Bab 37.
Boleh banget vote dan komen.
Biar authornya semangat nulisnya.
Happy reading! 💕
.
.
.
"Maaf ya, kamu jadi nggak nyaman karena omongan Mama. Jangan diambil hati, soalnya kadang Mama suka begitu, nggak serius kok."
Tari menghela napasnya, menoleh menatap Cakra yang sejak mereka berangkat hanya diam saja.
"Nggak apa-apa, kok." Cakra melirik pada Tari sebentar dengan seulas senyum tipis di ujung bibirnya.
Bohong sebenarnya. Karena ia tadi sempat merasa seperti mau pingsan saking bingungnya dengan pertanyaan tiba-tiba dari mama Tari.
Gugupnya terasa seperti ia akan melakukan ujian kelulusan sekolah. Berkeringat dingin dan tidak bisa fokus. Untung Tari menyelamatkan keadaan dengan mengalihkan pembicaraan dan berkata mereka sudah kesiangan untuk berangkat. Jadi, dengan perasaan canggung dan malu, Cakra pamit pada mama Tari tanpa memberi jawaban.
"Seperti yang kamu tahu, aku pernah patah hati yang nggak bisa dijelaskan saking sakitnya," ucap Tari dengan senyuman getir. "Aku nggak pernah membawa siapapun ke rumah selain Nadia dan mantan calon suamiku dulu."
Cakra seketika menoleh mendengar penuturan Tari yang terakhir. Calon suami?
"Maksud kamu calon suami...."
"Iya, calon suami. Aku sama dia udah mau nikah, tapi ya gagal. Kurang lima hari dari hari pernikahan, dia menghamili wanita lain. Selanjutnya ya pernikahanku gagal." Tari mengatakannya dengan kekecewaan yang terlihat jelas di matanya.
"Maaf, aku nggak tahu."
Tari tersenyum menatap Cakra. "Nggak apa-apa kok. Makanya tadi Mama langsung nanya gitu ke kamu. Sedikit banyak, beliau takut anak gadisnya ini belum move on."
Entah kenapa ada rasa bersalah dalam dirinya setelah mendengar apa yang baru saja Tari katakan. Dia tidak tahu jika kisah perempuan di sampingnya itu begitu menyakitkan.
"Maaf ya, aku malah cerita begini ke kamu."
"Oh, nggak apa-apa." Cakra tersenyum kecil. "Tar, besok aku jemput lagi, boleh?"
"Kamu... apa?"
"Aku jemput kamu. Boleh? "
Tentu saja ucapan Cakra membuat Tari membulatkan mata menatap tak percaya. "Ini kamu mau jemput aku lagi? Tapi..."
"Boleh."
Senyuman di bibir Cakra mengembang, ia menutupinya dengan menolehkan wajahnya ke jendela, pura-pura tertarik dengan semua yang ada di luar. Begitupun Tari yang juga memilih menatap keluar jendela dengan senyum yang terlukis di bibirnys
***
"
Ka, lo udah dapat persetujuan liriik belum, biar lebih cepet kita pengajuan hak ciptanya." Arza menoleh menatap Cakra yang sejak datang di studio hsnya tersenyum-senyum di kursinya.
"O-oh, belum. Gue lupa, sorry sorry. Nanti gue coba ngomong ke orangnya dulu ya."
Cakra lupa. Ia harusnya meminta persetujuan Tari untuk menggunakan tulisannya dalam lirik dan di daftarkan untuk hak cipta.
Kejadian-kejadian tak terduga yang terjadi saat ia bersama Tari membuatnya lupa pada tujuannya. Padahal ia berencana cepat untuk mendapatkan izin agar persiapan pembuatan musik videonya juga bisa dikerjakan.
"Gue lihat-lihat, dari tadi lo senyum-senyum sendiri. Cerita sini cerita," tanya Arza sambil menggesee duduknya mendekati Cakra.
"Apaan? Gue nggak kenapa-kenapa kok. Biasa aja."
"Roman-romannya dia jatuh cinta itu Za. Senyumnya mencurigakan," sahut Riyan ikut menggoda.
"Nggak. Lo nih ngarang deh Yan," kilah Cakra yang kini mulai menatap layar komputer menyibukkan diri.
"Orang salting emang keliatan ya, Yan. Beneran jatuh cinta kayaknya. Siapa ini yang bisa menaklukan hati seorang Cakra?" Arza tertawa bersama Riyan, mereka senang menjahili Cakra. Karena selama ini Cakra tak pernah mau didekati perempuan manapun.
"Lo berdua rese banget. Mending bantuin gue rapihin ini deh."
Cakra masih menghindar menatap kedua temannya. Tidak mau kelihatan ia memang jatuh cinta. Rasanya aneh, mengingat Tari saja sudah bisa membuatnya tersenyum.
"Kenalin ke kita dong, Ka."
"Siapa?"
"Cewek lo, lah."
"Nggak ada. Bukan cewek gue, eh belum sih."
"Tuh, kan! Ada! Kenalin dong!"
Cakra meringis kalah, kedua temannya ini memang tidak bisa dibohongi. Apalagi kalau urusan cinta-cintaan, pasti kepekaan mereka meningkat seratus persen.
"Kenalin dong, Ka."
"Lo berdua udah kenal."
Riyan dan Arza saling berpandangan bingung. "Siapa?"
Cakra mebghela menatap keduanya, lalu senyum kembali muncul di bibirnya.
"Yang beberapa waktu lalu marah-marah di My I setelah kalian perform."
"Hah?" Lagi-lagi Arza dan Riyansaling menatap. Kemudian seperti menyadari seseuatu keduanya terbelalak menatap Cakra.
"Si cewek yang punya lirik?" tanya keduanya bersamaan.
Dengan senyuman lebar, Cakra mengangguk. Puas melihat keterkejutan mereka.
"Lo beneran sama dia?"
"Pantesan waktu itu aneh, lo terima aja dia marah-marah ke kita. Ternyata dia gebetan?"
"Sialan emang ini bocah! Sengaja banget bikin huru-hara."
"Lo sengaja deketin dia untuk lirik apa gimana?" Kali ini Riyan bertanya dengan serius.
"Nggak lah. Gue udah lama mau mendekati dia. Dan kebetulan ada kejadian soal lirik itu yang bikin gue deket sama dia meski lewat cara yang nggak menyenangkan."
"Wah, drama banget kisah lo."
"Harusnya lebih mudah lo dapat persetujuan dia soal hak cipta, kan?"
Senyum di bibkr Cakra berubah menjadi senyuman tipis. "Dia nggak setuju kan awalnya dengan penggunaan tulisan dia jadi lirik. Gue udah minta maaf dan jelasin ke dia. Tapi soal dia setuju atau nggak, gue nggak bisa pastikan. Gue sendiri takut kalau dia nggak setuju. Kalaupun iya, gue akan ganti liriknya."
Kedua temannya mengangguk-angguk paham. Kemarahan Tari waktu itu sudah menunjukkan penolakan.
"Semoga aja dia setuju sih, ya. Udah bagus dan enak banget lagunya. Gue suka. Sayang kalau harus diganti," tutur Arza yang disetujui oleh Riyan.
"Doain aja ya, biar gue nanti ngomongnya enak ke dia. Dan dia setuju."
"Pasti kita doain yang terbaik untuk support lo, Ka."
Cakra tersenyum lega, setidaknya berbagi pikiran dengan kedua temannya selalu berhasil membuatnya merasa sedikit tenang. Tinggal memikirkan bagaimana caranya ia meminta persetujuam dari Tari tanpa membuat gadis itu marah lagi.
.
.
.
Bersambung.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top