Chapter 12

Sakura menyandarkan tubuhnya pada kursi pesawat kelas bisnis yang terasa empuk dengan sandaran kaki yang lebih luas. Ini kali pertamanya naik pesawat dan ia menikmati sensasi ketika roda pesawat meninggalkan landasan dan perlahan mulai terbang.

Ia merasa bosan dan sebetulnya ingin tidur, namun merasa tidak enak hati. Bagaimana kalau Sasuke juga ingin tidur namun pelayan akan membagikan makanan? Saking penasaran, Sakura bahkan sempat membaca berbagai review soal penerbangan, sampai menonton video UTube juga. Ia khawatir malah melakukan hal yang memakukan Sasuke.

"Kau mau tidur?" tanya Sasuke ketika menyadari perempuan di sampingnya tampak mengantuk. Matanya bahkan sedikit berair dan hampir terpejam. Saat melewati imigrasi autogate bahkan sampai kesulitan saking mengantuk hingga Sasuke memberi panduan dari luar gerbang.

"Kau mau tidur, kan? Nanti siapa yang membangunkanmu kalau pramugari membagikan makanan?"

Sesaat Sasuke terdiam, tidak mengira Sakura bahkan sampai.memikirkan hal itu. Perempuan itu pasti hanya bersikap begini sebagai bawahan, kan?

"Mungkin?"

"Kalau begitu kau tidur saja. Nanti masih harus bertemu Mr. Zhang," ucap Sakura. Ia bahkan tidak lagi bersikap formal akibat rasa kantuk yang membuatnya merasa terlalu lelah untuk bicara panjang lebar kalau tidak sangat terpaksa.

Sasuke berdecak dan menyahut, "Matamu berair. Kalau memaksakan diri tetap bangun, kau tidak akan fokus nanti."

Sakura berniat menyanggah, ia bahkan sudah membuka mulutnya, namun Sasuke menyahut, "Sudahlah."

Nada suara Sasuke terdengar lebih rendah dan pelan dibanding biasanya. Lelaki itu juga kelelahan dan sama sekali tak ingin bicara. Semalam dia juga sulit tidur hingga berkali-kali berganti posisi, lalu tidur pukul sembilan. Penerbangan jam lima pagi mengharuskannya untuk pergi ke bandara dua jam sebelumnya dan ia juga kurang tidur meski sempat tidur sebentar di lounge.

"Oke."

Sakura berusaha menekan tombol untuk menaikkan sandaran kaki. Ia bahkan melepas sepatu dan memejamkan mata. Rasanya sedikit gugup tidur terang-terangan di hadapan sang bos yang hanya terpisah satu partisi.

Namun rasa kantuk membuatnya mengabaikan rasa canggung dan ia segera memejamkan mata. Toh sang bos juga sudah mengizinkannya untuk tidur.

Sasuke melirik wajah Sakura yang tertidur dengan pulas. Kantung mata yang sedikit kehitaman mulai telihat, namun perempuan itu terlihat menawan.

Wajah yang dipulas dengan riasan natural membuat kecantikan wajah itu terlihat nyata, tidak berlebihan. Sebetulnya ia sudah melihat wajah tanpa riasan Sakura dan harus ia akui wajah wanita itu tidak berbeda jauh.

Sasuke menyandarkan tubuh di kursi pesawat dan tanpa sadar ia mengulurkan tangan. Wajah Sakura yang tertidur begitu lelah dan rasanya ia ingin menepuk kepala perempuan itu dengan lembut.

Namun ia menghentikan dirinya sendiri ketika tangannya hendak menyentuh kepala Sakura. Sentuhan tanpa ijin serupa dengan pelecehan dan ia tidak mau melanggar kontrak. Ia pasti sudah gila karena berpikir ingin menyentuh Sakura seenaknya.

Sasuke meremas telapak tangannya sendiri. Ia merasa malu karena kini ia lah yang berniat melanggar kontraknya sendiri.

Ia segera memalingkan wajah dan memejamkan matanya. Ia merasa begitu gugup tiba-tiba.

.
.

Orang yang sedang jatuh cinta, tak peduli laki-laki atau perempuan, terkadang begitu lucu. Seseorang yang sedang jatuh cinta terlihat seperti manusia baru yang sedang kasmaran, lebih sering tersenyum dan mengisi benak dengan eksistensi orang yang dicintai.

Sasuke berpikir dirimya mulai krhilangan kewarasannya. Ia merasa sudut bibirnya lebih mudah terangkat, seolah batu yang mengganjalnya terangkat secara mendadak.

Namun ia teringat bahwa ia pernah merasakan perasaan serupa bertahun-tahun lalu. Jika sebelumnya berakhir buruk, akankah kali ini ia berakhir bahagia?

Sosok Sakura mengisi benaknya. Ketika ia memejamkan mata, ia mampu mengingay suara dan raut wajah perempuan itu. Terkadang, ia ingin merengkuhnya, bahkam di momen tertentu, ia membayangkan hal yang lebih seronok. Namun ia segera menghentikan dirinya. Tak pantas mengakui dirinya mencintai Sakura jika yang ada hanyalah nafsu. Ia tak mau menipu dirinya sendiri.

