Chapter 13

Dengan gerakan perlahan, Sakura mengangkat sumpit seraya sesekali mencuri pandang ke arah Sasuke yang kini mulai mengambil sepotong hakau, yakni udang segar yang dilapisi kulit transparan. Lelaki itu bergerak dengan elegan, bahkan tak bersuara saat mengambil sumpit.

Tuan Zhang, seorang pria berusia 40-an awal, menjamu mereka di sebuah restoran kelas atas di sebuah hotel bintang lima. Restoran itu mengusung konsep China modern yang mewah dengan nuansa coklat dan emas serta terdapat lukisan bunga serta dilapisi karpet empuk berwarna senada.

Di salah satu sisi dinding private room, terdapat berbagai ornamen kuno. Sedangkan di meja berbentuk lingkaran yang bisa diputar penuh dengan aneka dimsum yang Sakura yakin tidak akan habis

"Makan, makan. Kalau kurang tambah lagi," ucap Tuan Zhang seraya tersenyum.

"Terima kasih," sahut Sasuke seraya tersenyum tipis, memperlihatkan senyum bisnis.

Sasuke melirik perempuan di sampingnya sekilas dan memersilahkan Sakura untuk makan tepat sesudah Tuan Zhang mengambil makanan terlebih dulu. Sepotong siomay dengan potongan foie gras di atasnya menarik atensi Sakura sehingga ia segera mengambilnya.

Sepanjang hidupnya, ia tak pernah memakan foie gras sebelumnya. Kini ia memakannya untuk pertama kali dan langsung menyukai tekstur lembut yang meleleh di lidah dan mengingatkannya akan mentega. Bahkan tidak ada aroma amis sama sekali.

Katanya foie gras adalah bentuk penyiksaan terhadap angsa. Namun Sakura mengabaikannya kali ini. Ia tak ingin pengorbanan angsa malang itu sia-sia dengan berakhir di tong sampah.

"Sungguh suatu kehormatan anda sampai meluangkan waktu datang ke sini demi menemui saya," ujar Tuan Zhang.

Sakura berpikir kalau Sasuke akan menjawab dengan blak-blakan. Namun jawaban yang keluar dari mulut lelaki itu terdengan lumayan manis, setidaknya lebih manis daripada madu pahit.

"Tentu karena saya sangat tertarik dengan kerja sama ini. Daripada berbicara di telepon, lebih enak kalau langsung bertemu dan melihat-lihat terlebih dulu."

Raut wajah Tuan Zhang sedikit berubah sebelum kembali menjadi normal, "Melihat-lihat?"

Sasuke mengangguk, "Ya, kantor agensi anda. Saya boleh mampir, kan?"

"Oh! Silahkan. Kapan anda ingin berkunjung agar kami bisa mempersiapkan kedatangan anda?"

Sasuke tersenyum dalam hati. Meski ini bukan perusahaannya, ia pikir ia harus melakukan kunjungan tanpa janji. Dengan begitu ia bisa mengetahui kondisi sesungguhnya tanpa ditutupi.

Ia perlu tahu apakah agensi itu memiliki idol berbakat? Atau bisa jadi agensi itu sebenarnya merupakan mucikari terselubung yang menjual idol dan bahkan traineenya. Potensi bullying juga perlu diperhatikan karena bisa memengaruhi perusahaan secara keseluruhan.

"Sakura, bagaimana jadwalku?"

Sakura yang sedang makan dan baru akan memasukkan sepotong hakau ke mulutnya seketika meletakkan makanan itu di piring.

Tuan Zhang dan sekretarisnya sedikit terkejut hingga lelaki itu seketika berkata, "Haha ... sebaiknya kita nikmati dulu hidangan ini."

Untuk pertama kalinya Sakura ingin berterima kasih pada klien yang ditemui bosnya. Lelaki itu bahkan paham akan penderitaannya. Perempuan itu hampir membuka mulutnya dan mengucap terima kasih, namun sebagai gantinya ia hanya tersenyum pada calon rekan bisnis sang  bos.

.
.

Sepanjang hari Sakura sama sekali tidak bisa bersantai. Sasuke pergi ke sana ke mari bertemu orang. Selain itu jalanan juga cukup macet sehingga membuat mereka menghabiskan waktu yang lumayan lama di jalan.

Mereka baru kembali ke hotel pukul delapan malam. Sakura merasa ingin berjalan-jalan ke minimarket terdekat, membeli kopi atau cemilan. Katamya, banyak cemilan unik di China.

"Sakura, mulai besok pakai ini," ucap Sasuke tiba-tiba seraya memberikan sebuah paper bag yang ia letakkan di kursi mobilnya. Sejak tadi ia menahan diri untuk tidak memberikan pada perempuan itu.

Kini ia bagaikan seorang remaja yang sedang kasmaran. Ia berharap perempuan itu segera membukanya, lalu tersenyum dan mengucapkan terima kasih padanya. Rasanya ia ingjn melihat senyuman itu sekarang juga.

Sakura menerima kantung kertas yang terasa berat itu. Bentuknya seperti kotak, namun terdapat sesuatu yang terdapat dari kaca. Ia jadi penasaran dan ingin membukanya di kamar.

