28. Kencan yang Gagal

DAYINTA

Sudah dua minggu aku dan Saka resmi berpacaran, tapi gak ada satupun orang yang tahu. Dan, ini agak serem menurutku karena, aku takut Saka digebet cewek lain. Eh ralat, Jik Angga tahu deng kita pacaran. Tapi tetep, bikin parno karena Saka nih sering jadi inceran ibuk-ibuk katanya. Takut!

Sumpah!

Gak mau aku Saka diambil cewek lain, gak ikhlas pokoknya. Aku nih ya, baru dua minggu jadi pacarnya Saka, berasa udah pacaran puluhan tahun tahu gak. Dan parahnya, aku baru ngeh kalau Saka tuh tahu banyak hal tentang aku, dari hal-hal remeh sampai hal penting, tapi aku... aku sama sekali buta soal dia. Jadi beneran banyak nanya deh aku ke Saka.

Malam ini, Saka ngajak jalan-jalan ke luar, jumat malem, biasa, waktunya memulai akhir pekan dengan yang mantap-mantap, biar gak stress. Dan, ini tuh jalan-jalan pertama kami sebagai pasangan, jadi bisa di bilang malem ini kita kencan pertama.

Aku sudah selesai berganti pakaian, dandan juga sudah, tinggal catokan sih ini dan aku sedang asik menata rambutku ketika pintu kamarku diketuk.

"Masuk aja, gak di kunci!" Seruku, pasti Saka tuh yang dateng, ini baru jam setengah 7 loh, padahal dia janjinya jam 7, emang yaa Saka tuh terlalu on time!

"Hay, Yi!" Aku menoleh kaget ketika pintu kamarku dibuka oleh seseorang yang bukan Saka, tapi Lintang.

"Ngapain kamu?!" Seruku tegang, refleks aku mengambil ponselku menekan tombol darurat; menelepon Saka.

"Kamu tahu aja mau aku ajak jalan, udah dandan, udah cantik."

"Lintang kamu keluar deh!" Usirku.

"Lha? Kan tadi kamu yang suruh masuk." Aku mendengus kesal, sekilas melirik ponselku, panggilan sudah terhubung, aku yakin Saka mengerti maksudku apa.

"Soalnya aku kira bukan kamu yang dateng!"

"Kenapa sih Yi, jahat banget sama aku?" Lintang duduk di kasur, menghadapku.

"Tang, kamu tuh suami orang sekarang, aku deket-deket kamu nanti aku dikatain pelakor!"

"Hay!" Aku menoleh, lega ketika Saka ada di depan pintu kamarku yang memang terbuka, ia berjalan masuk dan bersandar di dekat lemari.

"Ngapain lo?" Tanya Lintang dengan nada tak suka.

"Lo yang ngapain?" Saka balik bertanya.

"Gue mau ajak Ayi jalan, tuh dia lagi dandan. Santai kali, Sak!"

Saka langsung melirik ke arahku, dan tentu saja aku menggeleng. Aku kan mau perginya sama Saka, kenapa si Lintang ngaku-ngaku begini sih? Untung Saka tuh anaknya gak sumbu pendek. Dia tuh tenang banget deh pembawaannya.

"Dih, ngaku-ngaku kamu tuh!" Seruku.

"Emang bener kan Yi? Kita mau pergi." Ujar Lintang.

"Engga!"

"Terus kamu ngapain dandan?"

"Aku mau pergi sama Saka! Dia pacar aku!"

"Gak mungkin! Kamu bohong lagi kan pasti? Kaya waktu kamu ketemu mama."

Sial, pernah bohong malah dikatain bohong lagi, padahal kan kali ini aku beneran pacaran sama Saka.

"Dia jujur kok!" Ujar Saka, ia berjalan mendekat dan berdiri di sampingku. Aku langsung menggengam tangannya.

"Gak mungkin!"

"Kenapa gak mungkin?" Tanya Saka.

"Ayi mau sama lo? Gila kali ya! Gue masih bisa percaya kalau Ayi pacaran sama Satria karena masuk kualifikasi tipe pacarnya Ayi. Tapi kalo elu, Sak! Jauh di bawah standarnya Ayi!"

Aku yakin pipiku memerah mendengar itu, bukan karena malu tapi karena marah. Enak aja Lintang ngomong sembarangan gitu.

"Lintang kamu pergi deh sekarang! Kamu tuh ya tiap muncul bikin orang emosi terus!" Bentakku.

