Melodi, Elegi, dan Masa Lalu
[Akasa]
Ia hanya seorang violinist jalanan. Yang memainkan musik bukan berdasarkan lagu-lagj yang telah ada.Melainkan musik yang secara spontan muncul di jemarinya saat menatap para pendengarnya. Ia memainkan musik berdasarkan masa lalu,kenangan,kehidupan yang dijalani para pendengar musiknya yang penuh liku asmara yang beraneka rupa bagaikan permen kapas yang lembut tapi rasa nano-nano kehidupan.
"Nah...Seperti apakah dunia yang akan kalian perlihatkan kepadaku?" Gumam Akasa pendek menatap beberapa wajah pendengarnya satu persatu.Menatap masa lalu mereka masing- masing dengan cinta mereka.
Jemarinya mulai memainkan nada-nadanya.Ia hanyalah seorang penonton yang mempertontonkan kenangan pendengarnya sendiri melalui lagunya.Membaginya kepada pendengarnya.Juga sang objek dari lagunya sendiri.
• • •
[Ari]
Salah seorang dari pendengar musik violist itu bernama Ari. Dia menatap sang violistdari kejauhan. Musiknya yang menyayat hati membuat dia bahkan tidak sanggup untuk bernafas. Dipegangi dadanya yang mulai berdenyut tidak keruan. Matanya menatap sepatunya yang berwarna pudar karena sudah beberapa hari tidak disemir akibat lemburnya yang berkepanjangan.
Ari, pria berumur 27 tahun itu hanya berdiri lemas sembari menyandarkan dirinya pada pohon akasia di sebelahnya. Kenangannya terhadap mantan-mantan kekasihnya membuat dia menjadi kesal karena musik menyebalkan dari sang violist.
Dia berjalan berburu menuju Akasa. Menarik kerah bajunya hingga dia terangkat dari pijakannya.
"Berisik, sialan!" bentaknya.
Akasa hanya terdiam melihat pria yang menurutnya asing di hadapannya. Sembari tetap memainkan violinnya. Mereka malah mebuat orang-orang di penjuru taman terheran-heran dengan mereka berdua.
• • •
[Lex]
"Jam berapa ini?"
Orang-orang akan terheran ketika melihat seorang tentara berseragam hitam dengan pangkat kolonel itu berjalan sendirian diburu waktu. Apalagi sambil membawa sekuntum bunga merah. Tetapi dia tidak mempedulikan pandangan skeptis mereka. Dia terus berjalan dengan pikirannya yang berkecamuk memikirkan sang wanita yang sangat mirip dengan sekuntum mawar itu.
"Ah! Apa yang harus kukatakan? Menikahlah denganku? Tidak. Maukah kau menjadi istriku? Oh, Stacy bilang aku harus lebih romantis. Astaga..."
Alunan musik biola menghentikan perasaan semerawut Lex. Ia kontan menoleh ke arah sumber dan mendapati hatinya terenyuh memandang sang violinist jalanan itu.
Keren sekali dia, ujarnya dalam hati.
Namun seorang pria tiba-tiba menghentikan permainannya dengan amarah, yang spontan mengusik suasana hati Lex. Apa-apaan dia?
Lex pun mendekat terhadap mereka, terutama berhadapan pada si lelaki yang marah barusan. "Permisi, apa masalahmu? Aku sedang menikmati," ucapnya dengan tenang namun ketus.
• • •
[Allen]
Allen keluar dengan penampilan kacau dari bar yang tak jauh dari taman tempat yang memancarkan aura berbeda dengan apa yang di rasakan olehnya saat ini.
Make up di wajah Allen sudah tidak berbentuk sejak semalam, bau alkohol kini menggantikan aroma vanilla kesukaan nya.
Hidup Allen benar benar semakin hancur karena cinta yang dianggapnya mampu bertahan sampai akhirnya dirinya lelah untuk jatuh cinta.