"Ah, makasih."

Sakura hanya tersenyum tipis, tidak seantusias yang dibayangkan Sasuke. Namun hanya dengan menyaksikan senyuman perempuan itu sanggup membuat lelahnya sedikit sirna.

"Kuharap kau menyukainya."

Sakura tersenyum. Ia berniat sedikit jahil lalu berkata, "Tunggu ... ini tidak potong gaji, kan?"

Sasuke mengernyit. Mendadak ia merasa kecewa mendengar pertanyaan perempuan itu. Ia tidak menyadari maksud Sakura yang sesungguhnya.

"Tidak."

Sakura merasa kecewa. Apa yang ia harapkan dari Sasuke? Lelaki itu mengikuti permainannya dan membalas dengan jahil? Dia pasti sudah kelelahan hingga tidak bisa berpikir jernih.

"Oh, ya. Aku mau ke minimarket membeli beberapa cemilan. Kau mau titip sesuatu?"

"Ikut."

Sakura sedikit tersentak. Ia sama sekali respon Sasuke di luar dugaannya. Bahkan lelaki itu juga kaget akan sesuatu yang ia ucapkan secara refleks. Ia berpikir ingin menghabiskan waktu lebih lama dan merespon tanpa berpikir panjang.

"Aku tidak tahu apa cemilan yang ada di sana," jelas Sasuke sebelum perempuan merah muda itu bertanya-tanya soal dirinya.

"Ah," Sakura menganggukan kepala, lalu tersenyum. "Sebenarnya minggu lalu aku sempat browsing soal cemilan populer di sini. Katanya, ada nasi instan. Hot pot instan juga ada. Aku rasanya ingin segera mencoba."

"Kau suka makan?"

"Suka!"

Sasuke menyadari perempuan itu sebenarnya menggemaskan ketika sudah merasa nyaman. Ia suka melihat reaksi jujurnya yang tidak dibuat-buat. Bersamanya, Sasuke merasa nyaman karena tak perlu menyusahkan diri berurusan dengan reaksi semu.

"Pergi sekarang?"

"Boleh."

Sakura meletakkan parfumnya di atas nakas dan segera berjalan menuju pintu. Ia bahkan belum mengganti pakaiannya sama sekali dan memilih langsung pergi ke minimarket. Sepertinya ia akan memerlukan beberapa kopi kalengan atau minuman isotonik selama beberapa hari ke depan.

Sakura memutuskan berjalan dalam keheningan. Ia tak tahu apa lagi yang harus dibahas bersama sang bos. Ia juga tidak berniat membahas soal pekerjaan. Setidaknya tidak di malam hari ketika ia seharusnya beristirahat.

Mendadak ia tersadar, Sasuke memberikannya parfum. Apakah selama ini tubuhnya berbau kurang sedap? Ia memang tidak pernah memakai parfum selama ini. Ia pikir, selama tubuhnya tidak berbau, itu bukan masalah. Buat apa menghabiskan uang cuma untuk pewangi?

Namun Sasuke orang yang berbeda dengannya. Ketika mereka berjalan beriringan, dari jarak satu meter pun ia bisa menghirup aroma parfum Sasuke. Ketika ia duduk bersebelahan di pesawat tadi, entah hanya halusinasi karena berdekatan dalam waktu yang lama atau memang begitu, ia merasa aroma parfum lelaki itu sampai sedikit terserap di bajunya.

Sakura menjadi bersalah. Kalau lelaki itu sampai menghadiahkan parfum, pasti aroma tubuhnya begitu menganggu. Hanya saja, entah apa yang merasukinya, lelaki itu terlalu baik untuk tidak mengatakannya secara langsung.

Sebenaenya, Sakura merasa tidak nyaman harus mengeluarkan uang berlebih. Namun mulai sekarang ia akan menyisihkan sebagian gajinya demi membeli sebotol parfum mahal yang akan ia pakai setiap bekerja.

.
.

Sasuke menatap dengan takjub berbagai cemilan yang ada di minimarket. Selama ini, ia hampir tidak pernah memperhatikan apa yang ada di minimarket.Kalaupun ia harus pergi, ia hanya membeli apa yang dibutuhkan lalu segera membayar dan pergi.

Sakura sendiri langsung mengambil keranjang dan mengabaikannya begitu masuk ke minimarket. Sekarang perempuan itu sedang berada di rak berisi makanan ringan, setelah mengisi penuh keranjangnya dengan berbagai makanan.

Sasuke sedikit terkejut. Ia pikir Sakura orang yang sangat hemat. Rupanya Sakura membeli ini dan itu, hampir tanpa berpikur sama sekali.

Ia jadi bertanya-tanya, apa cemilan itu benar-benar enak? Sepertinya ia harus membeli beberapa juga.

Sasuke memutuskan mengambil keranjang kecil, lalu memutuskan berputar-putar. Matanya terasa silau melihat foto lelaki muda dengan senyum merekah serta pakaian berwarna-warni yang bebeda-beda hampir di setiap lorong. Sepertinya, penduduk China begitu suka menggunakan sosok lelaki muda sebagai bintang iklan.

