Chapter Dua Puluh Sembilan | Can I Kiss You?

Now Playing | Brisia Jodie - Menunggu Jadi Pacarmu

SELAMAT MEMBACA KISAH MELODY DAN DYLAN

***
BAGIAN DUA PULUH SEMBILAN

Sudah lama aku menantikan ini. Mengobrol denganmu sesantai ini dan kembali tertawa bahagia bersamamu.

***

Melody sendirian di dalam kamar Dylan, tadi Dylan keluar katanya akan memesankan pizza untuk mereka tapi pemuda itu tak kunjung kembali.

Dia sempat bertengkar dengan Louis sebelum pergi ke rumah Dylan. Louis mengajaknya pergi tapi Melody mengatakan tak bisa dia ada janji dengan Dylan urusan truth or dare semalam, Louis memaksanya untuk membatalkan janji itu. Itulah sebabnya mengapa dia mengatakan kepada Dylan untuk tak jadi pergi.

Tapi, Louis marah dan setelah mengantarkan Melody pulang dia langsung pergi. Melody pun sudah berusaha menghubunginya, namun tak ada jawaban sama sekali.

Melody beranjak dari tempatnya, melihat beberapa foto yang ada di kamar Dylan. Satu tangannya meraih foto Dylan bersama Bella, dari semenjak usia mereka kecil hingga foto terbaru yang mereka ambil. Melody tersenyum melihat potret itu, sangat terlihat bahwa Dylan begitu menyayangi Bella. Dia juga ingat, Dylan pernah memberitahunya bahwa Papanya Dylan sengaja membuat lift dirumah ya hanya karena Bella waktu itu pakai kursi roda.

Dia dulu cemburu dengan kedekatan mereka berdua. Sampai terkadang mempertanyakan hubungan mereka berdua, tapi entah mengapa kini dia mengerti mengapa Dylan begitu memperhatikan Bella lebih dari apapun.

"Lo mau liat foto yang lain?" tawar Dylan

"Eh..." Melody menyimpan kembali foto itu ke tempat semula.

Dylan menyimpan box pizza dan minuman bersoda itu di meja. Kemudian dia membuka lemarin meja belajarnya dan mengeluarkan beberapa album.

"Sini..." Dylan menyimpannya di karpet, dan Melody datang menghampirinya.

Dylan membuka satu album yang merekam masa lalu dia dengan Bella dalam sebuah foto.

"Papanya Bella itu temen Papa gue, Bella pindah ke daerah sini waktu umur dia 4 tahun, saat itu dia udah sakit dan harus sering ke dokter. Rumah sakit itu udah rumah kedua bagi dia."

Melody fokus mendengarkan cerita Dylan sambil melihat pertumbuhan Dylan dari masa kanak-kanak, dia tak ada disana. Masa kecil Dylan dipenuhi dengan Bella berikut Anna dan Angga.

"Dulu gue gak mau berteman sama dia, karena dia merepotkan. Kalau gue, Anna dan Angga main sepedahan, Papa selalu minta untuk gue bonceng Bella. Bella yang kemana-mana harus ditemani suster. Gue gak bisa pergi ke banyak tempat kalau sama dia. Tapi, tetep aja Bella selalu datang ke rumah gue dan ngajak gue main bareng."

"Lalu?" tanya Melody ingin tahu cerita selanjutnya.

"Meskipun gue kadang males berteman sama dia, gue akan marah kalau dia telat minum obat atau ada yang isengin dia di sekolah. Gue terbiasa jagain dia dari kecil, direpotin sama dia, kalau dia sedih gue ngerasa bertanggung jawab atas itu. Gue sayang banget sama dia, meski terkadang dia susah dikasih tau, egois dan rasa memilikinya tinggi. Gue gak pernah ngebentak Bella, tapi setelah kenal lo gue melakukan itu." Dylan menoleh ke arah Melody, yang kini fokus ke arah Dylan, tidak lagi ke album foto yang dia lihat.

"Saat itu, gue gak suka dengan sikap Bella. Gue gak suka dia bentak lo, dia buat lo ngerasa bersalah karena Fathur atau bahas Fathur di depan lo. Lo membuat gue berubah dan itu kali pertama gue enggak mementingkan Bella di hidup gue, tapi gue enggak merasa bersalah. Saat itu dalam pikiran gue, gue gak mau lo tersakiti oleh siapapun bahkan Bella sekalipun."