Suara alunan violin dari seorang pemusik jalanan membuat Allen berhenti tapi kesenangannya itu saat seorang pria membentak pemain violin itu, Allen segera mendekat kearah seniman jalanan itu.
"Sungguh permainan yang indah , lagu apa yang kau mainkan tadi?" puji Allen tulus sambil tersenyum.
"Lagu mengenai kehidupan orang orang."
"Apakah ... Aku juga memiliki lagu dalam ceritaku?"
"Ya, lagu yang begitu meyayat hati."
Allen tersenyum miris, air mata mulai menggenang di sudut mata nya mencoba untuk jatuh.
"Kau benar ... Kehidupanku hanya penuh kemalangan, kesedihan, duka dan aku tidak sanggup menghadapi semua ini sendirian."
"Jadilah seperti musik , meskipun mengandung kesedihan ... kamu masih bisa membaginya dengan dunia," sahut seseorang di belakang Allen.
Seketika Allen berbalik dan menemukan seorang pria dengan senyuman yang begitu menenangkan.
• • •
[Chris]
Christopher, atau sebut saja ia Chris. Lelaki berusia 21 tahun itu baru saja ke luar dari sebuah cafe dengan air muka yang tak dapat ditebak. Wajahnya tetap sedingin dan sebeku es, padahal jelas-jelas ia baru saja dihantam masalah besar. Ia baru saja menemui seorang... pria? Entahlah, yang jelas mereka terlibat adu mulut sesaat dan diakhiri dengan kemarahan besar di masing-masing pihak. Apalah artinya sahabat belasan tahun?
Ia lewat di antara kerumunan orang yang sedang mendengarkan alunan musik biola dari seorang lelaki muda. Chris hanya bisa mendesah kecil dan menghela napasnya.
Lagunya...
Mau tak mau sesungging senyum ragu tertarik dari ujung bibirnya. Ah, lagu kesukaannya. Ia sering memainkan lagu ini, terlebih saat ada Julia yang sekarang sebut saja bertunangan dengan Alvian. Yah, pria itu bisa menjaga Julia mungkin... tapi dirasanya Rion pun tak kalah antusias untuk mendapatkan hati Julia yang jelas-jelas memang berlabuh kepada pria itu.
Ah, Chris meluruhkan senyum kecilnya. Apa hidupnya harus begini? Ia baru saja berdebat hebat dengan sahabatnya di cafe, lalu ia teringat akan seseorang yang sebut saja mengisi hatinya? Dan... apa selanjutnya?
Chris memilih duduk di sekitaran tempat itu sembari mendengarkan alunan musik yang sangat menyedihkan tapi juga merupakan lagu kesukaannya. Diedarkan pandangannya, didapatinya seorang pria yang tengah bersandar di sebatang pohon akasia, juga seorang wanita cantik yang tubuhnya bak model, kurang lebih dengan Tara, adiknya, walau harus diakui Tara jauh lebih tinggi dan ramping- atau kurus? Perempuan itu terlihat gusar dan berbincang dengan siapapun itu lah. Adapun seorang berpakaian kolonel yang membawa sekuntum mawar. Ah, terlalu malas untuk memperhatikan, biarlah mereka berurusan dengan masalah masing-masing. Ia sudah cukup banyak mendapat cobaan hari ini.
Di tengah rasa pusingnya, ponselnya pun berdering. Chris mengernyitkan alisnya dan mengangkat panggilan itu.
"Halo, selamat siang?"
Seketika setelahnya Chris mematikan ponselnya dengan lamban. Sekali lagi ia menghela napas kesal?
"Lagi-lagi ditolak..." lirih pria itu datar. Ya, ia melamar pekerjaan, namun tak diterima. Alasannya hanya karena ia belum lulus kuliah, padahal ia sedang menyusun skripsi yang... sudah belasan kali ditolak judulnya dan begitu ia mendapatkan judul, giliran isinya yang disilang merah oleh sang dosen. Sedikit mengesalkan karena darah asing yang berada dalam dirinya, membuatnya kurang bisa menggunakan Bahasa Indonesia yang baku, mengingat orang tuanya pun tidak terlalu fasih berbahasa Indonesia.
