Nada dan Rasa
Apa kalian menyukai musik?
Menurut kalian musik menghibur dan menyenangkan?
Ya, ya, seharusnya memang begitu. Tapi sebenarnya--
Kkkzzz!!!
Kreekk!!!
Oops! Apa kalian mendengar sesuatu?
Kalau itu seperti nada sumbang dan sedikit mengganggu pendengaran, mari sama-sama berpura-pura untuk tidak mendengarnya. Oke?
Woohhhh...
•••••
Berbagai melodi mengalun, irama tumpang tindih saling sahut-menyahut di ruangan ini. Awalnya aku terusik, tetapi lambat laun pikiranku mulai memilah tiap-tiap nada. Bukan sesuatu yang buruk, rekan-rekanku ini hanya sedang menikmati waktu.
Suara lembut yang menenangkan aku yakini berasal dari si ramping flute, sang suling hitam. Instrumen paling kecil memang, tetapi entah kenapa selalu piawai dalam mengolah nada. Alunan melodinya jelas paling merdu, itu selalu selembut semilir angin tiap kali didengarkan.
Aku mendengar ada melodi lain yang berusaha mengimbangi irama itu, tetapi alih-alih terdengar serasi malah sangat sumbang. Sepertinya tuan klarinet sedang kalut. Dia lagi-lagi mendramatisir permainannya. Jika aku membayangkan, irama yang dia keluarkan sudah seperti tangisan nona kecil di rumah ini saat melihat mainannya rusak, histeris!
Sepertinya masih sangat panjang, ahh!
Ada melodi lain yang tidak kalah menganggu. Yang terburuk sejauh ini aku hanya dapat mendengar suara gesekan. Siapa lagi kalau bukan si tua gramofon penyebabnya. Mau bagaimana lagi, tonearm-nya kembali bermasalah. Lengan nada itu lagi-lagi bengkok. Tidak heran tak ada melodi harmonis yang terdengar, dia menggesek piringan hitam bukan lagi dengan jarum melainkan dengan permukaan lain!
Di sudut yang jauh, dawai biola dan gitar berkolaborasi sempurna. Namun, mereka terlalu bersemangat. Permainan tust hitam dan putih dari si piano jadi tidak terdengar, tapi ... mari syukuri itu karena sebenarnya dia tidak lebih baik dari gramofon.
Jika kalian berpikir instrumen musik hanya akan bersuara jika dimainkan oleh manusia, tutuplah pikiran itu karena banyak hal yang sebenarnya tidak bisa kalian lihat maupun kalian dengar. Karena itulah yang terjadi di sini, tempat berbalut pelitur dengan kayu yang tidak biasa di baliknya. Karpet hijau di seluruh lantai agak sedikit kasar ketika menyentuh kulit, tetapi dua bohlam kuning yang menggantung di atas sana berpijar sempurna. Oh sungguh sentuhan klasik yang sangat kental. Aku mendengar Tuan Kevin menyebutnya studio musik.
Apakah ada yang bertanya-tanya bagaimana suaraku? Sebentar aku baru akan menjelaskan.
Aku baru saja mendengarnya.
Apakah itu berarti aku mendengar suaraku sendiri? Ya! Persis. Ada di seberang dinding sana. Hampir tidak jelas karena teredam suara berisik ini. Namun, aku mengingatnya dengan jelas. Aku mendengarnya setiap hari.
Aku tidak tahu apakah nada-nada yang aku keluarkan begitu harmonis sehingga semua orang menyebutku harmonika, tetapi hubunganku dengan tuan kami tidak seindah nama itu. Sepuluh tahun memutuskan berhenti bermain musik, selama itu pula Tuan Kevin tidak pernah menyentuhku.
Nyonya Margeta mungkin penyebabnya. Dia pernah berkata jika ayah mereka masih seorang duke. Tidak pantas rasanya melihat anak tertuanya menghabiskan waktu dengan benda-benda tak berguna. Terlebih dia seorang pria.