'Aroma parfum Bapak tajam sekali.'

Begitu ucapan Sakura padanya beberapa hari yang lalu. Sasuke saat itu hanya menanggapi sekedarnya, namun dalam hati ia bertanya-tanya, apakah Sakura menyukai? Atau justru sebaliknya?

Sasuke bukanlah pria metroseksual sesungguhnya. Ia juga bukan pengikut mode. Perawatan wajah yang ia lakukan hanya sekedarnya, itupun hanya agar wajahnya enak dipandang demi kepentingan perusahaan. Masa seorang CEO tidak bisa mengurus diri sendiir hingga wajah dipenuhi komedo yang terlihat jelas?

Di luar hari kerja, Sasuke bahkan tak memakai parfum sama sekali. Deodoran dan parfum yang dipakai hanya sekedar agar tidak berbau keringat. Namun sekarang ia mulai khawatir kalau ia berbau keringat hingga menyemprot parfum banyak-banyak. Ia ingin tampil bersih, menarik dan wangi.

Perempuan yang tertidur di sampingnya perlahan membuka matanya yang semula terpejam, memperlihatkan manik hijau yang indah.

"Loh, kau nggak tidur?" Sakura bertanya dengan gugup.

"Sudah bangun, hn?"

Sebuah pertanyaan retoris yang sudah jelas jawabannya meluncur begitu saja tanpa dipikirkan kembali. Sakura mengangguk sebagai reaksi.

"Rasanya jadi kurang enak kalau bosku tetap bangun dan aku malah tidur. Jadi sebaiknya kau tidur saja."

"Sudah."

Sakura menganggukan kepala. Sasuke kemudian kembali berucap, "Pramugari tadi datang menawarkan makanan. Aku minta agar makananmu dibungkus saja. Aku tidak tahu seleramu, jadi aku asal memilih."

"Oh, aku makan apa saja yang bisa dimakan, kok. Terima kasih, ya," sahut Sakura seraya tersenyum canggung.

Sebuah senyuman dari Sakura membuat jantung Uchiha Sasuke berdebar sedikit lebih cepat. Perempuan itu begitu sederhana, berbeda dengan perempuan kebanyakan yang ia tahu.

Tatapan Sakura tertuju pada piring kecil dan sebuah mangkuk sup di atas meja Sasuke, lalu menoleh ke kursi lain di mana penumpang mendapat makanan lengkap.

Ia segera bertanya dengan suara sedikit parau akibat mengantuk, "Loh, kau makan apa?"

"Sup dan buah."

Sakura mengernyitkan dahi dan berujar, "Kok makananmu beda dengan penumpang lain?'

"Kenyang."

Sakura hampir memekik membayangkan berapa banyak makanan yang dibuang lelaki itu. Ia segera berucap, "Aih, sayang sekali sisanya terbuang begitu saja."

Sasuke masih memahami maksud perempuan itu. Keluarganya pun membiasakan hal yang sama sehingga ia tak pernah bermasalah ketika pergi ke restoran all you can eat.

"Aku menolak saat disajikan."

"Untunglah."

Sesudahnya Sakura terdiam. Ia masih mengantuk dan baru sedikit menyadarimya sekarang, kenapa situasinya jadi tidak formal begini? Ia bahkan memulai diskusi yang tidak berkaitan dengan pekerjaan, begitupun dengan lelaki itu.

"Untunglah?" Sasuke seolah membeo, tak memahami maksud ucapan Sakura.

"Ya, untung. Kalau tidak, terbuang banyak makanan yang sebenarnya masih bisa dikonsumsi."

Sasuke menatap Sakura lekat-lekat dan berujar, "Apakah semua orang seperti dirimu?"

"Maksudnya?"

Sasuke diam sesaat, meneguk ludah sebelum berkata, "Orang biasa yang kau maksud? Common sense."

Sakura tak mampu menahan diri untuk tidak tertawa. Baginya, Sasuke terasa seperti berasal dari dunia yang berbeda. Lelaki itu mungkin juga berpandangan sama.

"Tidak semuanya, sih. Ada juga yang boros, kok. Tapi pengeluaran yang lebih besar dari pendapatan itu bisa membuat masalah nantinya."

Seorang pramugari menghampiri kursi mereka dan membawakan sebuah kantung kertas yang terlihat penuh serta berkata, "Mohon maaf. Kami tidak punya kotak plastik. Jadi sebagai pengganti kami berikan berbagai macam cemilan."

Penumpang di samping menoleh dan Sasuke memaksakan diri memasang raut wajah datar. Ia segera mengucapkan terima kasih dan memberikan kantung kertas itu pada Sakura.

Sesungguhnya Sasuke sedang merasa malu saat ini. Ia belum pernah tahu kalau di pesawat boleh meminta take away makanan, terlebih di kursi bisnis. Tadi ia bahkan berbisik dengan suara pelan, memastikan agar tak terdengar penumpang lain.