"Oh come on, Yi. Kamu belain dia? Supaya aku percaya kamu beneran pacaran sama dia? Gak! Gak bakal! Aku kenal kamu Yi, aku tahu cowok-cowok yang kamu suka kaya apa. Dan kalau kamu sama Saka ini, kaya liat Putri Salju depresi lalu memilih salah satu kurcaci untuk dia pacarin."

Aku bangkit dari dudukku, pengin banget nyatok mulutnya Lintang, mumpung catokanku masih panas. Tapi Saka menahan perutku ketika aku ingin maju menyerang Lintang.

"Lintang kamu pergi sekarang!"

"Aku bakal bilang ke Bunda soal kamu pacaran sama Saka, kita liat reaksinya. Aku yakin, Bunda pasti lebih seneng kamu balikan sama aku daripada sama si Kurcaci ini."

Aku melepas tangan Saka yang menahan perutku, lalu maju untuk memukul Lintang dengan ponsel yang sedang kugenggam ini, bagian tubuhnya yang manapun, pokoknya aku mau menyakitinya.

Bukannya kesakitan, Lintang malah tersenyum, dan ia tiba-tiba memelukku, lalu menempelkan bibirnya di bibirku, menciumku dengan paksa. Dengan sekuat tenaga, aku langsung mendorongnya. Tubuhku ditarik mundur oleh Saka, ia langsung berdiri di depanku, membatasi aku dan Lintang. Tapi si gila ini, ternyata malah tertawa.

"Lo mau gue ngapain dia gak?" Tanya Saka.

Mataku panas, pengin rasanya aku menangis karena tiba-tiba dicium seperti tadi, aku pengin suruh Saka buat mukulin Lintang, tapi gak di sini, gak di kamarku.

"Nah kan! Kalian aja manggilnya masih gue-lo, ketauan banget sih pacarannya bohongan! Lagian Yi, kamu mau tahu kenapa dari dulu aku gak pernah cemburu kamu sahabatan sama Saka?"

Kamarku hening sesaat sebelum Lintang mengoceh lagi.

"Karena dia jelek Yi! Hahahaha jauh Yi di bawah aku! Jadi aku pasti tahu, kamu gak mungkin sama dia!"

Gak menyahut, aku berlari ke luar kamar, meninggalkan Lintang dan Saka di kamarku. Aku lari ke lantai dua, dan sedikit kaget juga liat kamarnya Saka terbuka, gak biasanya dia seceroboh ini ninggalin kamar gak dikunci, bahkan gak ditutup.

Aku langsung masuk ke kamarnya Saka, menutup pintunya lalu aku berjalan ke arah balkon. Di balkon, aku menemukan rokok dan korek milik Saka, entah kenapa aku ingin sekali membakarnya.

Susah payah menyalakan rokok karena aku gak ngerti caranya, aku langsung terbatuk-batuk ketika menghisap asap beracun ini.

"Dayinta?" Terdengar suara Saka memanggil dari dalam tapi aku tak menyahut dan beberapa detik kemudian Saka sudah berada di balkon.

"Lo ngapain?!" Serunya lalu merebut rokok di tanganku, membuangnya ke lantai lalu menginjaknya.

"Lo kalau mau marah sama gue, marah aja Sak!"

"Kenapa gue mesti marah sama lo?"

"Gara-gara gue, Lintang ngomongin lo yang jahat-jahat."

"Bukan gara-gara lo, emang dia aja yang mulutnya setan." Ujar Saka tenang.

Aku melirik Saka, ia berlutut di lantai dekat kakiku. Gosh! Aku layak gak sih dapet cowok sebegini baiknya? Ya ampun.

Turun dari kursi, aku merayap ke dadanya Saka, memeluknya erat.

"Gue sayang Sak sama lo!" Aku yakin, ini adalah kata sayang pertama yang keluar dari mulutku. Mulut kami lebih tepatnya, karena Saka pun belum pernah bilang sayang kepadaku.

Saka tak menyahut, ia mengusap rambutku, juga mengelus punggungku. Ia menghujani rambutku dengan ciuman kecil.

"Di dalem yuk, dingin di sini, udah mulai gerimis nih." Ajak Saka, tapi aku tak bergerak, jadi lah ia bangkit sambil membopongku yang bergelayut di bagian depan tubuhnya.

Saka mendudukan aku di kasur, aku menatap wajahnya dengan perasaan bersalah. Entah omongannya Lintang tadi tuh melukai Saka atau tidak, tapi yang jelas itu menyakitiku. Aku gak rela Saka dikatain begitu. Dan, aku sayang sama Saka yang beneran sayang, aku bahkan merutuki diriku sendiri kenapa baru sadar kalau ada cowok sebaik dia tuh akhir-akhir ini, gak dari dulu aja.

