Chapter Dua Puluh Lima | Survey Tempat Reuni
Cie malam minggu sendirian, main hp, di kamar rebahan dasar jomlo wkwk
Malam minggu kemarin aku lagi nonton Konser EXO, ketemu sayangku Sehun.
Btw kalian ada yang nonton konser juga gak kemarin?
Atau nonton tgl 15 Desember yang ulang tahun Transmedia?
Karena aku lagi baik, aku bakalan update MeloDylan buat nemenin malam minggu kalian.
Bacanya pelan-pelan aja biar ga cepet abis ya.
Oh iya, kenapa sih kalian benci banget sama tokoh Alice? Coba jelasin deh alasannya karena apa.
Menurut aku karakter Alice udah cocok kok, dia cantik, baik dan pinter. Wajar sih dia manggil "sayang" ke Dylan kan pacarnya. Alice kan pacaran ama Dylan pas Melody ama Dylan udah putus. Coba kalian yang ada di posisi Alice gimana? Dibenci sama temen temen pacar sendiri wkwk.
Dylan sama Melody bakalan balikan gak?
Jangan lupa dengerin lagu EXO-Obsession, yang belum dengerin. Ayo dengerin yang udah jangan bosen yaaa.
Lagu yang kalian suka apa?
Ada saran lagu buat MeloDylan?
***
Now playing | EXO - Obsession
SELAMAT MEMBACA KISAH MELODY DAN DYLAN
GUE TAU DEVA GANTENG :D
BAGIAN DUA PULUH LIMA | Survey Tempat Reuni
Bahkan kalaupun lo mendongkak ke atas, lo gak setara dengan gue. Level lo itu dibawah, dan lo harus sadar akan hal itu.
***
PAGI ini mereka sudah berkumpul di garasi rumah Angga. Agendanya adalah untuk survey tempat reuni mereka dan fixsasi dekorasi.
Melody dengan jaket tebalnya duduk di kursi taman yang ada di rumah Angga, tangannya menggenggam mug yang berisi cokelat panas. Perlahan dirinya menghirup aroma cokelat yang menenangkan.
Anna dan Kate duduk di depannya sementara Jane duduk di sampingnya, mereka berempat menginap di rumah Anna supaya tidak telat. Selagi menunggu beberapa orang yang belum datang, Angga membawa roti bakar untuk sarapan mereka.
"Arsen yang siapin ini semua," ujar Angga, dia melirik ke arah Arsen yang sudah nyengir karena bangga.
"Thanks!" seru cewek berempat itu kegirangan, tiba-tiba ada jaket yang menyentuh pundak Kate. Kate menoleh secara refleks, itu Liam. Pemuda itu kini duduk di sebelahnya dan menyomot roti bakar yang ada di tangan Kate.
Helaan napas Kate terdengar gusar, dia melepaskan jaket Liam yang tersampir di pundaknya. Menyimpannya di pangkuan Liam.
"Dingin Kate," kata Liam yang kini memberikan kembali jaketnya kepada Kate.
"Gue bawa jaket sendiri," jawab Kate dingin, dia berdiri dari tempatnya dan mengambil jaket yang ada di dalam mobil miliknya, memakainya. Dia bahkan tidak kembali ke tempat teman-temannya dan malah mengobrol dengan teman-temannya yang lain.
Sangat terlihat bahwa gadis itu tidak nyaman berada di sekitar Liam.
"Kasih Kate waktu," ucap Anna, "dia itu yang paling sensitif diantara kita semua, emosinya pun meluap-luap. Hanya saja, gue gak pernah liat Kate seperti sekarang. Masalah kalian bener-bener rumit kayanya."
Liam tak menjawab, pemuda itu meninggalkan sahabat dari tunangannya itu. Entah pergi kemana, karena kini fokus mereka teralih kepada pasangan yang ada di depan gerbang. Fathur dan Bella datang bersama dengan mengenakan pakaian yang senada, kemudian disusul oleh Dylan yang merangkulkan tangannya di bahu Alice.
