisa bohong banget. Kate hanya tersenyum sekilas. Sudah pasti dia akan berasumsi lain.

"Maksud aku bukan gitu babe."

"I know, lagipula kamu milik aku Yam. Kalaupun kamu sayang Anna kalian gak bisa sama-sama, kan? Palingan Anna di cap pelakor kalau tetep nekad."

Yassalam, berabe urusannya kalau udah sama Katrina Azzela. Liam nyerah udah, singa betinanya keluar.

***

Alice dan Dylan berdiri di depan salah satu pintu kamar rumah sakit jiwa. Mereka bisa melihat dari kaca pintu kamar, disana ada seorang pemuda yang tengah duduk di kursi roda. Ruangannya benar-benar tertutup bahkan tak ada jendela. Sebelumnya Alice menjelaskan bahwa kakaknya itu akan kambuh saat melihat dunia luar, makanya benar-benar di kurung di ruangan seperti ini.

Hanya ada ranjang ukuran king size dan televisi yang tertempel di layar.

"Sus kita mau masuk sekarang," pinta Alice kepada suster yang mengantar mereka.

Suster itu mengangguk dan membuka pintu kamar Samudera.

Indera pendengaran Samudera sangat peka, terbukti dia langsung menoleh saat Alice masuk ke dalam ruangannya. Samudera tersenyum ke arah adiknya, sementara dia hanya menampilkan wajah datar ke arah Dylan.

Dylan bingung, dia belum pernah bertemu dengan orang seperti Samudera. Dia takut kalau kata-kata tajamnya bakalan menyakiti perasaan Samudera.

"Hai Sam, gimana keadaan kamu hari ini?" tanya Alice dengan lembut sambil menggenggam tangan Samudera.

"Baik," jawabnya singkat

"Kenalin ini Dylan, calon tunangan aku."

"Sam," ucap Samudera singkat. "Makasih Mas udah bahagiain adik saya."

Dahi Dylan bergelombang, Samudera terasa normal dan dia cukup nyambung saat Alice mengajaknya mengobrol. Banyak sekali pertanyaan yang ingin dia tanyakan kepada Alice. Tentang alasan kenapa harus dikurung di rumah sakit jiwa?

"Mas ini pengin tau banyak hal juga ya," ucap Sam disertai seringai kecilnya, "tanyain aja mas, gapapa."

Kali ini Dylan benar-benar terkejut dengan perkataan Sam. Seperti tengah menjawab pertanyaan dibenaknya.

Mungkinkah Sam pura-pura sakit?

Namun pemikiran itu langsung hilang saat Samudera lepas kendali dan berhalusinasi dan merasa ketakutan. Serangan panik. Alice memeluknya dan menangis, menenangkannya dengan selembut mungkin. Perlahan Samudera benar-benar tenang.

Kurang sempurna apalagi calonnya ini. Dylan tersenyum.

"Sam dua hari lagi ya. Sabar. Oke?" pinta Alice dengan lembut, "Sam janji kan gak akan aneh-aneh? Biar diizinin keluar dan tinggal bareng aku aja?"

Dylan menatap ke arah Alice, namun setelah itu Alice berbisik dia akan mengatakannya nanti, tidak disini. Alice pamitan kepadan Sam, meskipun tidak dijawab oleh pemuda itu, tatapan matanya kosong. Benar-benar seperti menganggap tak ada orang disana.

"Maaf ya, Sam begitu. Kadang normal dan enggak, tapi sejauh ini perkembangannya udah mulai membaik."

"Butuh bahu atau dada gue?" tawar Dylan

"Dada," ujar Alice manis.

"Sini peluk." Dylan mendekap gadis itu, Alice merasa nyaman. Pemuda itu seperti rumah untuknya.

"Aku sayang banget sama Sam, kamu bisa kan pertimbangin permintaan aku yang tadi pagi?"

"Iya sayang, tapi kita fokus dulu sama acara kita ya."

Alice mengangguk.

"Ketemu Mama ya setelah ini."

"Siap. Abis itu kemana lagi?"

"Kafe cat?"

"Siap, lalu?"

