1: Mianhae
There was one word you said yesterday that felt like a stuck thorn, actually I still don't understand anything.
Boyfriend - Hitomi no melody
🎵🎵🎵
"Kau belum pulang?" tanya Jeongmin kepada gadis yang berdiri di depan loker miliknya.
Gadis berambut pendek tepat di bawah telinga itu berjengit kaget. Tak menyangka, aksinya akan ketahuan hari ini. Namun, dalam hatinya berdoa semoga laki-laki berpipi chubby itu tak menyadari ia sudah memasukkan sesuatu ke dalam loker miliknya.
"Belum pulang?" tanya Jeongmin sekali lagi, dan pertanyaan itu hanya dijawab dengan dua kali anggukan.
Awalnya, fokus Jeongmin hanya tertuju pada netra No Vira yang berpendar seolah menghindari kontak mata dengannya, sehingga langkah yang ia ambil menuju loker seperti biasa. Namun, begitu ia mendapati kedua tangan gadis itu bersembunyi di balik postur kecilnya, kecepatan rata-rata langkah Jeongmin meningkat.
"Apa yang kau sembunyikan?" tanya Jeongmin menatap mata Vira.
Gadis itu tak menjawab. Menyadari pergerakan Jeongmin semakin dekat dengannya, Vira melangkah mundur hingga tubuhnya merapat ke pintu loker. Kedua mata sipitnya terpejam akibat gugup. Ia bisa merasakan keberadaan Jeongmin dari dengkusan napas pemuda itu.
Jeongmin meniup pelan ke arah kelopak mata Vira yang masih tertutup, mengisyaratkan agar gadis itu menatapnya dari jarak sedekat ini. Vira mengerjapkan mata, kemudian mendapati wajah Jeongmin lebih dekat dari yang ia duga. Lengan bawah kanannya berada tepat di atas bahu kiri Vira.
Rasanya No Vira membutuhkan tabung oksigen dalam posisi ini. Pernapasannya tidak lancar dan intensitas detak jantungnya tak beraturan.
"Minggir," bisik Jeongmin.
Bisikan pelan yang membuat telinga kanan Vira merasa geli itu menyebabkan peredaran darahnya seolah berpindah pusat ke kepalanya. Ia yakin wajahnya berwarna merah muda seperti bunga sakura yang bermekaran di pekarangan sekolah mereka.
Vira bergeser dua langkah ke kanan agar Jeongmin bisa membuka lokernya. Laki-laki bermata sipit dan menjadi segaris setiap ia tersenyum ini sebenarnya berniat untuk mengambil salah satu cermin yang ia simpan di loker karena takut disita pihak kesiswaan yang kadang-kadang melakukan razia, menggeledah tas siswa tanpa pemberitahuan.
Benda pertama yang mencuri perhatiannya adalah sepucuk surat berwarna merah yang terletak paling atas. Belakangan ini, ia memang sering mendapatkan surat misterius berisi ucapan semangat dan pujian yang ia yakini berasal dari satu orang, melihat dari tulisan tangan yang serupa. Sepertinya ... ia tahu siapa pengirimnya sekarang.
BAM!
Suara hempasan itu berhasil membuat Vira yang masih belum beranjak dari tempatnya terperanjat. Jeongmin meraih pergelangan gadis itu yang tengah menggenggam kado kecil sebesar telapak tangannya.
"No Vira, kau pengirimnya?" tanya Jeongmin tak ingin basa-basi.
Kali ini Vira memberanikan diri untuk menatap mata laki-laki yang sering hadir dalam mimpi-mimpi terindahnya. "Kau benar, Jeongmin-ssi." Ia kemudian menyodorkan kotak kado dalam genggamannya. "Kuharap kau tak keberatan menerimanya."
Jeongmin menggaruk tengkuknya yang tiba-tiba terasa gatal. "Bisa kita bicara sebentar?"
Ajakan yang terdengar menyenangkan itu tentu tak akan ditolak Vira. Ia lalu mengekor langkah Jeongmin menuju halaman sekolah yang dipenuhi pohon sakura.
Langkah Jeongmin terhenti di salah satu sudut yang teduh di bawah pohon sakura yang tumbuh dengan baik di halaman belakangan sekolah. Ia berbalik untuk berhadapan dengan Vira.
Vira kembali menyodorkan kotak hadiah yang belum diterima Jeongmin. Pemuda berambut semi ikal ini menghela napas, semakin merasa bersalah dengan niat baik Vira. Jeongmin meraih kado tersebut dari telapak tangan gadis di hadapannya.
Laki-laki beralis tebal itu membuka kado tersebut tanpa menanyakan isinya. Ia ingin segera mengakhiri pertemuan yang membuatnya merasa canggung ini. Sebuah cermin hias kecil berbentuk kepala panda dengan badan berukuran lebih kecil yang sebenarnya sisir adalah isi kado tersebut.
Jeongmin suka bercermin dan hewan kesukaannya setelah anak anjing adalah panda. Vira benar-benar tahu kesukaannya. Mereka memang dekat, tetapi Jeongmin tidak pernah sadar kalau gadis ini memperhatikannya sejauh itu.
"Mianhae-yo, Vira-ssi." Jeongmin mengembalikan benda tersebut walaupun baginya cermin itu sangat lucu. "Aku tidak bisa menerima pemberianmu kali ini."
"Geundae, wae?" tanya Vira. Hatinya mencelos mendengar penolakan itu.
"Jeongmal mianhae. Aku tak ingin kau salah mengartikan sikapku selama ini," jelas Jeongmin. "Sekali lagi, aku minta maaf. Aku tidak bisa membalas perasaanmu."