Gadis itu tersenyum ramah, sampai dia bertatapan dengan Melody dan tersenyum. Melody membalas senyuman Alice dengan senyuman ramah. Selama ini dia telah salah menilai kekasih mantannya itu, Alice perempuan yang baik dan hebat. Tak salah jika Dylan sampai tergila-gila dengan gadis itu.
"Siapa nih? Selera lo jadi cabe bule, Lan?" tanya Bianca dengan tatapan sengit ke arah Alice. Bukti bahwa gadis itu mengibarkan bendera perang ke arah Alice.
Alice mengabaikan ocehan Bianca yang menurutnya tak penting itu, dia izin kepada Dylan dan mengajak Bella untuk menemui Anna dan yang lainnya. Alice mengenal Anna dan akhir-akhir ini mereka sering mengobrol, dikarenakan saat itu Alice makan bersama dengan keluarga besar Dylan.
"Hai Na," sapa Alice ceria, "Hai Jane, Hai Mel." Tak lupa gadis itu pun menyapa dua orang lainnya yang ada disana.
Anna tersenyum melambaikan tangannya begitupula dengan Jane.
"Hai Lice," sapa balik Melody, kali ini Melody benar-benar tersenyum tulus ke arah Alice.
Dia sudah merelakan semuanya. Dia bisa menerimanya dan dia pikir ini waktunya untuk membuka lembaran baru. Berdamai akan masa lalunya, dia pernah ingat seseorang mengatakan ini padanya jika dia tetap membenci orang di masa lalunya dia akan cape sendiri.
Ya, orang yang mengatakan itu memang Dylan. Tapi, bukan berati gadis itu berharap akan hal lain dari pemuda yang pernah mengisi hatinya itu.
"Heh! Mentang-mentang cewek barunya Dylan, lo pikir lo udah selevel dengan Dylan gitu?" Entah sejak kapan Bianca ada disana, "Gue aneh, selera Dylan gak berubah dari dulu, tetep memprihatikan. Dari cewek penyakitan seperti Bella, terus cewek bego yang gampang dikibulin seperti Melody sekarang cewek budeg kaya lo cabe bule."
Alice menoleh ke arah Bianca, dia tak berbicara hanya menilai penampilan dari gadis yang banyak omong tadi. Bahkan kini Alice tersenyum meremehkan. Alice melipat kedua tangannya di dada, tatapannya jelas menantang Bianca.
"Lo siapa?" tanya Alice dengan santainya.
"Cih! Ini acara sekolah gue dan lo bukan bagian dari sekolah gue!"
"Ya, memang lalu masalahnya?"
"Gatau diri! Ngapain datang! Jangan mentang-mentang lo ceweknya Dylan jadi seenaknya aja."
"Lo gak berubah ya dari dulu Bi, tetep aja cari musuh dan gak punya sopan santun." Bella buka suara, meskipun gadis itu kini masih duduk dan menikmati tea hangatnya.
Mata menyalak Bianca kini terfokus ke arah Bella. Jelas dia kesal, gadis penyakitan itu belum mati juga hingga sekarang bahkan sepertinya dia menjadi lebih sehat. Bianca benci spesies cewek seperti Bella, egois dan mendominasi cowok-cowok yang dia mau, bersembunyi dibalik keadaan lemahnya itu. Memuakan.
"Cewek egois gak tau malu! Ngekang Fathur tapi masih gak mau lepasin Dylan, tau diri Bel!" sungut Bianca
Disaat Bella akan membalas Bianca, Alice menahannya dan mengatakan tak ada gunanya membalas ocehan orang gila seperti Bianca. Bella akhirnya diam, dia menuruti apa kata Alice, sementara Melody hanya diam saja seolah ucapan Bianca hanya angin lalu.
Dia tak peduli dengan komentar jahat yang dilontarkan oleh cewek itu, Bianca seperti itu hanya cari perhatian saja nanti pun dia akan bosan sendiri. Cewek seperti Bianca tak memiliki kebahagiaan di hidupnya, maka dia akan menghancurkan kebahagiaan orang lain seperti itu.
