CHAPTER EMPAT | Pelukan Terakhir?
NOW PLAYING | Kim Jae Hwan - Begin Again
SELAMAT MEMBACA CERITA MeloDylan
BAGIAN EMPAT
Sekali ini saja, sebelum aku benar-benar melepaskanmu biarkan aku bersandar di pundakmu, dan menangis di dadamu. Setelah itu, aku tidak akan mengganggumu lagi. Silahkan, hiduplah dengan tenang.
***
COWOK itu memperhatikan seorang gadis yang tengah menangis disebuah halte. Mungkinkah dia tadi keterlaluan sehingga membuat gadis itu menangis seperti sekarang? Tetapi, tidak ada yang bisa dia lakukan lagi, dia tidak ingin menyakiti Alice dan membuat gadis itu bingung. Matanya melirik ke arah tangan yang menggenggam tas Melody yang sengaja dia bawa sewaktu di kafe.
Dylan menghela napasnya perlahan, lalu menghampiri Melody meskipun dia rasa ini salah. Tapi, sekali saja, dia harus meluruskan semuanya dengan Melody.
"Hobi lo sekarang beda ya, dari yang suka kepo urusan orang sekarang nangis di tempat umum."
Melody menaikkan tatapannya saat mendengar suara berat yang sangat dikenali. Itu, Dylan. Dylan berdiri di depannya dengan satu tangannya membawa tasnya, tatapan Dylan masih sedingin biasanya, bahkan rasanya menyakitkan saat mereka bertatapan.
"Nih," Dylan memberikan tas dan ponsel Melody. Kemudian, dia duduk disamping Melody, membuat Melody otomatis bergeser dari tempatnya, memberikan Dylan sedikit ruang.
Satu tangan Melody terulur untuk mengambil tasnya. Lalu dia menghela napasnya perlahan. Air matanya tak kunjung berhenti, meskipun berulang kali Melody mengusapnya. Dylan yang melihat itu, semakin kesal, biar bagaimanapun Melody hanyalah seorang cewek dan hobi cewek adalah nangis.
"Oke gue anter pulang," ajak Dylan pada akhirnya, dia sudah gerah melihat Melody nangis dan beberapa orang melihat ke arah mereka.
"Katanya gak mau anterin cewek karena udah punya pacar, kan?" Melody sedikit merajuk, hal itu semakin membuat Dylan kesal.
"Bisa gak sih gak usah banyak omong, cepet," ketusnya yang sudah mendahului masuk ke dalam mobil.
Sebelum dia mengikuti Dylan dari belakang, Melody memperhatikan punggung Dylan di depannya. Dia tumbuh dengan baik, bahkan tanpa kekurangan sedikitpun. Lalu Melody mengusap air matanya untuk terakhir kalinya, barulah setelah itu dia berjalan di belakang Dylan dan masuk ke dalam mobil.
"Kasih tau alamat lo, gue lupa," ujar Dylan dengan santainya.
"Semudah itu ya?" Melody mengeluh, lalu dia menyebutkan alamat rumahnya yang dibalas anggukan oleh Dylan.
Tak ada percakapan di antara mereka, yang terjadi hanyalah kecanggungan. Melody berulang kali melirik ke arah Dylan yang tengah menyetir dengan serius. Melody yakin Dylan tahu kalau dia memperhatikannya, namun dia berusaha tidak terganggu dengan semua itu dan mengabaikannya.
"Apa perasaan kak Dylan sama aku udah mati?"
Pertanyaan Melody barusan berhasil membuat Dylan menoleh dan mengerutkan dahinya, bingung.
"Kenapa nanya begitu? Bukannya sekarang lo juga udah punya cowok, gue punya cewek, apa harus diperjelas bagaimana perasaan gue sama lo?"
"Setitik pun?"
"Ya, gue mencintai Alice, lebih dari apapun."
"Jadi tunangan itu benar?"
"Ya."
"Gue pikir untuk membuat gue cemburu, terus di akhir cerita kak Dylan bilang bahwa semua ini hanyalah prank," ujar Melody dengan suara lirih.
"Kalau lo gak cinta sama Louis, mending lo putusin dia."
"Kenapa?"
"Dia layak mendapat yang lebih baik," ujar Dylan datar
Bagaimanapun berada diposisi Louis pasti satu hal yang sangat sulit. Dylan tidak mau membayangkannya, karena sikap Melody sekarang cukup kekanak-kanakan. Dia menyakiti perasaan seseorang tanpa sadar hanya demi keegoisannya sendiri. Sejak kapan dia memikirkan perasaan orang lain. Melody berubah dan Dylan menjadi hilang respect kepadanya.
Bukannya menjadi yang lebih baik, malah bertambah buruk.
"Jadi menurut kak Dylan, aku kurang baik buat Louis?"
"Ya."
Melody menundukkan kepalanya dalam-dalam, mencoba mencerna apa yang dikatakan oleh Dylan padanya baru saja. Dia tidak ingin melepaskan Louis, namun dia juga tidak bisa membohongi perasaannya kalau kehadiran Dylan benar-benar mengobrak-ngabrik hatinya.