Tak berguna? Terdengar kejam memang tapi tak apa. Aku tidak seemosional itu untuk marah. Setidaknya hanya aku yang mendengar, tuan klarinet sedang tidur saat itu.
Derit pintu di seberang sana membuat lamunanku yang sempat mengembara terputus. Suara yang aku kenal sebagai Nona Muda Cloe sedang mengajak Tuan Kevin berbicara. Suara itu tadinya samar, tetapi entah kenapa berubah semakin jelas, lalu saat pintu studio dibuka dari luar keadaan sekitar tiba-tiba hening. Aku baru saja melerai rasa syokku ketika sebuah tangan mungil membawaku keluar.
Nuansa vintage kamar Tuan Kevin yang familier langsung menyambutku. Di sofa dekat jendela aku melihat Tuan Kevin duduk membelakangi. Tangannya memegang sebuah fonograf. Tepat saat aku diletakkan di sampingnya suara familier kembali terdengar.
"Kenapa Kakak hanya mendengarnya saja? Kakak tidak ingin memainkan secara langsung?" Nona Cloe menggeser tubuhku lebih dekat, tetapi Tuan Kevin hanya melihat sebentar lalu memalingkan wajah.
Aku tidak mendengar ada balasan dari pertanyaan itu. Rupanya Tuan Kevin hanya menggeleng sebagai respons.
Nona Cloe yang sudah asyik bermain dengan kotak musik balerina yang baru dia dapat membuat keheningan mendera semakin panjang. Entah kenapa Tuan Kevin juga menghentikan rekamannya. Hingga beberapa detik kemudian, pria itu akhirnya bersuara.
"Usia Kakak sudah hampir tiga puluh, menurutmu Kakak masih bisa bermain musik?"
Nona Cloe tidak memalingkan wajahnya saat dia menjawab, "apa yang salah? Itu tidak memalukan. Lagi pula tidak ada orang lain di sini."
Aku melihat ujung bibir Tuan Kevin sedikit ditarik. Aku mengira dia masih akan melanjutkan pembahasan itu. Tidak kusangka ucapan Tuan Kevin berikutnya membuat aku tersentak.
"Kamu percaya mereka hidup?" Sorot mata Tuan Kevin itu menerawang jauh, membuat aku sedikit bergidik.
Sadar akan ucapan itu aku langsung menilik reaksi Nona Cloe. Sang gadis kecil menatapnya kali ini.
"Maksud Kakak mereka bergerak seperti ini?" Nona Cloe menunjukkan boneka balerina dalam kotak di tangannya.
Boneka itu berputar mengiringi irama musik, tetapi aku tahu bukan itu yang Tuan Kevin maksud. Saat dia ikut berbalik menatap Nona Cloe, kekhawatiran seketika melandaku. Senyuman Tuan Kevin ini ... aku mengerti ke mana arah pembicaraannya.
"Kamu tahu mereka bisa memainkan musiknya sendiri? Semua klarinet, biola, gitar dan bahkan harmonika ini?"
Raut wajah Nona Cloe yang datar langsung mengerut saat mendengar penuturan itu.
"Kakak tidak sedang membohongiku, 'kan?
Suara Tuan Kevin tadinya terdengar meyakinkan, tetapi tiba-tiba saja dia terkekeh. Raut wajahnya menggambarkan jika tawa itu diperuntukkan kepada dirinya sendiri.
"Mungkin Kakak sedang bermimpi."
Hanya aku yang dapat mendengar saat Tuan Kevin menyangkal kalimat itu. Suaranya sangat lirih saat dia berkata, "aku melihat mereka hidup. Aku bahkan melihat melodi berterbangan memenuhi ruangan. Mereka seperti untaian emas yang saling terjalin. berterbangan seperti kunang-kunang di gelapnya malam. Semua itu sangat menenangkan."
Bolehkah aku terkejut sekarang?