Mendengar cerita itu, Melody menjadi ingat masa lalu, saat dia mengakui bahwa dirinya menyukai Dylan dan Bella memarahinya dan dengan percaya dirinya dia mengatakan bahwa Dylan akan selalu suka padanya, saat itu Dylan malah mengatakan bahwa dia juga menyukai Melody. Masa itu, sangat manis.

"Bella senang gue akhirnya bisa menemukan orang yang gue suka saat itu, dia sangat menyukai lo Melody. Saat itu gue sering ninggalin lo untuk Bella, karena kondisi Bella saat itu, bahkan di hari ulang tahun lo gue ninggalin lo hanya untuk Bella. Bella butuh gue, lebih dari lo butuh gue. Bella gak punya siapa-siapa selain gue. Kalaupun gue harus mengulang hari itu, gue akan tetep ninggalin lo untuk Bella. Gue gak bisa ninggalin temen gue yang sedang memperjuangkan hidupnya hanya karena seorang pacar. Tapi, saat itu, gue bener-bener suka sama lo, sayang dan gak mau kehilangan.

"Balik bahas yang seneng-seneng aja ya kak, gak perlu bahas masalah itu. Aku gak mau kita saling canggung dan menyalahkan satu sama lain lagi. Yang lalu biarlah berlalu." Melody tersenyum, entah dia merasa biasa saja saat Dylan kembali membahas tentang masa lalu mereka.

Dia tidak tersakiti ataupun merasa ada hal aneh. Melody hanua merasa bahwa itu adalah kenangan dia, proaes dimana dia akan menjadi tambah dewasa. Anehnya, dia tak membenci Dylan ataupun marah kepada pemuda itu. Melody sadar sepenuhnya, bahwa saat itu pun dia benar-benar menyukai Dylan dan tak rela berbagi dengan yang lainnya.

"Mending makan pizza sekarang kak." Melody mengambil satu slice pizza dan memakannya, dia tersenyum yang disambut senyuman pula oleh Dylan.

Dylan juga mengambil satu slice pizza. Mereka mengobrol banyak hal, saling menceritakan pasangan masing-masing, tentang kuliah bahkan hal-hal yang tidak penting sama sekali. Melody tertawa begitupula dengan Dylan.

"Aku seneng kak, akhirnya kita gak canggung lagi, kita bisa senyaman ini tanpa melibatkan apa yang pernah terjadi di masa lalu," ujar Melody

"Gue juga," ucap Dylan

"Semenjak kak Dylan kembali, aku gak pernah liat kak Dylan seperti sekarang, senyum dan ketawa sesering hari ini."

"Mood gue bagus," jawab Dylan, "karena lo."

"Sama-sama," kata Melody, padahal Dylan belum mengucapkan terima kasih padanya.

"Gue kesel karena lo gak mau pergi sama gue."

"Kenapa?"

"Gue mau pergi sama lo, gue seneng dapet dare itu."

"Kenapa mau pergi sama aku?"

"Gue ingin memperbaiki hubungan kita. I mean, maksud gue, bisa ngobrol sesantai sekarang."

Melody tersenyum, lalu mengangguk. Sebenarnya seperti ini pun sudah cukup, duduk berdua dengan Dylan sambil memakan pizza. Melihat album foto Dylan saat cowok itu masih bayi hingga sekarang.

Dia juga melihat ada foto dirinya dengan Dylan saat kelulusan SMA. Masih malu-malu, foto berdua dan saat itu hubungan mereka sudah berpisah, meski masih saling sayang pada kenytaannya.

"Menurut kak Dylan hubungan jarak jauh itu bakalan berhasil gak sih?"

"Mungkin," jawabnya

"Kok mungkin?" Melody mengerutkan dahinya, dia ingin jawaban lebih dari itu.

"Kalau cowok niatnya selingkuh, ya mau sedeket apapun tetep bakalan selingkuh. Kalau setia ya, sejauh apapun juga bakalan tetep setia."

"Iya, cinta itu satu dan gak bisa dibagi."

"Lo emangnya mau LDR sama siapa? Cowok lo mau ninggalin lo kemana?"