Harusnya ia mengiyakan permintaan Dad untuk sekolah di Perancis atau Inggris, mengingat ia telah jatuh hati dengan seorang gadislah yang membuatnya menolak tawaran yang jelas-jelas akan sangat memudahkannya. Di samping itu Fris, kembarannya memang ingin sekolah di Indonesia. Ah, Fris... kembarannya itu jauh lebih cerdas darinya. Sekali lagi kenyataan yang kurang mengenakan.
"Lama-lama gue ngerasa bego banget... apa yang gue pertahanin di sini? Mungkin sebaiknya gue balik ke Perancis..." saat Chris melirihkan hal itu, seseorang pun datang. Seorang perempuan... perempuan seperti model itu...
"Gue boleh duduk di sini?" dan Chris hanya bisa mengangguk kecil.
Tak ada pembicaraan di antara mereka. Hanya hening dan kemudian perempuan di sebelah itu melengos pergi, mungkin jengah karena suasana tak bergerak antara dirinya dan perempuan itu. Ah, lebih baik begini... terlalu lelah berurusan dengan manusia di saat banyak masalah.
• • •
[Nila]
Nila gadis namanya Nila dengan jaket biru itu berjalan ke arah keramaian ketika bipla digesek pleh seseorang dengan merdunya.
Dan tiba-tiba ada yang menghentikan permainan biolanya itu dengan amarah.
"Aku harus pikirkan 5 kemungkinan yang akan terjadi," ucap Nila.
Kemungkinan pertama.
Nila mengambil ponselnya merekam adegan langka itu. Pertarungan antar mulut yang berbunyi.
"Fukk! Asss!!! Damn!! Bitch!!!"
Sepulangnya Nila menaruhnya di youporn maaf seharusnya youtube dan langsung jadi hits.
Kemungkinan Kedua.
"Dia begal!!!! " Ucap Nila meneriaki sang pemain biola.
Masa mengamuk memukul sang pengamen sampai babak belur dan akhirnya dibakar.
Kemungkinan ketiga.
"Dia Begalll " Ucap Nila meneriaki orang yang marah-marah itu.
Krik-krik-krik
"RSJ, lurus aja entar ambil kiri 500 meter sampe" Ucap orang lewat.
Kemungkinan keempat.
Nila maju dan mencoba memisahkan dua pria itu.
"Tunggu abang-abang !"
" 1... 2...3...Mulai" !!!
Semua memandang Nila yang ngomong sendiri dan akhirnya semua pergi meninggalkan Nila berteman tahi-tahi burung di paving taman.
Kemungkinan Lima
"Apa apaan !!!! " Nila maju mengambil Biola yang masih dipegang sang pengamen.
"Bruk !!!" Nila menampong sang pemarah itu hingga mati.
"Kau kuat sekali, maukah kau jadi istriku " Ucap Lex yang berpakaian tentara.
Nila menatap Lex dengan penuh kemistri.
• • •
[Trista]
Syal merah yang mengalung lembut di leher jenjangnya ia eratkan. Tak jarang gadis itu mengelus pelan lengan. Meski dia memakai jaket yang lumayan tebal, udara dingin malam hari yang menusuk masih saja bisa berjumpa dengan pori-pori tubuhnya.
Dia, Trista Zelinda. Seorang mahasiswi semester dua yang baru saja pulang dari kegiatan kampus. Terlalu malam kah? Tidak juga. Setelah dia lulus SMA, kehidupan sosialnya semakin membaik. Alhasil, relasinya semakin bertambah luas dan tugas yang diembannya pun semakin menumpuk.
Bukan, dia bukannya tidak senang akan hal ini.
Hanya saja, yang jelas, semuanya dimulai semenjak hari itu.
Berubah.
Semenjak hari-hari menyenangkan yang ia habiskan bersama mereka.