"Sok jadi pahlawan, najis," cibir Bianca
"Ah, cewek ini," decak Alice kesal, "Setau gue, brand ini." Alice menyebutkan merek brand dan menunjuk tas yang dipake Bianca, "gak pernah mengeluarkan warna tas seperti yang lo pake."
"Tau apa lo masalah brand?! Meskipun lo kuliah di luar negeri bukan berati lo tau segalanya, ini hadiah dari bokap gue gak mungkin dia kasih barang palsu."
"Oh seperti itu." Alice mengeluarkan ponselnya dan memotret tas yang digunakan Bianca tersebut, kemudian dia mengirimkan foto itu ke seseorang.
Balasan pesan dari orang yang ditunggunya membuat Alice senang, lalu dia memperlihatkan balasan pesan tersebut ke arah Bianca. Pesan tersebut menegaskan bahwa brand itu tak pernah mengeluarkan warna tas seperti itu pada koleksinya. Jelas saat itu Bianca pucat pasi, namun Alice tersenyum kemenangan.
Alice menyimpan kembali ponsel di tasnya.
"Sekarang lo tau kan dimana kelas lo? Bahkan meskipun lo mendongkak untuk melihat ke atas, lo gak setara sama gue, Bella ataupun Melody." Seringai kecil di bibir Alice tercetak jelas, "Gue gak masalah lo pake barang kw, yang jadi masalah adalah lo mengklaim barang itu asli padahal lo tau kalau barang itu palsu."
Semua orang yang ada di sana terpana dengan ucapan Alice, bahkan tak sedikit di antara mereka mendekat bahkan Kate pun ada disana. Dia melihat dengan jelas bagaimana cara Alice mempermalukan Bianca dan membuatnya tak bisa lagi berkata-kata.
"For your information, brand yang lo pake sekarang milik tante gue." Alice tersenyum, lalu dia meminta Dylan untuk mengambilkan barang di dalam mobil.
Tak lama pemuda itu kembali, memberikan paperbag yang diminta oleh Alice. Alice memberikannya kepada Bianca.
"Koleksi musim terbaru dari brand tante gue, gue pikir lo harus punya koleksi terbarunya."
Alice kembali duduk dan membiarkan Bianca menundukkan kepalanya dalam-dalam. Seumur hidupnya dia tak pernah dipermalukan seperti ini. Mata dia berapi-api kesal dengan yang dilakukan Alice sampai tak bisa berkata-kata. Ada sesuatu yang lain dari dalam diri Alice, gadis itu berbahaya dan tak bisa dianggap remeh begitu saja.
"Lo ponakannya Francis?" tanya Kate dengan mata yang berkobar penuh semangat.
Alice mengangguk, "Ya, sepenglihatan gue lo suka banget fashion, benar?"
Kate mengangguk antusias, "Yaaaa!!!" katanya bersemangat, "dan Francis adalah salah satu role model gue, salamin sama tante lo ya."
"Lo mau datang di acara fashion shownya Francis bulan depan? Gue bisa kasih lo undangannya."
"Serius?!!!!!"
"Ya."
"Mau!"
Sejak saat Alice menawarkan undangan fashion show Francis, Kate menjadi begitu dekat dengan Alice bahkan mereka membicarakan banyak hal. Sebelumnya Kate paling anti dengan Alice dan menganggap Alice sebagai cewek pembawa sial. Tapi, ternyata tidak seperti itu.
Alice benar-benar cewek yang keren dan sangat elegan.
Angga menghampiri semuanya dan mengatakan bahwa mereka harus segera pergi ke tempat survey. Kate mengajak Alice satu mobil dengannya, Alice menyetujuinya. Meskipun pada awalnya Dylan menolaknya, namun setelah Alice memberikan sedikit penjelasan bahwa inilah saatnya dia mengenal teman-temannya dan membiarkan Dylan bersama teman-temannya juga, akhirnya Dylan menyetujuinya.
Di dalam mobil Kate, ada Alice, Melody dan Jane. Sementara Anna dan Angga bersama dengan Arsen dan Gery, lalu Bianca, Jasmine dan Yugo, sementara Fathur bersama dengan Bella, lalu Liam, Andre dan Dylan.