Karena dia menggambarkannya dengan sangat tepat!
•••••
Aku mengenal dan mengerti arti sebuah masa-masa sedih dari suara tuan klarinet yang nyelekit dan teriakan pilu Nona Cloe yang parau. Aku tidak tahu apakah terjaga sepanjang malam seperti yang dilakukan Tuan Kevin adalah sesuatu yang seperti itu. Namun, melihat Tuan Kevin hari ini, ucapan nyonya kursi goyang membuatku khawatir.
Saat itu selang beberapa hari sebelum kepergian nyonya kursi goyang karena kakinya yang lapuk, nyonya kursi goyang memberikan jawaban aneh tentang pertanyaanku.
"Apakah manusia bisa melihat kita?" tanyaku saat itu.
"Tidak. Kita hanya benda mati. Kesadaran kita berada di dimensi berbeda yang tidak dapat mereka lihat."
Aku cukup kecewa mendengarnya karena sejujurnya, ada sedikit harapan ingin berkomunikasi secara langsung dengan Kevin, tuan kami. Namun, pernyataan nyonya kursi goyang berikutnya membuat aku mengubur harapan itu.
"Jika mereka dapat melihat kita itu artinya mereka sedang berhalusinasi. Kau tau apa artinya itu?"
"Halusinasi?"
Entah kenapa semua menjadi masuk akal.
Pertama kali aku melihat Tuan Kevin menangis adalah saat pertujukan terakhir kami di gedung walikota. Hari itu dia tidak memainkanku dengan baik. Kami gagal dalam kompetisi bahkan berada di urutan ke sepuluh.
Itu memang bukan seperti Tuan Kevin yang biasanya. Aku sudah menemaninya berkompetisi sejak di sekolah dasar. Dia anak yang pintar dan ceria. Kami memenangkan banyak piala tentu saja. Namun, memasuki sekolah menengah, Tuan Kevin mulai jarang menyentuhku. Tiap kali Tuan Barron memintanya berlatih, Tuan Kevin hanya menjawab kalau ia sudah cukup mahir.
Apakah kegagalan itu telah membuat Tuan Kevin terpukul?
Di suatu waktu setelah hari-hari bekerja yang panjang, aku menemukan Tuan Kevin terjaga sepanjang malam. Sejak kecil dia memang benci tidur dalam ruangan gelap, apakah sekarang dengan menutup mata itu membuatnya takut?
Tak jarang aku melihat Tuan Kevin menangis, dia merobek kertas dalam jumlah banyak. Meremas rambutnya dengan kasar. Apakah ada sesuatu yang salah?
Apakah pekerjaannya begitu berat?
Satu yang pasti. Itu adalah masa-masa sulit lain yang harus aku mengerti.
Aku paham bagaimana sebuah keadaan rumit merusak pikiran. Terutama saat segalanya dipendam dan menumpuk di kepala. Hal ini sering dialami tuan klarinet yang malang. Dulu dia mengalami keterbelakangan mental karena suaranya yang cempreng tiap kali Tuan Kevin memainkannya. Boleh dibilang itu kelemahan Tuan Kevin. Namun, semua hal bukannya punya batasan. Jadi tidak sepenuhnya salah jika Tuan Kevin tidak mampu memainkan tuan klarinet dengan baik.
Hanya saja itu meninggalkan trauma yang mendalam bagi tuan klarinet. Dia berhenti bersuara dalam waktu yang lama. Dia bahkan sampai melupakan bagaimana cara memainkan melodinya sendiri. Nada-nadanya terus kacau. Dia benar-benar terpuruk. Aku mengerti keadaan itu. Teman-teman instrumen menyebut kalau tuan klarinet mengalami depresi. Apakah itu sama dengan yang dialami Tuan Kevin saat ini?
Aku sering mendengar manusia menyebut kami dan musik adalah hiburan. Tidak bisakah dia memainkan kami ... atau aku untuk meringankan beban masalahnya?