Dan kini, ia tengah berjalan di keramaian kota. Menyusuri trotoar, seorang diri. Perhatiannya pun teralih di saat mendengar suara merdu dari biola yang dimainkan oleh seorang pemuda. Dilihat sekilas saja, jari jemari pemuda tersebut begitu lihai dan elegan. Sudah jelas kalau ia bukan seorang amatiran.
Tak disangka, pemuda tersebut mendadak menghentikan permainannya, lalu menatap Trista. Dan entah kenapa, hal itu membuat Trista spontan menghentikan langkah. Tatapan mereka pun bertemu, dalam jangka waktu yang cukup lama.
Pemuda itu tersenyum. Ia kembali memainkan biolanya.
Namun rentetan melodi kali ini sukses membuat Trista tercengang. Tergemap.
Dreaming little bird
Melodi ini mengingatkannya pada kenangan masa lalu. Melodi yang mengawali ikatannya dengan seorang gadis cilik. Melodi yang juga mengakhiri pertemuannya dengan gadis yang sama. Lalu, melodi yang seolah memberikan ruang untuk dia berteman baik dengan mereka.
Memori terpendam spontan berputar. Menyibak lembaran lama penuh suka cita.
"Verdammt...."
Mendadak, permainan biola tadi berubah. Tergantikan oleh sesuatu yang lain.
• • •
[Keisya]
Seorang gadis berpakaian kantoran melangkahkan kakinya pelan. Langit menunjukkan dirinya ingin mencurahkan air hujan. Mungkin ingin menemani sang gadis yang tengah bersedih dalam hatinya.
Banyak hal yang membuatnya terdiam. Kehilangan pekerjaan, dibenci sahabat yang sebetulnya dia cintai dalam diam, dan segala kesalahpahaman yang terjadi dalam hidupnya. Bahkan, kehidupan gadis bernama lengkap Keysha Alvaro itu terasa rumit.
Seharusnya dia mendengar ucapan temannya dahulu. Bahwa lebih baik ia meninggalkan cinta tak berbalasnya itu dan pergi mencari yang lain. Tapi Keysha terlalu bodoh. Ia masih saja berharap meski ia tahu, lelaki yang ia cintai takkan membalas perasaannya.
Dua hal yang rumit tengah menguasai hati dan pikirannya. Dalam hati ia bergumam, berharap apa yang dia alami dalam satu hari ini hanyalah mimpi buruk.
Tapi dia hanya mampu berharap.
Samar-samar, ia mendengar alunan musik dari sebuah biola. Ia menoleh, mencari asal suara. Rupanya, di sana, ada seseorang yang tengah bermain biola dengan tangan-tangan lincahnya. Ia bermain dengan perasaan yang begitu menghayati, membuat Keysha ikut merasakan cerita dibalik alunan lagu itu.
Perlahan, Keysha melangkahkan kakinya mendekat. Ingin mendengarkan alunan itu sebentar saja. Berharap dia dapat melupakan masalah seputar hilang pekerjaan dan dibenci sahabatnya.
Ia berdiri tepat di sebelah seorang gadis yang mengenakan syal merah. Keysha tetap terfokus pada alunan lagu itu, yang lambat-laun seolah menceritakan kisahnya.
Dari awal, ketika ia mencintai sahabatnya sendiri. Lalu, sahabatnya itu tak mengetahui hal itu selama bertahun-tahunーbahkan hingga sekarang.
Ingin rasanya Keysha menangis. Tapi, air matanya seolah kering. Ia hanya mampu menangis dalam hati, menyesali kebodohannya yang telah mencinta dalam diam selama itu.
Perlahan, Keysha menghela nafas. Terasa berat, terasa sesak. Tapi, ia akan mencoba.
Ia yakin, ini bukanlah akhir hidupnya. Ia harus membuka lembaran baru lagi, dengan memasukkan tokoh baru lagi, dan kisah yang baru lagi.
Di sana. Di taman itu, Keysha masih mendengar alunan indah itu hingga akhirnya permainan berakhir dan berganti nada.