"Enggak kok, cuman tanya aja."

"Mau nonton film?" tawar Dylan

Melody mengangguk antusias, "Mau."

"Yuk."

"Ke bioskop?"

Dylan menggeleng, "Enggak di mini teater rumah gue. Mama suka banget nonton, waktu itu kan mama sakit jadi Papa buatin ini buat Mama."

"Papa kak Dylan pasti sayang banget sama Mama kak Dylan."

"Ya, Papa hanya sayang Mama."

Mereka berdua keluar dari kamar Dylan menuju mini teater untuk menonton film. Dylan meminta Melody untuk menunggu disana sendiri, sementara dia membuat popcorn terlebih dahulu untuk camilan mereka nonton.

Selang beberapa menit Dylan kembali dengan satu mangkuk popcorn.

"Udah pilih filmnya?" tanya Dylan

Melody mengangguk, "Udah."

"Nonton apa?"

"Horor! Gapapa, kan?"

"Masih aja seneng nonton horor padahal lo penakut," cibir Dylan, namun meskipun begitu Dylan tetap mengambil CD dari tangan Melody dan memutarnya.

Melody sudah mendapatkan spot terbaiknya. Melody duduk di sofa, sebelum Dylan merubah sofa itu menjadi kasur. Dylan memberikan selimbut untuk Melody.

"Lo selalu takut, tutupin pake itu."

Dylan duduk di samping Melody, jarak mereka cukup jauh. Karena ditengah-tengah disimpan popcorn. Ruangan gelap, pencahayaan hanya berasal dari layar saja.

Film sudah dimulai, Dylan melihat Melody sangat serius menonton film. Melody tetap seperti itu, akan serius kepada satu hal dan melupakan yang lain.

Namun, disaat memasuki adegan seram. Dia mulai berteriak dan menumpahkan popcorn di dalam mangkuk.

"Sorry."

"Mmm..."

Dylan tidak menyalakan lampu, dia hanya membuang popcornnya ke bawah.

Berulang kali Melody menyenggol mangkuk popcorn, membuat Dylan menyimpan mangkuk popcorn itu dibawah.

Melody kembali fokus nonton, sebelum dia kembali teriak karena jumpscare. Kali itu, Melody refleks bersembunyi ke arah Dylan. Dia pun tak jarang, menyakar dan memukul Dylan. Sejujurnya, Dylan sudah memprediksi akan seperti ini, dia sering menjadi korban Melody kalau mereka nonton horor.

Meskipun begitu, tetap saja Melody akan menonton film horor lagi.

Dylan tidak terlalu fokus ke filmnya, dia sudah menonton film itu bersama dengan Bella, Alice dan Deva. Jadi yang antusias hanya Melody, saat Dylan akan merebahkan badannya dia dipukul oleh Melody.

"Jangan tidur," tegur Melody, "kebiasaan banget sih kalau lagi nonton malah tidur."

Karena teguran itu Dylan mengurungkan niatnya. Dia kembali berusaha fokus dengan filmnya.

"Aaaaaaaaaaa!!!!!" teriak Melody sambil menutup matanya dan berbalik ke arah Dylan, membuat jarak mereka semakin dekat.

Adegan seperti ini sudah berulang kesekian kalinya. Kali itu saat Melody membuka matanya, mereka bertatapan cukup lama. Biasanya Melody akan cepat memalingkan wajahnya dan kembali menonton, tapi saat dia akan menonton lagi, Dylan menahannya.

"Kenapa?" tanya Melody

Jarak mereka semakin dekat, bahkan Melody bisa merasakan deru napas Dylan di wajahnya.

"Gue boleh cium lo?" tanya Dylan

***

Terima kasih sudah membaca cerita MeloDylan

Quality timenya benar-benar quality time kan. wkwk.

Menurut kalian siapa temen Kate yang pacaran sama Liam?

Menurut kalian apa jawaban Melody di pertanyaan terakhir?

Vote 50k + Komen 30k

kalau kalian mau tau jawabannya wkwk.

***

Jangan lupa follow instagram

asriaci13

melovedy_

Dylanarkanaa_

aliciamillyrodriguez

***

with Love,

aci istri sah dan satu-satunya Oh Sehun

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top