Rasa percaya diri Vira runtuh, jatuh berguguran seiring air mata yang membasahi pipinya. Kepalanya menunduk dan bahunya bergetar. Namun, kakinya terasa berat untuk melangkah meninggalkan tempat ini.
Jeongmin dengan perasaan bersalahnya menarik gadis rapuh itu dalam dekapan. Belum sampai satu menit berlalu, Vira menolak bahunya.
"Gwaenchanh-a," ujar Vira seraya menyeka air matanya sendiri.
Tak lagi berniat mengejarnya, Jeongmin hanya memandang Vira yang menjauhinya, berjalan menuju gerbang sekolah dengan langkah terseret. Ia berharap, keputusan yang ia buat hari ini adalah yang terbaik.
🎵🎵🎵
"Uljima, Vira-ya. Lee Jeongmin itu tak pantas untuk ditangisi," ujar Minwoo seraya mengusap-usap punggung sepupunya yang sudah menangis selama setengah jam sejak ia kembali ke sekolah hanya untuk menjemput gadis ini pulang.
Minwoo membawa gadis itu ke rumahnya, bukan ke rumah Vira. Sebelumnya, sepupu perempuannya yang masih menangis itu sudah meminta izin dengan orang tuanya melalui pesan chat.
"Kukira ia mengajakku bicara karena ingin mengungkapkan perasaan suka," isak Vira. "Bagaimana aku bisa melupakannya? Aku bertemu dengannya setiap hari di sekolah."
"Sebisa mungkin, kau harus berhenti berinteraksi dengannya. Berhenti memperhatikan pergerakannya. Berhenti melihat ke arahnya. Kau harus bisa mengalihkan pandanganmu ke arah lain selama belajar di kelas," saran Minwoo.
Vira mengembuskan napasnya. "Mengapa semuanya terdengar sulit sekali untuk dilakukan?"
"Apa lagi yang membuat sulit?" tanya Minwoo balik.
"Kau lupa kalau aku duduk bersebelahan dengannya?"
Minwoo menepuk jidat. Ia memang jarang menemui Vira di kelasnya selama waktu istirahat, biasanya mereka langsung bertemu di kantin atau di perpustakaan, sehingga ia tak begitu memperhatikan formasi tempat duduk kelas sepupunya ini. Vira duduk di bangku barisan kedua, kolom kedua. Sementara, Jeongmin duduk di bangku barisan kedua, kolom ketiga, tepat di sebelah kanan Vira.
"Kau tidak bisa pindah kursi?" tanya Minwoo.
"Minta bertukar kursi karena patah hati terdengar konyol sekali, Minwoo-ya." Vira memutar bola matanya. "Lagi pula aku tak punya teman akrab selain Jeongmin di kelas."
Melihat Vira seperti ingin menangis lagi, Minwoo menangkup kedua pipi chubby-nya. "Vira-ya, aku akan membantumu melupakan Jeongmin. Arasseo?"
Sudut-sudut bibir Vira tertarik membentuk senyuman. Ia bersyukur memiliki sepupu seperti No Minwoo yang bisa diajak berbagi cerita.
"Tapi, kalau kau sendiri tak berusaha untuk move on, bantuanku juga akan sia-sia." Minwoo membebaskan pipi Vira dari tangkupan tangannya sebelum pipi gadis itu berubah menjadi chapssal-teok penyet.
"Ne, arasseo. Gomawo, Minwoo-ya."
🎵🎵🎵
Jeongmin membuka surat cinta yang ia terima dari gadis yang hatinya baru saja berhasil ia patahkan siang tadi. Surat itu belum dibacanya hingga malam hari. Sejujurnya, ia sendiri masih tak percaya akan ada orang yang diam-diam menyukainya. Lebih mengejutkan lagi ternyata orang itu adalah No Vira, yang selama satu tahun ini menjadi teman akrab perempuan pertamanya.
Apakah ini pertanda kalau ia sudah kehilangan salah satu teman baiknya?
Gadis berperawakan kecil itu bagi Jeongmin seperti matahari yang muncul di musim semi dalam cuaca dingin sisa-sisa musim salju. Ia membawa kehangatan di hari-hari Jeongmin yang sebelumnya sangat membosankan. Hanya itu, tidak ada perasaan berbunga-bunga atau kupu-kupu yang berterbangan di perutnya, seperti kata teman-temannya yang di mabuk asmara.
Aku ingin bersamamu dalam jarak sedekat nadi.
Namun, aku takut kau justru pergi sejauh matahari jika mengetahui siapa aku.
Cukuplah seperti ini.
Aku hanya ingin kau tahu, bahwa kau selalu dicintai.
- Ra -
Ketakutan gadis itu terbukti saat ini. Jeongmin tidak bisa bersikap seolah tak mengetahui perasaan Vira. Mengetahui kenyataan yang pahit lebih baik daripada tidak mengetahui apa-apa yang membuat gadis itu jatuh lebih dalam lagi, 'kan?
Surat tersebut ia selipkan di halaman pertengahan buku latihan Bahasa Korea yang sedang terbuka lebar. Jeongmin baru saja selesai mengerjakan tugasnya. Buku bersampul hijau tersebut kemudian ia simpan ke dalam tasnya untuk dikumpulkan besok.
🎵🎵🎵
1. Mianhae: Maaf
2. Geundae: Tapi
3. Wae: Mengapa
4. Jeongmal: Sungguh/sangat
5. Gwaenchanh-a: Tidak apa-apa
6. Uljima: Jangan menangis
7. Arasseo: Mengerti
8. Ne: Ya
9. Gomawo: Terima kasih
10. -ssi: polite Korean honorific
11. -ya: friendly Korean honorific
Word count: 1244 words
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top