• • •
[Keira]
Keira melangkahkan kakinya dengan gontai, berjalan tanpa arah, ia sudah tak tau lagi ingin berjalan kemana. Kakinya seakan melangkah sesuai keinginannya.
Lemparan masalah yang selalu ia terima tak bisa ia terima sendiri.
Perlahan suara dari permainan violin itu mulai tertangkap ole pendengarannya. Pemuda di sana sedang bermain violin dengan tenangnya dengan orang-orang yang terlihat tampak dirinya? Berantakan.
Pengamen kah? Tapi pemuda itu tidak terlihat seperti orang kekurangan.
"Hei, jika aku menjadi kau, aku pasti sudah bermain di cafe atau tempat yang lebi layak lainnya." Keira tertawa kecil membayangkan begitu bodohnya pemuda ini.
Pemuda itu hanya melihat Keira sekilas dan kembali memainjan permainan violin-nya.
"Sungguh lucu." Ucap Keira kembali.
"Kenapa kau masih di sini jika merasa diriku bodoh?"
"Aku... hmm... hanya membutuhkan teman... ya, teman...." kata Keira ragu dan malu.
"Untuk?"
"Untuk tidak membebani masalah ini sendiri." Ucap Keira tersenyum miris kedepan. Yah, ia hanya butuh teman untuk masalah hidup ini.
• • •
[Akasa]
ah...ada yang nyela permainannya. Jujur sebenarnya Akasa tak suka ada orang yang melakukan hal itu. Tapi ia juga tak punya hak untuk membela diri.Sebab ia pun juga salah telah mencuri intip masa lalu penontonnya sendiri sebagai bagian dari lagunya.
Tapi ada seseorang yang membelanya.Sepertinya dia menyukai lagunya. Syukurlah.
Ngomong-ngomong apa kalian tau apa yang paling disukai oleh pemuda ini dari musiknya? itu adalah saat musiknya berhasil menciptakan lembaran baru yang indah.Sebuah cerita dengan benang merah yang mulai saling terkait dengan keindahan tersendiri yang berpadu dengan rasa yang unik. Itulah yang ia lihat sekarang dari gadis bernama Allen yang menanyakan lagu tentang dirinya sendiri tadi kepadanya. Juga kepada seorang pemuda blasteran seperti dirinya bernama Chris.
O...ya. Ia juga hampir saja mati ketawa (padahal ia jarang tertawa) membaca pikiran perempuan manis dengan kemungkinan-kemungkinan uniknya akibat musiknya.Mungkin lagu anak-anak cocok buat perempuan itu.
Teringat masa lalu?
Ah...ia sering berpikir seperti itu setiap ia memainkan musiknya.Tentang sahabatnya, kehidupan indah mereka. Seperti yang dipikirkan gadis dengan sahabat yang entah kenapa punya nama sialan.
Hidup memang tak bisa diterka.Padahal sesungguhnya semuanya itu sangat sederhana.Mereka saja yang membuat semuanya rumit. Lihatlah gadis berpakaian kantoran di depannya ini. Dia menjalani hal-hal sulit. Tapi ia memutuskan untuk membuka lembaran baru semudah itu akibat musiknya. Bukannya semua jawaban hidup itu benar-benar sederhana? Bahkan bisa terjawab hanya dengan sesuatu yang sangat sederhana seperti musiknya yang sungguh sederhana.
Hei... sekarang ia melihat seorang perempuan yang mentertawakan tindakannya sekarang. Menganggapnya bodoh karena ia memutuskan untuk bermain seperti pengamen kekurangan uang. Ia hanya tersenyum. Dirinya tak suka terikat kalian tau. Kalau sampai ia juga terbelenggu dari keinginan bebasnya untuk bermusik, lebih baik ia menghilang dari dunia ini.
Tapi ia bisa paham logika perempuan itu. Sungguh sederhana. Logika orang awam kebanyakan yang hidup dengan namanya uang.
Tapi walau perempuan itu punya pikiran simpel seperti tadi, dia ternyata juga punya kehidupan rumit. Ia membutuhkan teman untuk berbagi? Baiklah kalau begitu.