Satu pertanyaan terlintak di kepala Melody.
Apa Melody benar-benar mencintai Louis?
Dulu jika dia mendapat pertanyaan itu, Melody akan sangat cepat dalam menjawabnya bahwa dia benar-benar mencintai Louis. Tapi sekarang? Mengapa Melody ragu akan jawabannya?
"Gak ada satu orang pun yang mau dijadiin pelampiasan," ujar Dylan, kali ini suaranya sudah tidak sedatar biasanya.
"Aku gak jadiin dia pelampiasan," sergah Melody cepat, dia paling tidak suka kalau ada yang menbatakan bahwa dia menjadikan Louis pelampiasan.
"Lalu, apa?"
Melody kembali terdiam. Dalam hati dan pikirannya tetap mengatakan bahwa Louis bukan pelampiasan atas rasa yang tidak terbalas. Melody mencintai Louis, namun dia belum mencintai Louis sedalam itu, tapi Melody sangat yakin kalau Louis mempunyai tempat khusus di dalam hatinya.
"Lagipula lo sama dia gak akan lama putus juga."
"Kak Dylan doain aku putus sama dia? Kak Dylan aja yang boleh punya pacar, gitu? Sementara aku enggak?"
"Lo ama dia beda keyakinan, kan?"
Deg! Memang, dia dan Louis berbeda keyakinan. Tetapi Melody terkadang tidak kepikiran ke arah sana, menurutnya ya udah jalani dulu aja. Bahkan, tak ada pembahasan masalah keyakinan. Baik keluarga Louis dan dirinya pun tak pernah ada yang membahas ini. Mengapa harus Dylan yang membahasnya?
"Tau dari mana?" tanya Melody
"Kalung."
Setelah itu Melody tak lagi berbicara apapun lagi. Di dalam kepala kecilnya memikirkan banyak hal dan anehnya Louis sampai detik ini pun dia belum mengabarinya sama sekali, biasanya Louis akan menanyakan banyak hal. Lalu Melody mengeluarkan ponselnya dan mengirimi pesan kepada Louis, mengatakan bahwa dia sudah di jalan pulang.
Mobil Dylan terparkir di depan rumah Melody. Melody turun dari mobil Dylan, disaat Dylan akan melajukan kembali mobilnya, Melody tiba-tiba mengetuk kaca mobil Dylan.
Dylan menurunkan kaca mobilnya.
"Kak Dylan gak mau nyapa orang rumah? Bunda atau Abang, gitu?" tanya Melody dengan gigitan kecil di bawah bibirnya.
Meskipun dengan wajah kesal karena Melody banyak mau, Dylan turun juga dari mobilnnya. Sesuai dengan permintaan Melody barusan. Alih-alih membuka pintu gerbang, dia malah memeluk Dylan dengan sangat erat.
Jelas saja Dylan terkejut, Melody memeluknya tanpa aba-aba sama sekali. Bahkan Dylan merasa seperti orang bodoh sekarang karnea Melody terlalu agresif.
"Mel," Dylan berusaha melepaskan pelukan Melody, namun Melody semakin mengeratkan pelukannya.
"Sekali ini aja kak, biarin aku peluk kak Dylan untuk yang terakhir." lirih Melody
Akhirnya Dylan membiarkan Melody memeluknya tanpa memeluk balik, ponsel Dylan berbunyi menandakan ada pesan masuk. Selagi Melody memeluknya, Dylan membalas pesan-pesan yang di kirimkan Alice kepadanya.
Tak lama Melody melepaskan pelukannya. Dan berterima kasih kepada Dylan. Dia mengatakan bahwa pelukan itu adalah pelukan terakhir kalinya, setelah itu dia akan membiarkan Dylan hidup dengan tenang dan Melody tidak akan mengganggunya lagi.
Melody mengatakan bahwa dia akan berusaha untuk tidak terlibat lagi dengan Dylan. Foto-foto dan semua barang pemberian dari Dylan lebih baik di singkirkan. Mungkin ini saatnya Melody fokus terhadap Louis atau memikirkan bagaimana dia dan Louis kedepannya.
Tanpa mereka sadari sedari tadi ada yang memperhatikannya di ujung jalan sana. Raut wajahnya terlihat terkejut dengan apa yang dia lihat barusan. Namun, orang itu hanya menunggu sampai salah satu dari mereka pergi dan barulah menemui satunya.
***
Bab 4. Kira-kira siapa yang melihat mereka di ujung jalan.
Silahkan ada yang mau kalian katakan kepada Dylan dan Melody.
Dylan
Melody
Terima kasih sudah membaca sampai chapter ini, semoga kalian tetap suka dengan cerita ini.
***
Jangan lupa follow official akun instagram karena akan banyak informasi biar kalian tidak ketinggal infonya.
asriaci13
***
Salam dari Melody dan Dylan, yang sedang menuju keterlibatan perasaan yang mungkin lebih parah dari pada chapter awal, ini hanya pengantar. Konflik utama dan lainnya belum dimulai, mari siapkan hati :D
With Love,
Aci istri sah dan satu-satunya Oh Sehun
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top