"Bianca itu emang harus dikasarin kaya tadi," ujar Jane, "dia kicep banget saat lo bilang pake barang palsu, sumpah dia itu omongannya doang yang gede."
Alice hanya tersenyum menanggapi.
"Tapi bukannya tadi terlalu berlebihan ya?" Melody buka suara, "meskipun dia pake barang palsu, tapi dipermalukan kaya tadi pasti membuat dia sakit hati."
"Ah Mel, lo gak inget gimana dia bully lo abis-abisan dulu? Lo harus contoh Alice, dia keren dan tak terkalahkan," balas Kate
"Melody benar, gue berlebihan. Cuman, gue gak biasa liat orang banyak omong seperti tadi. Mungkin ini pelajaran buat dia supaya gak mengulangi seperti itu lagi. Gue jadi ngerti, kenapa Bella benar-benar bilang kalau lo itu cewek yang beda dan gue rasa paham kenapa lo dulu pernah membuat Dylan tetarik."
"Maksud lo?" Melody tak mengerti maksud dari kalimat terakhir yang dikatakan Alice.
"Lo terlalu polos, membuat orang disekitar lo pengin ngelindungin lo. Gue sebagai cewek aja paham akan perasaan hal itu, lo kadang memposisikan diri lo di perbatasan hal yang berbahaya dan itu membuat orang disekitar lo rela melakukan apapun agar lo bisa tetap aman."
Ucapan Alice barusan mengingatkan Melody akan perkataan Dylan waktu itu. Pemuda itu mengatakan bahwa dia meminta Melody untuk berhenti membuat dia khawatir. Dia melakukan ini tanpa sadar dan dia pun tidak ingin dikasihani, semua ini hanya karena dia berusaha menjadi diri sendiri.
Sekilas Melody melihat Alice yang senang, gadis itu begitu ceria. Tapi, entah mengapa Alice menyembunyikan berbagai kecemasan di dalam pikirannya. Karena beberapa kali Melody memergoki Alice tengah melamun sambil menatap ponselnya.
Dia tidak seharusnya ikut campur, lagipula dia pun tidak ada hubungan apapun dengan Alice. Dia juga tidak berniat berteman dengan gadis itu. Melody mengeluarkan ponselnya dan memasang earphone. Seperti ini saja sudah cukup.
Selagi mendengarkan lagu, dia berbalas pesan dengan Louis dan sesekali dia tersenyum yang membuat pipinya bersemu merah akan balasan dari Louis.
***
Mereka sampai di Villa dan langsung disuguhkan dengan pemandangan alam yang begitu indah. Melody mengambil foto itu dan berniat mempostingnya di sosial media miliknya.
"Kali ini pake quotes apa?"
"Eh..." buru-buru Melody menutup akun sosial medianya dan menatap orang yang baru saja mengajaknya berbicara.
Dylan berdiri disana dengan kedua tangan ada di saku jaketnya, kemudian pemuda itu duduk di rumput-rumput, menselonjorkan kakinya sambil menikmati alam.
"Lo masih suka berbagi postingan lo dengan quotes sok bijak lo itu?"
"Gue hanya senang berbagi kepada mereka," jawab Melody yang kini ikut duduk di sebelah Dylan.
"Menurut lo bagaimana dengan villa ini?" Dylan mengalihkan topik pembicaraan.
"Villanya kak Liam, ya? Sepertinya aku suka, udaranya masih sejuk dan pemandangannya juga masih asri."
"Menurut lo ini villanya Liam?"
"Lho bukannya iya?"
Dylan menggeleng, kemudian dia memberitahu bahwa Villa ini milik keluarga Alice. Villa milik Liam tidak memiliki halaman yang cukup luas dan saat itu Alice mengatakan bahwa dia tak keberatan untuk meminjamkan villanya kepada mereka.
Mendengar cerita Dylan tentang Alice membuat Melody termenung ada kesedihan disana, tapi Melody hanya bersikap pura-pura tidak tahu. Tak ada untungnya juga untuk dia tau akan hal itu.