•••••••
Hal lain yang aku pelajari dari kehidupan di rumah ini, walaupun aku tidak pernah tumbuh ataupun berkembang, aku paham bahwa masa-masa kecil adalah masa yang paling bahagia. Membedakannya sederhana, tak jarang memang Nona Cloe menangis tapi aku lebih sering melihat Tuan Kevin mengacak rambutnya.
Jujur tiap kali melihatnya itu memunculkan perasaan aneh yang tidak bisa aku jelaskan. Berbeda sekali saat melihat Tuan Kevin kecil yang ceria; dia punya banyak teman, memainkan segala hal dengan bahagia, tuan dan nyonya yang selalu menyayanginya, aku bahkan tidak pernah melihat dia menangis. Apakah Tuan Kevin merindukan masa-masa itu?
Hal yang paling tidak bisa aku lupakan adalah tawa lepas Tuan Kevin kecil saat namanya disebut sebagai pemenang dalam kompetisi musik pertama yang kami ikuti. Terlepas dari keyakinan bahwa Tuan Kevin pantas mendapatkan itu karena usahanya, aku bahagia bisa menjadi satu-satunya instrumen yang paling ia tekuni bahkan membawanya ke puncak kejayaan. Akankah aku melihat pemandangan itu lagi?
Hanya saja aku menjadi ragu tiap kali rekaman salah satu pertunjukan terbaik kami di masa kecil terus kembali diputar. Tuan Kevin akan mendengar dengan bibir tersenyum. Matanya menerawang seolah mengulang kembali semua kenangan manis itu. Apakah itu cara dia menjaga ingatan-ingatannya agar tidak hilang?
Melihat perkembangannya, kenangan masa kecil itu agaknya sedikit membawa kebaikan karena setelah mendengar rekaman kami, Tuan Kevin mulai kembali mengambil penanya setelah sebelumnya merobek semua kertas di mejanya. Seolah hanya mendengar dan menerawang itu cukup membangkitkan sebuah ide. Seolah semua itu adalah inspirasi. Entah apa yang istana tugaskan untuk Tuan Kevin. Namun menakutkan membayangkan jika rekaman itu sudah cukup untuk melerai kusut di kepala. Karena itu artinya aku tidak akan punya kesempatan untuk dimainkan. Oh betapa buruknya!
Ini masih berlaku di malam hari. Kebiasaan terjaga sepanjang malam masih terus Tuan Kevin lakukan. Entah hanya diam dan menerawang atau menangis dengan suara kecil. Yang pasti suara rekaman itu masih menjadi perlipur lara, latar terbaik di setiap suasana.
Hanya sekali. Di suatu malam aku mendengar Tuan Kevin bersenandung mengikuti irama yang didengar. Sayang sekali itu teramat singkat karena setelahhnya tangis itu malah semakin pecah. Bukankah Tuan Kevin sebenarnya ingin? Ia merindukan semuanya?
Apa yang begitu sulit untuk dilepas?
Aku tidak tahu banyak tentang apa yang Tuan Kevin rasakan, kesulitan apa yang dia alami. Namun, seandainya yang dia rasakan ini sama seperti tuan klarinet maka aku berharap Tuan Kevin mau sedikit menepis egonya.
Kenangan manis sejatinya memang sulit untuk dilupakan, tetapi bukan berarti kita terus terlena-tenggelam dalam kubangan ingatan lalu takut untuk keluar memulai hal baru yang sebenarnya dapat lebih membahagiakan.
Tuan Kevin memang punya sebuah luka, sebuah kegagalan yang merusak segala jalan bahagia di masa lalu. Namun itu tidak melahirkan kebuntuan. Andai dia mau memulai kembali. Mau melihat secuil kesalahan yang dia percikkan di jalan itu maka sebenarnya sama sekali tidak terlambat untuk bisa memperbaiki semuanya.
