Alternative Ending Part 1
Sebagai ucapan terima kasih atas apresiasi kalian untuk novel MeloDylan kedua dan juga untuk permintaan maaf untuk kalian yang kecewa akan ending di wattpad :)
Jadi disinilah aku akan memberi alternative ending. Mungkin akan terbagi ke dalam 3 bagian atau mungkin lebih. Jadi, semoga kalian suka.
Tapi, jika kalian menyukai ending kemarin, bagian ini boleh di skip :)
Jadi, enjoy! Kita sambut mereka kembali.
Melody dan Dylan, apakah ada takdir yang akan membuat mereka bersama?
***
Now Playing | Alec Benjamin - If we have each other
Benang merah, sekuat apapun kita menjauh jika pada akhirnya kita kembali bertemu dan perasaan itu masih terasa nyata. Apakah ini adalah takdir atau hanya permainan semesta?
***
Pernah gak sih jantung berdebar kencang kembali saat bertemu dengan orang yang sekian lama hilang. Senyuman itu, masih sama. Saat tatapan mata mereka beradu, dadanya terasa nyeri bahkan pelupuk matanya kini basah akan air mata yang tanpa permisi keluar begitu saja.
Tangannya gemetar, hanya dengan saling menatap saja.
Mengapa rasanya begitu sulit bernapas, mengapa rasanya masih sehebat itu bahkan lebih hebat daripada sebelumnya.
Fokus atensinya hanya kepada satu orang, bahkan pendengarannya seakan tuli, pandangan matanya kabur. Panca inderanya fokus kepada seseorang yang berdiri disana.
Dylan Arkana, mantan kekasihnya.
Dadanya bergemuruh hehat apalagi saat langkah Dylan mendekat ke arahnya. Perlahan dia meremas ujung bajunya, mencari kekuatan disana.
Fathur, dia butuh suaminya sekarang. Tapi, Melody bahkan tidak bisa menemukan keberadaan suaminya sekarang. Jarak Dylan semakin mendekat, dan kini mereka berhadapan.
Ini gila! Bahkan senyumannya masih menghipnotis seluruh dunianya.
Dylan masih tampan seperti dulu, bahkan lebih tampan, bagaimana rahangnya begitu tegas dan aura dewasa sangat memikatnya kini.
"Hai, apa kabar?" tanya Dylan dengan suara bassnya.
Lantunan kata apa kabar terus memutar di kepala Melody, seolah kaset rusak.
"Mel, are you okay?"
Dia tidak baik-baik saja dan penyebabnya adalah 'lo sialan'.
"Mel..." Dylan mengulang panggilannya.
"Eh..." Melody kembali ke dunianya, kemudian dia mengangguk, "Gue baik kak."
Dahi Dylan bergelombang, seolah dia bingung dengan apa yang dikatakan Melody sekarang. Tapi seperkian detik kemudian, pemuda itu sadar dan mengangguk.
"Gue juga baik kalau lo nanya," ujar Dylan
"Tapi gue gak nanya tuh kak."
"Tmi aja."
"Ookay..." Melody perlu mengatur debaran jantungnya terlebih dahulu, keberadaan Dylan sekarang sangat mengganggu fokusnya.
Ini suaminya kemana sih! Sialan sekali, meninggalkannya sendirian.
Tatapan mata Dylan terjatuh ke arah jari manis Melody, disana ada cicin berwarna putih berkilau melingkar. Dia tidak bodoh dengan tidak tahu maksud dari cincin itu.
Melodynya sudah milik orang lain.
Pantaskah, masih disebut dengan Melodynya? Tidak, Dylan cukup waras untuk tidak mengambil milik orang lain.
"Sayang maaf tadi aku nyapa teman-teman yang lain." Dylan langsung menatap orang yang baru saja datang.
Orang itu adalah Fathur, teman semasa SMAnya dulu, orang yang pernah berselisih paham dengannya karena masalah Bella. Orang yang pernah bertengkar dengannya karena Melody, orang yang menyukai Melody sejak dulu.
Dan kini dia adalah pemenang diantara semuanya, dia memenangkan hati Melody dengan meminang gadis itu.
Tidak, ini bukan permainan hanya saja, jika boleh Dylan menjelaskan alasan dia datang ke reuni ini karena dia mencari Melody, karena dia ingin memperjuangkan apa yang harus diperjuangkan.
Tapi, sepertinya sudah terlambat.
