3: Love Letter

Naturally, my eyes only look for you.
And I don't know why I miss you.

Boyfriend — I Miss You

🎵🎵🎵

Kelas pertama berakhir dan ada waktu selama 15 menit untuk break time. Kim seonsaengnim sudah keluar kelas sekitar satu menit yang lalu seusai memberi materi tambahan setelah pemeriksaan tugas. Karena saat ini terhitung masih pagi, hanya beberapa siswa yang keluar kelas untuk membeli sarapan atau makanan ringan.

No Vira teringat ajakan Minwoo tadi sebelum kelas dimulai. Ia beranjak bangkit dari kursinya. Namun, belum sempat ia lewat dari kursi barisan terdepan, Bora menghalangi langkahnya.

"Eodi gani, Vira-ssi?" Bora menyeringai sembari mencondongkan wajahnya ke arah Vira.

"Bukan urusanmu," jawab Vira. Ia hendak menolak bahu gadis yang lebih tinggi di hadapannya ini. Tentu saja, dengan cepat Bora mencekal pergelangan tangannya.

Di depan kelas, Hyojung melempar senyum ke arah Bora. Gadis bertubuh bak gitar spanyol itu mulai bersuara.

"Chingudeul, aku ingin mengumumkan sesuatu yang penting untuk kalian." Suaranya sengaja ia keraskan agar semua teman sekelasnya memperhatikan. "Teruntuk Lee Jeongmin."

Pemuda yang tadinya merasa tak tertarik sama sekali kini merasa terpanggil karena namanya disebut oleh Hyojung. Tadinya, ia hanya menenggelamkan wajahnya dalam lipatan tangan yang ia buat di atas meja karena Vira mengabaikannya sejak gadis itu datang. Ia mengangkat wajahnya dan spontan mata kecilnya membulat melihat kertas merah dalam genggaman Hyojung.

"Aku ingin bersamamu dalam jarak sedekat nadi. Namun, aku takut kau justru pergi sejauh matahari jika mengetahui siapa aku." Hyojung berhenti sejenak untuk memperhatikan respons teman-temannya. Melihat ekspresi kaget Jeongmin dan wajah gugup Vira, ia semakin yakin kalau sudah terjadi sesuatu di antara mereka.

"Ya! Hyojung-ah, lanjutkan pengumumannya," teriak Kang Jihyun dari bangku barisan terakhir di kolom kedua.

Jeongmin mengepalkan jari-jarinya dan meninju mejanya sendiri. Ia bangkit dari kursinya menuju ke depan kelas untuk merebut kertas yang digenggam Hyojung. Namun, gadis itu tak peduli. Ia justru semakin mengeraskan suaranya, melanjutkan isi surat tersebut.

"Cukuplah seperti ini. Aku hanya ingin kau tahu, bahwa kau selalu dicintai."

Tepat sesudah surat singkat itu selesai dibacakan keras-keras layaknya pengumuman penting, Jeongmin merebut paksa kertas itu dari Hyojung. Rasanya ia ingin meninju wajah gadis ini. Sementara, Hyojung hanya melipat tangannya di bawah dadanya yang berisi, seolah menantang Jeongmin.

"Nuguya, Jeongmin-ssi? Apakah kau sudah menemukan orangnya?" tanya Hyojung dengan senyum miringnya. "Apakah kau memerlukan bantuanku untuk menemukan siapa gadis yang berinisial Ra itu?"

"Hentikan omong kosongmu," Jeongmin menggeram. Tangannya meremas kertas dalam genggamannya.

"Yaedeul-a, apakah kalian mengenal siapa Ra?" Pertanyaan Hyojung membuat semuanya saling melihat satu sama lain. "Apakah itu kau, Bora-ya?"

Bora yang masih menahan lengan gadis yang terus-terusan memberontak itu tertawa mendengar pertanyaan Hyojung yang ditujukan padanya. "Tentu saja, bukan."

"Apakah itu kau, Dara-ssi?" tanya Bora pada gadis yang baru saja kembali dari toilet dan masuk kelas.

"Mwoya?" tanya gadis itu yang tak tahu kejadian apa-apa.

"Sepertinya bukan Park Dara," timpal Hyojung pura-pura tidak tahu.

"Bukan aku juga," sahut Ryu Sera yang duduk di depan meja guru, sebelum dirinya mendapat pertanyaan serupa.

Hanya tinggal satu gadis dengan nama berakhiran Ra yang belum membuka suara. Gadis itu tak lagi melawan. Lututnya melemas. Matanya yang mulai berair menyorot tajam ke arah Jeongmin yang tampak tak berusaha menghentikan perbuatan Hyojung.

"No Vira-ssi," panggil seseorang. Entah siapa, Vira tidak tahu. Tatapannya masih tertuju ke arah Jeongmin yang masih bingung harus bertindak apa. "Apakah kau menyukai Lee Jeongmin?"

Pertanyaan itu membuat semua pasang mata tertuju pada gadis malang ini. Tugas Bora sudah selesai. Ia melepaskan cengkeramannya dari lengan Vira yang tampak memerah. Lalu, ia kembali ke tempat duduknya meninggalkan gadis yang menjadi sorotan.

"Kalau kau diam saja, berarti kau orangnya."

Sorakan yang entah dipimpin oleh siapa menggema di telinga Vira. Kepalanya menunduk dan tatapannya terjatuh ke sepasang sepatu miliknya. Pandangannya menjadi kabur saat dibasahi air mata. Sepasang sepatu lainnya datang dari posisi berlainan arah. Seseorang menarik tubuhnya dalam dekapan.