Sasuke merasa harga dirinya terlucuti ketika ia membuka mulut dan mengajukan hal itu. Ia merasa serba salah. Ia tak tahu kapan Sakura akan bangun sehingga tidak mungkin meminta makanna disajikan. Kalau meminta tidak usah disajikan, bagaimana kalau perempuan itu kelaparan?

Sakura menoleh dan menyadari wajah lelaki di sampingnya sedikit memerah. Wajah sang bos yang menyebalkan jadi terlihat manis dengan rona di pipinya menurutnya.

"Kau kenapa?" Sakura bertanya, melupakan embel-embel formal yang biasa ia gunakan.

Sasuke menoleh. Jantungnya berdebar keras, ia pikir ia sedang bermimpi. Bagaimana bisa Sakura mendadak menjadi tidak formal begini padanya?

"Tidak."

Wajah Sasuke malah terlihat semakkn merona dan ia cepat-cepat mengambil majalah secara asal untuk mengalihkan atensinya. Ia membaliknya dan menyadari kalau majalah itu ternyata merupakan katalog belanja.

Sasuke melirik perempuan di sampingnya. Ia tak pernah mencium aroma parfum menguar dari tunuh Sakura dan ia berpikir untuk membelikan satu.

Bukan berarti tubuh Sakura beraroma tidak sedap. Ia berpikir.bila seorang perempuan mungkin sesekali ingin memakai parfum sehingga ia berniat membelikannya.

Ia membolak-balik katalog, mengamati berbagai parfum wanita di katalog. Ia memilih satu secara asal, kemudian memanggil pramugari dan memesan.

.
.

Beberapa orang berpakaian hitam menunggu di bandara, membawa papan nama. Sasuke segera menghampiri orang tersebut yang dengan sigap membawakan koper, begitupun dengan milik Sakura.

Salah satu dari orang itu menyambut Sasuke dan mulai berbicara bahasa Mandarin dan Sasuke menanggapinya sekilas. Sakura yang tak paham bahasa Mandarin hanya terdiam dan bertanya-tanya.

Sebuah van berwarna hitam telah dipersiapkan dan ia segera naik ke dalam mobil bersama Sasuke. Dalam hati ia bertanya-tanya siapa orang-orang berpakaian hitam itu, namun ia terlalu sungkan.

Ia segera menghunungi asisten tuan Zhang, memberitahukan bahwa mereka sudah tiba di Shanghai. Saat ini mereka sedang dalam perjalanan menuju lokasi pertemuan yang berada di salah satu restoran hotel bintang lima.

Ketika mendarat, tidak ada istirahat. Sakura sibuk mengurus koper mereka sesudah melewati imigrasi dan ia bahkan merangkap porter, mencari lokasi conveyor untuk mengambil koper, lalu mengambilkan koper miliknya dan Sasuke. Tadinya ia bahkan berniat mendorongkan koper sekalian, kalau lelaki itu tidak mencegatnya.

Sakura tak memiliki.waktu untuk terkagum, namun sebetulnya ia mengagumi kota di negara lain yang pertama kali dikunjungi setelah hidup selama lebih dari 20 tahun. Orang-orang berbicara dengan bahasa yang tidak dipahaminya, membuatnya sadar bahwa ia sudah berada di negara berbeda.

Pagi ini, tuan Zhang tampaknya berniat menjamu mereka untuk menikmati aneka dimsum. Sebetulnya Sasuke melakukan pertemuan dengan tuan Zhang dengan alasan pribadi. Ia berniat melakukan investasi di perusahaan entertainment yang sedang populer di China. Sedangkan salah satu anak perusahaan Uchiha Group berniat mendirikan pabrik sekaligus membeli franchise sebuah brand lokal yang sudah diincar selama beberapa waktu terakhir.

"Sudah hubungi asisten tuan Li? Franchise?"

"Sedang dihubungi. Bapak akan bertemu dia jam satu siang, kan?"

Sasuke menatap jalanan yang padat dan berucap, "Kau sudah mengecek jarak lokasi pertemuan?"

"Sudah. Lokasinya lumayan jauh, 8 kilometer."

"Minta agar meeting diundur satu jam. Kita bisa telat."

"Oke."

Sakura segera mencari nama kontak di ponsel, lalu menghubungi orang tersebut. Sasuke sendiri melakukan browsing terhadap perusahaan entertainment tersebut, mulai dari pergerakan sahamnya hingga artis yang berada di bawah naungannya.

Sakura diam-diam mengalihkan pandangan pada lelaki dengan raut wajah serius di sampingnya. Ketika sedang bekerja, Sasuke begitu serius dan terasa mendominasi. Di pesawat tadi, lelaki itu terasa berbedaz bahkan terlihat sedikit imut dengan wajah memerah.

Ia baru menyadari dua sisi berbeda dari lelaki itu dan merasa sedikit penasaran. Sasuke mulai tampak menarik di matanya.

-TBC-

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top