Jika, bahagia Melody adalah Fathur, seharusnya itu menjadi bahagia Dylan juga.
Bukankah yang Dylan inginkan hanya kebahagiaan Melody saja?
"Dylan..." Fathur menatap ke arah Dylan, "Kemana aja lo? Gila ilang tanpa kabar, gimana kabar lo?"
Dylan tertawa pelan, "Fine kok, kalian nikah kok gak kabarin gue?"
Melody terdiam. Dimana Dylan mengetahui hal itu? Ah sialan, mengapa rasanya menyakitkan saat Dylan mengatakan itu. Mengapa dia tidak rela kalimat itu keluar dari bibir Dylan.
"Melody gak kasih tau gue, cuman gue nyimpulin dari cincin yang dipake kalian dan dari gerak-gerik kalian. Congrats by the way." Dylan tersenyum.
Itu ucapan tulus, hanya saja Dylan merasa nyeri akan ucapan itu. Dia melepaskannya jika memang itu bahagianya.
"Ah, gue kabarin lo kok Lan, cuman lo gak bisa dihubungi sama sekali. Jadi, yagitu."
"Ah iya, sebagai ucapan karena gue gak bisa datang gue undang kalian makan malam, gimana?"
"Boleh sih..." Fathur mengatakannya implusif, lalu dia menoleh ke arah sang istri, "gimana sayang?"
"Aku gatau, aku gak bisa pergi juga nanti Marcelio gimana? Aku ke reuni aja ninggalin dia sama Bunda, aku gamau ya ninggalin anak aku cuman untuk hal begitu."
Thats anak.
Berharap apa sih Dylan. Mereka sudah benar-benar bahagia. Meskipun tidak rela tapi harus belajar melepaskan.
Dia sudah benar-benar terlambat kali ini.
"Yaudah kita undang Dylan aja makan di rumah kita, kenalin dia sama Marcelio. Kalau gitu gimana, Lan?" tanya Fathur
Melody menatap ke arah Dylan. Dia sangat berharap Dylan tidak mengiyakan ajakan Fathur barusan, dia sangat berharap, dia takut semuanya berantakan dan mereka akan mengulang banyak kesalahan.
Mengapa mimpi-mimpi sialan itu memenuhi otaknya itu. Bagaimana perasaan dia yang masih dipenuhi bayang-bayang Dylan. Sialan. Sialan.
Dylan, kenapa datang kembali?
"Gue oke aja sih."
Kalimat itu membut kaki Melody terasa lemas, mengapa dia mengiyakan. Mengapa? Dia tidak tahu harus bereaksi seperti apa sekarang.
Dia sudah bisa dibilang selingkuh tidak sih kalau seperti ini? Dia memiliki suami, tapi dia tidak bisa menghilangkan bayang-bayang mantan di hati dan pikirannya. Padahal sebelum bertemu dengan Dylan, setelah Dylan pergi meninggalkannya tanpa kabar, Melody meyakini bahwa perasaan itu sudah hilang.
Tapi, ternyata perasaan itu tidak hilang hanya bersembunyi sampai si pemilik datang kembali, perasaan itu semakin terasa nyata.
Dylan tidak tahu mengapa dia menyetujui hal itu, memang dasarnya dia masokis. Tapi, dia hanya ingin melihat bagaimana keadaan Melody setelah ini.
Bisakah?
Reuni terasa sangat lama, waktu demi waktu bergulir dengan lambat. Ketika Melody memilih pulang lebih dulu bersama dengan Fathur, saat itu tak ada yang bisa dilakukan oleh Dylan hanya diam menatap punggung gadis yang pernah disukainya, dan masih sampai detik ini, ya masih.
Tapi, setelah ini dia akan mencoba menghilangkan rasa itu.
Tidak apa-apa selama Melody tidak tahu, bukan?
***
Dylan menatap rumah minimalis di depannya sekarang, dia masih berada di dalam mobil. Hari ini dia menepati janjinya untuk makan malam bersama di rumah Melody.
Ini keputusannya, dia sudah tidak bisa mundur lagi.
Dylan turun dari mobilnya, disambut oleh Fathur yang menunggunya di depan pintu rumah. Mereka mengobrol banyak hal, tapi dia merasa lega jika yang bersama Melody adalah Fathur, setidaknya pemuda itu bisa dipercaya, dia tidak akan menyakiti Melody.