Sebuah lagu baru mengalun lembut melalui jemarinya. Ikut memainkan perasaan perasaan gadis itu supaya lebih baik. Juga buat semua pendengarnya dengan kesulitan yang hampir sama.
Ya. Semua pendengarnya memiliki kesulitan yang mirip-mirip.Karena mereka manusia berhati nurani.Memiliki emosi akan liku-liku kehidupan mereka yang beragam namun sesungguhnya berpangkal pada satu hal. Cinta.
Ah....Dalam lubuk hati pemuda itu,ia sungguh iri dengan pendengarnya. Mereka memiliki kesulitan sendiri tapi masih bisa bertahan dengan keinginan dan identitas mereka masing-masing. Berbeda dengan dirinya yang sesungguhnya telah kehilangan semua itu. Menyisakan sebuah kekosongan yang tak bisa dijelaskan dengan lagu apapun.
• • •
[Ari]
Ari meninggalkan pemain biola itu dengan penuh kekesalan. Dia menatap pria berpakaian kolonel yang meleraikannya dengan sinis. Segera dia berjalan menuju cafe di seberang jalan dari taman. Di depan sana berdiri seorang wanita yang dia tahu dari masa lalunya bernma Allen. Wanita yang dulu pernah menolak cintanya dan memilih untuk memperjuangkan cinta monyetnya.
Ingin dia memanggil wanita itu dengan sebutan 'wanita jalang' atau 'bedebah'. Tapi satu hal yang dia tahu, mengungkit masa lalu tidak akan mengubah keadaannya sekarang. Dia teringat tentang Ika yang bekerja di klub malam yang tidak jauh dari sini.
Segera Ari membalikkan badan menjauh dafi Allen. Langkahnya berderap di atas trotoaf jalan. Tapi ternyata, pujaan hatinya saat kuliah itu menyadari kehadirannya dan memanggil namanya pelan.
"Ari?" panggilnya lembut.
Ari menoleh ke arah wanita itu. Dipandanginya manik sang wanita dengan penuh harap. Tengang masa lalu yabg seharusnya tidak pernah terulang.
"Oh, hei, Len," ujar Ari canggung.
"Ngapain di sini?" tanya Allen.
"Yaah ..."
"Kamu udah kerja, ya? Habis lembur pasti. Kisut gitu?"
Ari tertawa garing. "Bagaimana denganmu? Matamu sembab gitu. Habis nangis?" tanya Ari balik.
"Eh, ng-nggak, kok."
Allen mengusap air matanya yang sudah kering. Membuat pelupuk matanya agak memerah. Jam yang kenakan tidak sengaja melukai pipinya yang lembut.
"Ah," rintihnya.
Ari mulai panik. "Tidak apa?" tanyanya khawatir.
Allen terdiam.
"Rumahku tidak jauh dari sini. Kau mau singgah untuk mengobati luka itu."
Allen terdiam sebentar. Lalu mengangguk pelan tanda setuju. Mereka pun berjalan beriringan menuju rumah Ari.
Dan Ari kembali mengingat masa lalunya dengan wanita di sebelahnya ini.
• • •
[Akasa]
Akasa memutuskan untuk.mengakhiri permainannya.Cukup buat hari ini. Cerita penontonnya hari ini sungguh unik. Ia sungguh menikmati semua itu.
Kalian tanya bagaimana akhir dari kisah para pendengar yang ia baca kisah hidupnya? Itu adalah sebuah rahasia. Kalian tau. Pemuda itu tak berhak memberitahunya dan ia juga tak berhak terlibat dari lingkaran nasib mereka. Dia hanyalah seorang narator, bukanlah seorang sutradara yang tau segalanya. Biarlah mereka bermain dengan panggung dunia dengan keindahan mereka masing-masing.
Sementara Akasa, biarlah dia tetap menjadi narator yang menceritakan kisah pendengarnya melalui musik dengan kedua tangannya.
THE END.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top