Bayangkan saja, di rak minuman yoghurt A ada foto lelaki di botolnya. Di minuman yoghurt B juga sama, yang membedakan cuma lelaki yang dijadikan ikon. Bahkan ketika ia berjalan di rak makanan instan juga sama.

Ia tanpa sengaja berpapasan dengan perempuan merah muda itu yang tergesa-gesa begitu melihat kumpulan makanan instan berjejer. Sakura bahkan hampir menabraknya, kalau saja ia tidak menyapa perempuan itu terlebih dulu.

"Ah, kau mau beli nasi instan juga? Dari tadi aku mencari-cari nasi instan, ternyata di sini," ujar Sakura.

Sasuke menggelengkan kepala, lalu melirik rak berisi sesuatu yang terlihat seperti ramen cup biasa. "Ini nasi instan?"

"Iya. Merk Haidilao ini katanya enak," sahut Sakura sambil mengambil dua cup dengan warna berbeda.

Tanpa mempedulikan Sasuke, ia segera beralih pada makanan dengan kemasan plastik berukuran besar lalu berkata, "Ya ampun, di sini ada versi hotpot juga."

Keranjang Sakura sudah penuh dengan makanan sekarang. Sasuke penasaran bagaimana perempuan itu akan menghabiskan makanan sebanyak ini.

Namun sebelum ia sadar, ia juga mengambil satu karena penasaran. Apa rasanya memang seenak itu?

"Kalau kembali ke hotel nanti, aku mau makan nasi instan ini. Tapi porsinya terlalu besar buat kuhabiskan sendiri. Makan bareng, yuk. Kau suka sosis babi? Atau mau rasa sapi kari? Atau ayan jamur?" tanya Sakura seraya memperlihatkan gambar nasi instan di ponselnya.

"Terserah."

Di mata Sasuke semua makanan itu tidak terlihat jauh berbeda. Sebetulnya makanan itu juga tidak terlihat sangat menarik. Ia malah heran kenapa Sakura begitu antusias.

"Ah, aku beli ayam jamur dan sosis babi, deh."

"Oke."

Sakura menyadari keranjang belanjanya penuh ketika ia akan memasukkan barang dan barang itu hampir jatuh. Ia kemudian berkata, "Sepertinya aku selesai. Kau?"

"Aku juga."

Ia akhirnya mengikuti perempuan itu ke kasir. Namun ia tergoda mengambil sebotol minuman yoghurt pada akhirnya dan meletakkannya begitu saja di keranjang.

.
.

"Gila! Cemilan di sini murah, ya. Coba kalau harga di Jepang juga begini," ucap Sakura tepat ketika ia keluar dari minimarket.

Sakura merasa sudah berbelanja begitu banyak, namun harganya tidak sampai setengah dari harga belanjaan biasanya. Entah kenapa sejak pagi ini ia tak lagi begitu kaku pada Sasuke. Di luar pekerjaan, lelaki itu jadi terasa seperti kenalan yang bisa diajak mengobrol.

"UMR mereka juga lebih rendah," sahut Sasuke.

"Ah, iya aku paham. Aku cuma berandai-andai. Kalau harganya begini, aku bisa membeli banyak cemilan."

Sasuke mengernyitkan dahi. Apa cemilan di minimarket Jepang semahal itu? Rasanya tidak, deh.

"Memangnya selama ini kau tidak bisa membeli cemilan?"

Sakura cepat-cepat nenyanggah, "Eh? Bukan. Maksudku, aku bisa beli cemilan. Namun harganya lebih mahal. Jadi terkadang aku sampai harus menghitung harganya dulu. Kalau tidak, pengeluaranku membengkak."

"Cemilan itu ... mahal?"

Sakura meringis. Lelaki yang sejak awal lahir dengan sendok emas di mulutnya memang tidak akan memahami perasaan rakyat jelat sepertinya. Lelaki itu mana tahu kalau ia sampai harus membatasi diri membeli sebungkus kripik kentang berukuran besar seminggu sekali?

"Relatif, sih. Waktu kuliah, aku merasa itu mahal karena penghasilanku lebih kecil. Sekarang aku bisa makan lebih banyak cemilan, namun dulu aku harus lebih berhemat."

Sasuke menjadi penasaran. Memangnya sekecil apa penghasilan gadis itu sampai harus berpikir cuma untuk membeli keripik seharga sekian ratus yen?

Ekspresi wajah Sasuke terlihat di wajahnya. Sakura merasa tergelitik karena lelaki itu tampak begitu penasaran.

"Begini, kalau bekerja paruh waktu, gajinya dihitung dari jam kerjamu. Gajinya tidak sebesar kerja di kantor. Jadi pengeluaran yang harus ditekan."

Sasuke hanya mengangguk sebagai respon. Menurutnya Sakura menarik. Sepertinya perempuan itu tidak sepelit yang ia bayangkan. Apa kehidupan memang begitu sulit? Mungkin diam-diam ia harus mengecek gaji karyawan di tingkat terendah atau pekerja paruh waktu sekalian. Ia tidak peduli sebelumnya, namun tidak lagi sekarang.

-TBC-



Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top