"Nongkrong di monas yuk? Terus foto disana. Masa orang sini kamu gak pernah foto disitu sih, kalah sama turis."

"Sure baby." Pelukan itu mengendur sebelum akhirnya terlepas, lalu Dylan meraih tangan Alice dan menggenggamnya.

***

Flashback

"Gue putus dari Angga dan gue punya hubungan sama Liam," jujur Anna tanpa jeda dan tanpa mengucapkan bismillah.

Bagai disambar petir mereka terkejut. Jane yang benar-benar terkejut bahkan sampai donat yang tengah dia gigit terlempar.

Sementara Melody dia terkejut karena Anna akan berkata jujur seperti ini, blak-blakan. Namun, ekspresi Kate sulit untuk di baca. Gadis itu hanya tersenyum ke arah Anna.

"Tapi lo udah gak ada hubungan sama Liam, kan?" tanya Jane penasaran

"Kata Liam sih gak ada, tapi gataulah. Namanya kan kekasih gelap, semuanya gelap gak kebaca sampe kebablasan kayanya," cibir Kate, meskipun diselingi tawanya yang renyah.

Bukan waktunya untuk tertawa saat ini. Berasa nonton horor emang. Aura Kate seperti ingin membunuh saat itu juga.

"Gue sayang Liam, itu faktanya," jujur Anna lagi.

Lancar seperti jalan tol.

"Tapi, Liam sayangnya cuman sama gue sih, tadi sih ngomongnya gitu." Kate menyambar lagi, namun Melody dan Jane membiarkannya.

Wajar reaksi dia berlebihan seperti sekarang. Mana ada orang yang baik-baik aja saat tunangannya memiliki hubungan dengan sahabatnya sendiri.

"Gue tau gue salah, gue minta maaf dan kalian juga pasti gak nyaman sama gue. Gue bakalan left dari grup juga, kalau kalian gamau temenan sama gue lagi gapapa. Ya ini salah gue juga, gue yang baperan dan ganjen saat ada yang deketin. Gimana lagi saat lagi jenuh gue nemuin orang yang beda, gue tau gak seharusnya karena dia pacarnya temen gue sendiri tapi giamana, namanya perasaan susah."

"Lo gak perlu left Na," ujar Kate, yang langsung mendapat tatapan dari Anna menunggu maksud dari ucapannya barusan.

"Yang punya masalah sama lo itu gue, Melody dan Jane gak terlibat. Jadi hubungan lo gak baik cuman sama gue, kalau sama Melody dan Jane fine aja kan bukan pacar mereka yang lo ambil." Kate tersenyum, namun sangat menyeramkan senyumannya, setelah itu dia pamit untuk pulang lebih dulu.

"Makasih atas kejujuran lo, kali ini gue bener-bener yakin gak akan lepasin Liam. Maaf ya Na, Liam milik gue dan selamanya juga akan begitu. Cari cowok lain aja ya Na? Mau gue cariin yang modelan kek pacar gue?"

Semuanya hening. Tak ada yang berbicara, takut salah ujungnya akan ruwet dan bingung.

"Gue gak bisa sharing cowok gue sama orang."

Setelah itu Kate benar-benar pergi meninggalkan mereka dan Anna menangis. Lalu Melody pulang lebih dulu, dia di jemput oleh Louis. Entah  yang ada di pikirannya saat itu adalah Louis, krena abangnya lagi pusing masalah skripsian.

Tinggallah Jane.

"Gue nginep disini ya Na."

"Lo gak benci sama gue?" tanya Anna bingung

"Kecewa sih, tapi gue juga dulu melakukan hal yang sama. Ngegodain Bang Ical saat masih punya pacar, jadi apa bedanya gue sama lo? Ya cuman gue gak kenal pacarnya bang Ical dan lo kenal."

Anna benar, Jane mengerti akan situasinya. Tapi memang perbuatan Anna tak bisa dibenarkan, semua itu salah. Perselingkuhan itu salah.

"Jadi mau cerita sama gue kenapa lo sampe kepincut sama cowok modelan tai ayam itu?" tawar Jane disertai senyum tulusnya.