Vira tak melawan. Bukan karena tubuhnya semakin melemas, melainkan karena ia kenal aroma khas yang menguar dari tubuh pemuda yang memeluknya saat ini. Sepupunya sendiri. Minwoo menghapus air matanya dan menarik lengan gadis itu meninggalkan kelas.

Suara tumbukan yang disusul teriakan pendek terdengar di saat Minwoo dan Vira hendak keluar. Kedua saudara sepupu itu menoleh ke sumber suara. Kejadian singkat itu membuat semua siswa 2-1 terdiam, termasuk banjang mereka sendiri.

"Kalian semua keterlaluan," ujar Jo Kwangmin, laki-laki yang baru saja meninju pipi gempal Jeongmin.

Jeongmin tak membalas. Bukan karena ia merasa terintimidasi dengan tinggi badan salah satu anak kembar itu, melainkan karena ia sadar letak kesalahannya. Jika ia membalas perbuatan anak itu, ia yakin Vira akan semakin membencinya.

🎵🎵🎵

"Heol! Kembaranku keren sekali," puji Youngmin. Ia bersama adiknya dan dua saudara sepupu kini sedang berada di salah satu set bangku panjang dan meja lebar di taman sekolah yang tak begitu jauh dari area kelas mereka, mengingat waktu istirahat singkat mereka akan segera berakhir.

"Perbuatanmu tadi lebih tepat disebut bodoh. Aku tahu, kau ingin menjadi pahlawan untuk Vira, tapi sesekali gunakan akal sehatmu," repet Minwoo. "Bagaimana kalau tindakanmu tadi diketahui oleh seonsaengnim?"

"Aku terlanjur terbawa emosi. Mianhaeyo," rutuk Kwangmin.

Vira sudah menghentikan tangisannya. Ia tersenyum kecil mendengar perdebatan tiga laki-laki itu. "Gomawoyo, ... Youngmin-ssi."

Minwoo yang duduk di sebelahnya mengulum senyum. Pemuda di seberang Minwoo menahan tawa, sementara kembarannya menunjukkan ekspresi cemberut.

"Aku Jo Kwangmin, Vira-ssi," kesalnya.

"Ah, jinjja?" tanya gadis itu dengan polosnya.

Youngmin dan Minwoo tak mampu lagi menahan diri mereka untuk tidak tertawa, membuat Kwangmin semakin memajukan bibirnya.

"Mian, aku belum bisa membedakan kalian," aku Vira.

Sepuluh menit berlalu dengan cepat. Vira kembali tersenyum walaupun ia belum seceria biasanya. Melihat satu per satu guru mulai berkeluaran dari ruang guru, mereka memutuskan untuk bubar. Namun, sebelum kembali ke kelasnya sendiri, Minwoo mengantarkan Vira ke kelas 2-1 terlebih dahulu agar gadis ini tak dijahili teman sekelasnya lagi.

"Vira-ya, sesudah jam kedua nanti, aku akan segera ke sini. Jangan khawatir," pesan Minwoo sembari mengusap pelan puncak kepala Vira.

Jeongmin memperhatikan interaksi kedua saudara sepupu itu. Namun, ketika Vira menoleh sekilas ke arahnya, dengan cepat ia memalingkan wajahnya, lalu pura-pura membaca buku catatannya. Ia merasa bersalah jauh berkali-kali lipat dari kemarin saat ia menolak perasaan gadis itu. Kejadian tadi benar-benar memalukan dan pastinya melukai perasaan Vira.

Sepertinya, pipinya masih sakit.

Vira merutuki kebodohannya sendiri dalam hati. Ia masih sempat mengkhawatirkan keadaan Jeongmin yang sesekali terdengar mengaduh pelan sembari memegangi pipi kirinya. Kepalanya tegak, menatap lurus ke depan, tampak memperhatikan Choi seonsaengnim yang tengah menjelaskan materi Sejarah Korea dengan serius. Namun, sudut matanya tetap memperhatikan laki-laki yang duduk di sebelah kanannya.

Semua dalam mode serius begitu Choi seonsaengnim selesai menjelaskan materi. Masing-masing melengkapi buku catatannya, mengingat kuis akan diadakan pada pertemuan selanjutnya. Suara mengaduh dari meja di sebelah kanan Vira semakin mengganggu.

PRAK!

Sehelai sapu tangan berbahan tebal dan air mineral dalam kemasan gelas mendarat dengan cepat di sudut kiri meja Jeongmin.

Diamlah. Aku tidak bisa berkonsentrasi.

Jeongmin mengangkat wajah dan menoleh ke arah Vira seusai membaca memo singkat itu. Hebatnya, gadis itu sudah menulis catatannya seperti yang lain seolah-olah tak memperhatikan Jeongmin. Pemuda ini mengangkat gelas air mineral itu. Suhu dingin menjalar di antara jemarinya. Perlahan dan hati-hati ia menempelkan benda itu ke pipi kirinya.

Vira masih menunjukkan perhatian kecil seperti ini, apakah pertanda kalau ia sudah tidak marah dengan Jeongmin?

Sudut-sudut bibir Jeongmin tertarik membentuk lengkungan senyum. Rasa mendenyut di pipinya perlahan berkurang, tergantikan oleh kesejukan dari kemasan air mineral di tangan kirinya. Ia bertekad akan segera meminta maaf dengan Vira.

🎵🎵🎵

1. Eodi gani?: Kau mau ke mana?
2. Chingudeul: Teman-teman
3. Nuguya?: Siapa itu?
4. Yaedeul-a: Anak-anak/teman-teman
5. Mwoya?: Apa?
6. Heol!: OMG!
7. Mian: Maaf (non-formal)
8. Mianhaeyo: Maaf (semiformal)
9. Gomawoyo: Terima kasih (semiformal)
10. Jinjja?: Benarkah?/Sungguh?

Word count: 1235

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top