Cukup lama mereka mengobrol, kebanyakan tentang bisnis yang sedang mereka jalani. Belum saja Fathur bertanya mengenai kehidupan Dylan dan alasan mengapa Dylan kembali, Melody sudah memanggil mereka dengan mengatakan bahwa makan malam sudah siap.
Dylan terdiam saat melihat makanan yang tersaji di meja makan, itu adalah makanan kesukaannya, bahkan sepertinya Melody masih hapal akan makanan apa yang bisa dia makan dengan yang tidak bisa. Terbukti dari berbedanya makanan yang sudah dia pisahkan dipiring untuknya dan juga Fathur.
Melody jangan seperti ini tolong, ini membuat Dylan semakin tidak ingin melepaskannya.
Selagi makan malam, Dylan masih sempat menoleh dan mencuri tatapan ke arah Melody dan beberapa kali tak sengaja tatapan mereka bertabrakan.
Tidak hanya Dylan yang memperhatikan, Melody juga begitu.
"Jadi lo kenapa mutusin ikut reuni kemarin? Setelah sekian lama ilang?" tanya Fathur memulai pembicaraan.
Topik itu sensitif, tapi Melody juga ingin mendengar alasan Dylan datang kembali.
"Yaaa, gue gak sengaja cek email yang pernah gue pake dulu, terus nemu undangan reuni, gue tanya Anna dan kata dia emang ada reuni tapi dia ga dateng karena lagi sibuk ngejar S3 nya." Penjelasan Dylan cukup masuk akal.
Dia tidak berbohong sepenuhnya, hal itu benar semuanya. Hanya saja tidak lengkap, bahwa Dylan datang kembali dengan alasan bahwa dia masih bisa memperbaiki akan hal yang dulu sempat retak.
"Kamu masih kontakan sama Anna gak yang?" tanya Fathur
"Masih sih cuman jarang aja sekarang, dia sibuk banget emang," jawab Melody
"Oh iya, gue mau ngasih ini. Dylan memberikan satu undangan pernikahan, ada nama Bella tertulis disana."
'Oh dia sama Bella ya akhirnya'
"Jadi lo ama Bella?" tanya Fathur
Dylan menggeleng, "Enggak, Bella nikah ama sepupu gue Deva. Acaranya minggu depan, di Bali. Sebernya gue semalem telepon Bella cerita kalau gue ketemu lo sama Melody di reuni, dan dia minta buat kasih lo undangan. Kalau sempat datang."
"Gue akan atur jadwal," ujar Fathur, "Ya, kan sayang?"
Melody balas mengangguk, "Ya, diusahakan datang kok."
"Glad to hear, Bella pasti senang."
Iya, Bella senang, Dylan yang tak senang harus melihat Melody dan Fathur bersama.
"Jadi, lo ama siapa sekarang?" Pertanyaan Fathur terbilang berani dan blak-blakan, dan itu membuat Dylan terperangah saat mendengarnya.
"Alice..." Melody bergumam pelan.
Dylan menoleh dan menatap Melody dengan tajam, "Hah?"
"Nevermind."
Tidak, Dylan mendengar apa yang dikatakan oleh Melody. Hanya saja dia bingung, dari mana Melody tau nama mantan kekasihnya itu.
Bukankah mereka tidak saling memberi kabar selama ini?
"Oh enggak..."
Namun, belum sempat Dylan menjawab pertanyaan Fathur, Fathur harus menerima telepon dan meninggalkan Dylan dan Melody di meja makan berdua.
Itu adalah kesalahan fatal Fathur, meninggalkan sang istri dengan pria yang sampai saat ini masih ada di dalam hati istrinya.
"Kamu kenapa tau Alice?" tanya Dylan
'Kamu'
Entah mengapa penggunaan kata ganti yang diucapkan Dylan mampu membuat dadanya berdebar kencang.
"Tau darimana?" Dylan kembali bertanya
"Maksudnya?"
"Aku gak tuli Melody, aku dengar dengan jelas kamu menyebut nama Alice."
Memang. Dia menyebut nama Alice disana, tapi dia juga tidak tahu mengapa begitu. Seolah nama itu spontan saja dikatakannya.
"Emangnya kenapa?" Melody balas bertanya
"Jawab dulu, jangan balik nanya."
"Ya aku pengin tau kenapa emang dengan nama Alice?"
Melody terbawa suasana, dia bahkan tak sadar menggunakan kata ganti 'aku' menjawab perkataan Dylan sekarang.
"She's my ex," jawab Dylan, "dan aku gak tau darimana kamu tau nama dia."