Jane tau Anna salah, tapi dia ingin memberikan Anna kesempatan untuk menjelaskan. Dia tidak ingin Anna menjauh dan melakukan hal bodoh, dia butuh teman untuk berbagi cerita. Biar bagaimanapun Anna selalu baik kepadanya.

"Gue anak adopsi," jujur Anna, "dan gue baru tau belum lama ini."

Sepertinya kedua mata Jane akan keluar dari tempatnya seketika.

"Ini bukan prank, kan Na? Atau lo kebanyakan nonton drama korea jadi gini?" panik Jane, dia sepertinya sudah hilang akal.

"Maunya cuman prank, tapi enggak Jane. Gue dikasih tau sama Nyokap dan Bokap. Katanya gue udah dewasa saatnya tau, karena emang harus dikasih tau sih. Gue syok berat, mau marah mau kecewa. Gue ngehubungin Anna disaat itu gue bener-bener butuh dia, tapi dia sibuk sama kuliahnya dan dia bales chat gue singkat-singkat, lalu kalian bertiga juga sibuk. Gue tau kok kalian punya urusan dan masalah masing-masing dan gue gak mau nyusahin dan jadi beban, gue akhirnya mutusin pergi ke club, mungkin yang pertama kalinya. Gue mabuk, niatnya pengin jernihin kepala malah dibuat pusing. Namun tanpa sadar gue nelpon Liam, karena cuman dia yang bisa dihubungin.

"Dia dateng dan jemput gue, gue gak mau pulang dan dia bawa gue ke hotel."

"Anjir lo udah ngamar aja sama dia."

"Kaga anjir Jane, fokus dulu jangan negatif."

"Oke, lanjut."

"Ya alesan gue gak mau pulang karena gue gak mau pulang dalam keadaan bau alkohol. Bonyok nerima dan emang gue butuh waktu, tololnya gue tanpa sadar gue ceritain semuanya sama Liam, mungkin gak sadar juga. Liam pulang kok, gak nemenin gue. Gue tidur sendirian. Cuman paginya dia datang lagi, bawain bubur dan baju ganti yang baru dia beli. Dia yang nemenin gue ngejernihin pikiran, dia yang genggam tangan gue duluan, dia yang peluk gue saat gue nangis, dia yang selalu mensupport gue dikala gue down. Gue gak bisa salahin Angga dia pacar gue bukan berati dunia dia selalu gue, disaat gue mau cerita sebelum hubungan gue dan Liam makin jauh, Angga malah tournamen games sama temen-temennya terus kegiatan reuni yang cukup menyita waktu. Disaat itu cuman Liam yang selalu nemenin gue, bahkan dia yang bikin gue sadar kalau orang tua gue sayang sama gue."

Jane mengerti sangat mengerti mengapa Anna menyukai Liam dan mengkhianati pacar bahkan temannya. Jane melebarkan tangannya lalu memeluk Anna.

"Berhenti jadi Anna yang sok dewasa ya? Meskipun gue sibuk lo kabarin gue aja dulu, gue selalu ada 24 jam buat lo asal jangan pas lagi boker lo nelpon gue. Maafin udah jadi sahabat yang gak pengertian ya Na."

"Biar gue tebak, lo masih kan sama Liam?" tanya Jane langsung tanpa basa basi.

Perlahan tapi pasti Anna mengangguk.

"Udah gue duga, lingkaran setan perselingkuhan itu bangsat banget sih. Gue kenalin ama abang gue mau gak? Dia jomblo dari lahir, kasian gak laku, otaknya adaan gak kopong kok."

***

Melody Alexandria

Mel bisa ketemu?
Ada yang harus gue pastiin sama lo.

***

Terima kasih sudah membaca cerita MeloDylan

Siapa yang chat Melody?

kalian kubu mana?

#Anna

#Kate

***
Sam beneran sakit apa engga?

#Iya

#Kagak

***

Jangan lupa follow instagram :

asriaci13

dylanarkanaa_

aliciamillyrodriguez

melovedy_

***

With Love,

Aci istri sah dan satu-satunya Oh Sehun

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top