"Lo kenapa?" Tanya Saka sambil mengelus pipiku.

"Gue tahu, kita ngomong gue-elo dan bukannya aku-kamu karena udah terbiasa begitu kan Sak? Bukan artinya kita gak serius pacaran?" Kataku, membahas apa yang tadi dipermasalahkan Lintang.

"Iyaa, udah, gak usah dibahas yang begitu." Katanya lembut.

"Maaf ya Sak."

"Maaf kenapa?"

"Gak tahu, gue merasa bersalah aja sama lo." Kataku lalu memeluknya erat. Aku merasa ada setetes air mata yang turun, lalu beberapa butir lagi menyusul, membasahi polo shirt yang dikenakan Saka.

"Jangan, udah, sumpah gue gak apa-apa kok. Emang sih, selama dua minggu kita pacaran ini, gue kadang suka insecure, tapi itu bukan karena omongan orang lain kok." Aku melepas pelukkanku, memandang Saka, ia langsung mengusap air mata yang masih tersisa di pipiku.

"Insecure kenapa?" Tanyaku.

"Yeah, kadang susah emang nerima kenyataan kalau lo beneran mau sama gue. Kadang gue masih mikir, ini tuh mimpi apa bukan? Ini Dayinta yang gue suka dari pas SMA kan yang lagi gue pacarin sekarang? You're just too good to be true, Day."

"Don't feel so, lo gak lagi mimpi Sak, dan kita beneran pacaran. Gue kadang suka ngerasa bego sendiri, buta kali ya dari dulu gue gak ngeliat lo? Kenapa baru sekarang gue sadar lo tuh baik banget. You're the best, Sak!"

Kini Saka yang mendekat, ia memelukku lalu terasa ciuman lembut di rambutku.

"Malah kadang gue suka ngerasa takut, takut kalau lo gak puas cuma sama gue dan akhirnya nyari cewek lain." Kataku jujur. Yeah, kita semua punya hal-hal yang bikin diri ini insecure kan ya?

Apalagi tahu track record-nya Saka. Lalu testimoni cewek-cewek yang pernah sama dia dan masih ganjenin dia, bikin aku takut banget Saka berpaling.

Saka melepas pelukannya, memandangku dengan tatapan seolah aku gila mengucapkan hal yang tadi.

"Gila gue kalau gue nyari cewek lain Day!" Katanya. Aku menarik napas panjang lalu mendekat untuk menciumnya, baru beberapa saat, Saka menarik dirinya.

"Kenapa? Lo gak mau cium gue? Jijik pasti ya gara-gara gue tadi dicium Lintang?" Tanyaku, membuat kening Saka langsung berkerut.

Kemudian kedua tangan Saka langsung merengkuh wajahku, ia lalu menciumku dengan ganas, kasar lebih tepatnya, membuat aku terdorong sehingga aku merebah di atas kasur.

Dohh, ini kita berdua masih pakek sepatu loh, Saka gak takut speri-nya kotor apa yak main rebahan begini kaga buka sepatu. Ya ampun, kok ya bisa-bisanya aku mikir yang lain padahal Saka lagi cium aku hot banget.

Aku mendorong Saka sedikit, agar bisa bernafas di sela-sela ciumannya yang dahsyat, dan hanya dua detik, Saka langsung menciumku lagi, bahkan lebih ganas dari yang tadi. Aku kewalahan dalam membalas ciuman Saka karena... dia terlalu jago buatku.

"See? Gue gak jijik atau apalah yang lo pikirin itu. Gue gak peduli sama masa lalu lo, yang penting itu sekarang. Sekarang, lo punya gue kan?"

Saka tuh gitu ya, kalau nanya suka boros kata dan kalimat. Tapi tentu saja, aku menjawab pertanyaannya, dengan sebuah anggukan, dan Saka pun tersenyum manis.

"Di luar hujan, gak jadi deh kita jalan-jalan." Katanya sedih.

"It's okay, masih bisa besok, bisa besoknya, bisa minggu depan." Kataku.

"Okay!" Serunya lalu mengecup keningku. Ini dia gak ada niatan pindah ya? Betah amat di atasku.

Akhirnya Saka pindah, karena ponselnya berdering. Ia langsung menyambar HP yang ada di ujung kasur,

"Day?"

"Hemm?"

"Icha VC gue nih."

Aku langsung menoleh ke Saka. Dooh, bilang apa aku sama Icha?

******

TBC

Thanks for reading
Don't forget to leave a comment and vote this chapter xoxoxo

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top