Deja vu. Potongan mimpi itu terasa nyata, di mimpinya Dylan sangat mencintai gadis bernama Alice. Mengapa bisa seperti ini. Seolah mimpinya nyata, potongan-potongan mimpi itu adalah puzzle yang masih berantakan belum tersusun rapi.
"Kamu cari tau tentang aku?" tanya Dylan ingin tahu.
"Enggak," jawab Melody
"Lalu darimana kamu tau dia?"
"Aku... aku..."
Melody tidak bisa menjawabnya, akan sangat gila jika dia mengatakan bahwa dia mengetahui dari mimpinya.
"Mel, jujur..."
"Kak..."
"Kamu cari tau tentang aku?" suara Dylan melemah, suaranya terdengar parau, "Mel, aku butuh jawaban, jangan diem aja kaya gini, jawab aku Mel."
Terdengar putus asa, lirih dan Melody merasa berasalah. Egonya tinggi, namun perasaannya tak bisa menahan lagi. Air matanya turun dari pelupuk matanya, terasa nyeri, dia tidak tahu mengapa seperti itu. Ini gila, bahkan Melody tak mengerti perasaannya diporak porandakan seperti sekarang.
"Melody aku akan kasih tau the truth, mengenai alasan aku kembali pulang kesini."
Melody diam, dia masih menahan agar air matanya tak kembali jatuh.
"Kamu alasan aku pulang, Mel."
Dadanya semakin bergemuruh hebat, bagaimana ini, air matanya tak bisa ditahan lagi. Melody mengaku kalah, dia menangis di depan Dylan.
Pertanyaan yang ada dibenaknya sekarang adalah.
'Kenapa baru sekarang?'
"Tapi, kamu udah bahagia, aku gak mau datang dan ngancurin kebahagiaan kamu. Aku merasa lega karena Fathur yang kamu pilih, ini terlambat emang buat aku. Tapi, aku gak ingin semuanya jadi sia-sia, well, aku sayang kamu bahkan sampai detik ini. Cuman kamu tenang aja, aku gak akan hancurin kebahagiaan yang sudah kamu bangun bersama Fathur."
Melody tidak tahu harus mengatakan apa sekarang. Dia terasa sangat bodoh sekarang, lidahnya kelu dan otaknya cukup tolol tidak bisa mencerna apa yang dikatakan oleh Dylan saat ini. Perlu waktu untuk memproses apa yang dikatakannya.
"Jujur aja hati aku sakit saat tau kamu udah nikah dan juga punya anak, tapi itu gapapa selama kamu bahagia." Dylan tersenyum, "Cuman, aku ada permintaan terakhir kalinya untuk kamu, tapi kalau kamu nolak permintaan aku gapapa, aku ngerti."
"Apa?" tanya Melody
"Can I kiss you for the last time? I know, ini cukup gila tapi bisakah? Setelah ini aku gak akan ganggu kamu dan akan pergi sejauh mungkin dari kehidupan kamu."
Melody diam saja.
"Mel, Can I?" tanya Dylan lagi.
Dylan tidak memaksanya, dia memberi Melody pilihan antara dia memberinya atau menolaknya. Namun katakanlah ini gila karena Melody bermain api, dia mengangguk pelan.
Melody memberikan apa yang diminta Dylan, tanpa sadar itu akan menjadi bumerang untuk hati dan juga hubungannya.
Mereka mengikis jarak yang ada, sampai napas Melody terasa di kulit wajah Dylan, sebelum bibir mereka menempel, ada benda kenyal dan basah disana. Cukup lama posisi mereka seperti itu, tanpa lumatan atau gigitan, hanya menempel.
Melody menutup matanya perlahan.
Dylan yang merasa bahwa Melody menerima ciumannya, mulai melumat dengan lembut, dia meyakinkan dalam dirinya bahwa ini adalah ciuman perpisahan mereka dan setelah ini dia tidak akan lagi mengganggu hubungan Melody dengan suaminya.
Mereka tak sadar bahwa ada dua pasang mata yang memperhatikannya.
Bukan salah orang yang memergokinya, tapi salah mereka berciuman di meja makan rumah Melody dengan suaminya.
***
Spoiler next chapter mau yang mana dulu? :)
Melody dan Suami
Fathur dan Dylan
Anna dan Dylan
Melody dan Dylan
***
Terima kasih, tunggu di part 2 :)
***
With Love,
Aci istri sah dan satu-satunya Oh Sehun
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top