Aku tahu sesuatu yang baru dimulai kembali tidak akan berakhir sama. Namun jika itu yang Tuan Kevin takutkan ... bukankah itu masih lebih baik daripada tidak sama sekali?
Lihatlah tuan klarinet, dia dulunya putus asa tidak dapat membantu Tuan Kevin melahirkan nada indah yang mereka inginkan. Namun sekarang, dia sadar bahwa memenuhi keinginan orang lain itu tidak penting. Kepuasan terletak pada diri kita sendiri. Kita yang mampu merasakan. Bahkan ketika irama-irama tuan klarinet tak kunjung membaik, semuanya menjadi tidak masalah setelah dia menepis semua beban tidak perlu yang dia tampung selama ini. Bahwa semua baik-baik saja dan menenangkan jika mau diterima secara terbuka. Lihatlah, tuan klarinet menikmati melodi sumbangnya dengan penuh penghayatan. Aneh memang, tetapi aku akan bertepuk tangan untuk itu andai saja aku bisa.
Tuan Kevin pun sama andai dia bisa menepis beban tidak-perlunya itu. Andai dia mau menjadikan kegagalan sebagai pelajarann terbaik. Andai dia bisa meyakinkan Nyonya Margeta bahwa dia bisa menjadi pria berguna tanpa harus melepas semua kesenangan dan hiburannya. Mungkin semua akan menjadi baik-baik saja.
Aku tidak yakin apakah setelahnya masa-masa sulit akan berkurang bahkan hilang. Namun, Tuan Kevin tidak akan tahu jika dia tidak memulai kembali.
Mungkin ... ketika dia akhirnya akan kembali berlatih, di bulan berikutnya dia akan menguasai bakat yang pernah dia miliki. Lalu hal tak terduga lainnya, dengan usia dan kecakapan saat ini dia ternyata lebih mudah mempelajari instrumen lain dan mampu memainkan semuanya. Kemudian dia akan melirik si tua gramofon dan memperbaiki lengannya yang patah. Aku tidak tahu apakah semua itu bisa bejalan sesuai apa yang aku pikirkan, tetapi jika itu benar terjadi maka tidak ada lagi si sumbang klarinet yang nyelekit. Tidak akan ada lagi si berisik biola dan gitar. Tidak ada lagi suara gesekan yang menganggu dari si tua gramofon bahkan si piano yang lamban itu setiap tusk-nya akan dimainkan dengan baik.
Hal yang lebih membahagiakan aku tidak akan melihat pemandangan seseorang menjambak rambut di siang hari dan terjaga di malam hari. Tidak akan ada lagi suara tangis beriringan dengan rekaman usang si fonograf. Tuan Kevin akan lebih mudah menyelesaikan pekerjaannya karena terbalut oleh suasana hati yang baik. Dan yang paling penting aku akan mendengarkan suaraku. Tubuhku akan bergetar oleh nada-nada indah setelah sekian lama ... mungkin.
Seandainya Tuan Kevin bisa benar-benar mendengar suaraku, aku ingin mengatakan: teruslah hidup bahagia, jangan terpaku akan sesuatu yang sudah berlalu karena sesungguhnya apa yang ada di depan jauh lebih meyakinkan tergantung bagaimana kita menghadapi. Lalu akan aku sampaikan sebuah kalimat yang nyonya kursi goyang titipkan kepadaku bahwa 'Kebahagiaan tidak didapat dari tempat yang jauh, semua orang dapat menumbuhkan itu di kakinya sendiri'. Maka ... Tuan Kevin, ciptakanlah kebahagiaan sebanyak yang kau inginkan dan tutuplah matamu di waktu yang memang kau harus menutupnya.
Juga ... bertahanlah di setiap masa-masa sulitmu karena aku tidak bisa melarangmu untuk tidak menangis. Karena aku tahu bahwa tidak semua hal selalu berjalan sesuai keinginan.
.
.
The End
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top