Bab 40. Pergi
Boleh banget vote dan komen.
Biar authornya semangat nulisnya.
Happy reading! 💕
.
.
.
Helaan napas panjang terdengar beberapa kali dari Tari. Bersandar di bantalnya, ia memandangi dua kotak yang kini ada dihadapannya. Kotak besar dari Revan dengan semua barang kenangan mereka, dan satu lagi kotak dari Cakra yang berisi lembaran-lembaran cerita patah hatinya.
Ingatannya kembali ke beberapa jam lalu, saat Cakra meminta izinnya untuk mengambil hak cipta dalam lagunya. Saat itu ia merasakan hal baru, seperti haru, tak menyangka bahwa ia akan mengalami hal seperti itu. Cakra yang meminta izinnya terlihat seperti sosok yang berbeda. Ada kharisma yang sama seperti saat ia mengagumi sosok Pak Angga.
Kamu harus percaya, rasa sedih yang kamu rasakan hanyalah satu dari cara Tuhan agar kamu menemukan bahagia nanti. Biarkan kesedihan itu berlalu tanpa meninggalkan bekas karena ada hari baru yang harus kamu jemput, Tar.
Itulah yang Cakra katakan padanya. Yang entah mengapa, kata-kata itu membuatnya merasa lebih kuat dan tak lagi memikirkan kesedihannya sore tadi karena Revan. Lalu, ingatanny melayang pada saat ia terdiam dalam pelukan Cakra. Rasa nyaman dan aman yang ia rasakan, membuatnya larut dalam perasaan dan suasananya. Ia bahkan tidak sadar kembali menangis jika bukan karena Cakra langsung panik melihatnya.
Sore ini terasa panjang dan melelahkan. Namun, ia sadar jika kehadiran Cakra mampu mengusir ingatan buruknya tentang Revan. Ditatapnya kotak besar dari Revan itu, meski berisi banyak kenangan, namun Tari sama sekali tak ingin membukanya. Dengan satu helaan napas, ia bangkit dari duduknya, mengambil kotak itu lalu menyimpannya di atas lemari. Ia akan memindahkannya ke gudang besok.
Kini fokusnya berganti pada kotak dari Cakra. Ia mengambil lembaran-lembaran yang mewakili perasaan patah hatinya itu. Tulisan yang menjadi saksi atas rasa sakit dan trauma yang ia rasakan saat itu. Tanpa sadar, bibirnya tersenyum. Karena ia mengingat kembali pertemuan pertamanya dengan Cakra, tak menyangka orang menyebalkan itu kini menjadi seseorang yang dekat dengannya. Ada hal yang ia pertimbangkan diam-diam. Mungkin benar apa yang dikatakan Nadia bahwa ia harus memberi kesempatan hatinya untuk sembuh. Dan Cakra adalah orang yang bisa melakukannya. Tapi ia masih tak yakin apakah Cakra serius dengannya atau hanya sebagai teman yang baik karena telah menjadi inspirasinya dalam membuat lagu.
***
Cakra menyelesaikan persiapan akhir dari lagunya yang akan segera ia daftarkan hak ciptanya. Ia telah mendapatkan izin, ingin segera memperdengarkan lagunya ini pada orang lain. Bayangan Tari yang tersenyum lembut padanya tadi membuat perasaannya menghangat.
"Ka, gue balik duluan ya. Besok gue ke sini sama anak-anak agak siangan ya." pamit Arza setelah mereka selesai.
"Oke. Kayaknya gue juga bakalan pergi sih sebelumnya."
"Iya-iya, tahu yang baru punya pacar. Pasti pengen deket mulu sama pacarnya," goda Riyan yang disusul gelak tawa yang lainnya.
"Siapa sih, yang punya pacar. Gue sama Tari itu berteman aja. Kayak sama lo semua gini." kilah Cakra yang malah membuat ketiga temannya semakin ribut.
"Kalau lo nggak mau, sini aja buat gue."
"Enak aja lo! Nggak!"
"Bercanda doang, Ka. Lagian gue nggak segila itu mau mengambil apa yang udah disukai sama temen gue."
"Hm."
"Nggak usah ngambek, elah kayak remaja puber deh. Kita balik dulu, bye!" Ketiganya benar-benar keluar studio meninggalkan Cakra yang masih terheran dengan ketiga temannya.
Baru Cakra mematikan lampu-lampu di studio, ponselnya berdering menampilkan kontak Mas Angga, yang kemudian langsung ia jawab.
"Iya, Mas. Ada apa?"
"Kamu bisa pulang sekarang?"
"Ada apa?"
"Ayah kecelakaan, di Surabaya. Cepat pulang ya, aku sama Ibu mau ke sana."
Senyum yang sejak tadi terukir di bibirnya seketika lenyap. Jantungnya berdetak lebih cepat dan tiba-tiba ia merasa sesak. Dengan langkah cepat ia keluar, mengunci studionya lalu bergegas mengendarai mobilnya menuju rumah.
Kenapa ada kejadian seperti ini di saat penting begini? Pikirannya kini langsung bercabang ke mana-mana. Semoga ayahnya tidak apa-apa. Meski sudah beberapa tahun ini ia dan sang ayah memiliki hubungan yang tak begitu baik sejak ia memutuskan untuk mengejar mimpinya dalam permusikan. Dia dan sang ayah memiliki sikap keras kepala yang sama sehingga tak ada satupun yang mengalah. Untungnya malam ini kemacetan tak mengular padat sehingga ia bisa langsung sampai di rumah.
"Buk!" panggilnya begitu ia memasuki rumah. Dilihatnya sang Ibu menangis sementara Angga sedang menghubungi seseorang. Cakra segera duduk dan memeluk erat ibunya.
"Ayah gimana?"
"Ka..." ibunya menangis dan itu semakin membuat Cakra goyah. "Ibu belum tahu kabarnya lagi. Tadi pihak kepolisian Surabaya yang menghubungi Ibu. Awalnya Ibu nggak percaya tapi Angga bilang itu benar. Ayahmu, Ka...."
Cakra tak kuat jika orang-orang yang disayanginya terluka.
"Buk, ini kita berangkat sekarang aja." Angga dengan wajah khawatir menghampiri mereka di ruang tengah.
"Ka, kamu ikut ke Surabaya. Manda sama baby biar pulang ke rumah Mama. Kita berangkat sekarang."
.
.
.
Bersambung.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top