"Alice kemana?" tanya Melody
"Dia lagi ngajak Angga, Anna, Kate dan Liam tour keliling villa. Kate dan Liam kan bertanggung jawab untuk dekorasinya."
Melody memgangguk, "Yaudah aku duluan ya kak." Melody tak nyaman berduaan terlalu lama dengan Dylan, dia tak enak jika yang lain melihatnya.
Pasti akan menimbulkan gosip yang menyusahkan saja nantinya.
"Mel..."
Melody menoleh, "Ya?"
"Jangan lupa pake jaket, udaranya dingin."
"Ya, kak Dylan juga." Melody memang meninggalkan jaket di mobil Kate tadi. Padahal saat dia turun dari mobil merasa biasa saja, tapi setelah Dylan mengatakan itu tiba-tiba dia merasa dingin.
Buru-buru Melody masuk ke dalam villa dan mencari Kate untuk meminjam kunci mobil agar dapat mengambil jaketnya. Tapi, langkahnya terhenti saat dia melihat Kate dan Liam tengah berbicara serius di suatu ruangan. Dia tidak berniat menguping, namun obrolan Kate dan Liam saat itu membuatnya penasaran.
"Kamu serius?" tanya Liam, "kita berakhir?"
Kate mengangguk dengan sangat yakin, "Ya. Itu yang terbaik untuk kita."
"Lalu bagaimana dengan orang tua kita? Kamu pikir itu yang terbaik juga?" suara Liam mendadak meninggi dari yang sebelumnya.
"Berhenti menjadikan mereka alasan agar kita tetap bersama-sama dalam hubungan bodoh ini!"
"Kate!" bentak Liam
"Gue gak mau berakhir dengan cowok seperti lo!" tunjuk Kate dengan sengit ke arah Liam.
"Katrina!" Liam mencengkram tangan Kate saat Kate akan meninggalkannya begitu saja, "Kamu punya cowok lain, kan?!"
"Pertanyaan bodoh macam apa itu!" sungut Kate tak terima, "Memangnya gue bisa melakukan hal seperti itu saat lo melakukan semua ini?"
"Semua yang gue lakuin itu bukti karena gue sayang lo Kate!"
"Lo sakit!" Kate melepaskan cengkraman tangan Liam dari tangannya lalu dia pergi meninggalkan Liam begitu saja.
Napasnya berderu hebat, bahkan Kate tak sadar jika Melody ada di depan ruangan saat dia bersama Liam tadi. Kate pergi ke luar dan duduk di kursi taman. Kemudian Andre datang memberikan satu kaleng soda yang membuat Kate tersenyum.
"Hari yang berat," ujar Andre
"Ya, mau gimana lagi, gue harus berurusan dengan manusia itu," jawab Kate datar
"Lo sayang dia, kan?"
Kate tersenyum sebagai jawaban, sebelum akhirnya dia menegak minumannya.
***
Terima kasih sudah menbaca cerita MeloDylan
Gimana chapter ini, seru?
Btw aku kasih bocoran. Selanjutnya bakalan banyak momen Melody dan Dylan. Kan inti ceritanya Reuni.
Jadi yang kemarin baru permulaan.
Bakalan jelas juga, Dylan pacaran ama Alice benar-benar cinta atau emang ada sesuatu eh hahahahhaa.
Banyak yang doain Alice mati :((( poor Alice.
Jangan lupa follow instagram :
1. asriaci13
2. melovedy_
3. dylanarkanaa_
4. aliciamillyrodriguez
btw, kenapa kalian harus follow akun mereka? Karena bakalan banyak spoiler di instagram mereka. Jadi, itu sebabnya kalian harus follow.
Kaya gini contohnya
***
Untuk lanjut ke part selanjutnya, 25k komentar + 50k vote
aku udah tulis kok chapternya tinggal publish aja jadi ayoo kebut komen.
***
with love,
aci istri sah dan satu-satunya Oh Sehun
btw aku kemarin waktu lagu unfair, Sehun tepat banget di depan aku!! Hahahahahaha gilasih sampe nangis aku.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top