26. Fantasy?

SASKARA

Seharian ini gue habiskan waktu sama Dayinta buat hiking, buat ngelepas penat, dan yak, sesuai rencana, galau gue ilang dan tubuh gue terisi kembali oleh jiwa-jiwa baru yang lebih semangat.

Hari sudah malam ketika kami pulang ke kostan, yeah, selain hiking tadi kami sempet muter-muter sedikit, liat lampu-lampu kota, liat laut di malam hari dari kejauhan, gitu-gitu lah, hal receh yang menghasilkan kenangan mahal.

"Sak!" Dayinta menahan tangan gue ketika mau turun dari motor.

"Apaan?"

"Itu kaya Satria bukan sih depan kostan gue?"

Langsung gue melirik ke arah kostan Dayinta, dan sepertinya iya, dari siluetnya sih emang Satria.

"Iya kali, ngapain dah? Katanya dia udah gak gangguin lo lagi?"

"Ya gak tahu!"

"Samperin sana, biar tahu." Titah gue.

"Ih ogah, gue langsung lari ke tangga aja ya? Ke kamar lo?"

"Yee, itu anak orang nunggu lo, kalo gak mau lo temuin, ya bilang aja gitu, jangan mabur."

"Gak ah, gak mau, gue mau anggep dia sekadar rekan kerja aja, bos, jadi gak ada urusan di kostan, ogah."

"Hemm yaudah, sana lo lari!" Kata gue, dan benar saja, Dayinta langsung melesat ke arah tangga. Masih pake helm astaga, kenapa gak copot dulu coba?

Gue turun dari motor, masukin helm ke bagasi, setelah itu baru jalan santai menuju tangga, di koridor atas gue nyengir liat Dayinta duduk di lantai depan kamar gue. Masih pake helm, jadi kaya kecebong.

"Ngapain lo?"

"Kamar lo masih di kunci ya kampret!" Serunya kesal. Gue nyengir lagi, memutar-mutar kunci-kunci yang ada di tangan.

"Cepetan napa buka, gue kebelet pipis!"

"Sabar kali," Gue memutar anak kunci, begitu terbuka Dayinta langsung ngibrit ke kamar mandi. Gue sendiri menuju laci, nyari kaus buat gue ganti dan si anak kunyuk itu, gak lupa juga celana tentunya.

Menunggu Dayinta keluar, kini giliran gue yang masuk kamar mandi, dan gak lupa bawa baju dan ambil handuk dari balkon, biar bisa sekalian mandi dan ganti.

Mengguyur kepala dengan air hangat setelah seharian nanjak dan muter-muter kota, gue merasa lebih segar. Lebih ikhlas perihal semuanya pastinya. Setelah mandi dan berganti, gue keluar dan menemukan Dayinta asik nyemil keripik gue, sambil nonton TV.

"Mandi sana lo!"

"Iya bentar!"

"Apa lo turun? Turun apa nginep?"

"Ih lo tuh ya, nanya tapi boros kata banget."

"Tinggal jawab doang sih, pakek protes segala."

"Nginep Sak, males turun, nanti kalau Satria masih ada kudu ngomong apa gue?"

"Ya mana gue tahu." Gue langsung menghempaskan diri ke kasur, melirik ke TV yang menampilkan sinetron receh. Asli dah ya, gue kira dengan Dayinta doyan drakor dia gak nonton tuh sinetron-sinetron cengeng tayangan tanah air, ternyata nonton juga sob.

"Nih baju ya kalo lo mau ganti, gue mau tidur, jangan lupa kunci pintu depan, pintu balkon, sama matiin lampu." Ucap gue sebelum tidur.

"Hemmm!" Hanya itu yang keluar dari mulut Dayinta.

Yaudah lah yaa, gue mau merem, walaupun tahu gue itu gak bisa tidur cepet tapi seenggaknya merem aja dulu, istirahatin badan dan pikiran.

Memejamkan mata, gue mendengar langkah kaki Dayinta di ruangan. Emang ya, kalau kita memejamkan mata, indera kita yang lain jadi lebih sensitif. Gue mendengar anak kunci yang diputar dua kali, lalu langkah kaki lagi, kemudian mendengar gorden yang ditarik dan selot pintu yang digeser, lalu mata gue yang terpejam makin gelap, menunjukan kalau lampu ruangan sudah dimatikan, dan berikutnya gue mendengar pintu kamar mandi di tutup.

Gue membuka mata, dan benar saja, kamar sudah gelap, hanya lampu kecil di depan kamar mandi yang menyala dan segala sesuatu yang ditangkap oleh telinga gue menjelaskan apa yang tadi terjadi. Di kamar mandi, terdengar suara air mengalir dari pancuran shower dan Dayinta yang sedikit bersenandung.

Berguling ke samping dan kembali memejamkan mata, gue memeluk bantal panjang yang menggantikan fungsi guling.

Belum juga terlelap gue mendengar pintu kamar mandi terbuka lalu langkah kaki yang cepat.

"Hiyyy dingin banget!" Terdengar suara Dayinta, ia berlari dan langsung naik ke kasur, loncat lebih tepatnya.

"Lu mau ngerusak kasur gue ya?" Kataku.

"Eh? Lo belum tidur?"

"Kalau udah tidur juga pasti bangun lah Day, lo loncat begitu." Omel gue.

"Hehehe, sorry, dingin banget aernya," Dayinta menarik selimut yang masih terlipat, dia langsung membentangkannya menutupi tubuh kami.

"Gak pake air anget emang lo?"

"Gue kurang suka mandi pake air anget."

"Ohhh." Hanya itu balasan gue, dan kembali menutup mata, gue pengin istirahat.

Baru terpejam beberapa saat, mata gue kembali terbuka karena Dayinta menepuk-nepuk wajah gue.

"Apaan lagi sih Day?"

"Lo punya obat pusing gak? Kok kepala gue sakit ya?"

"Makanya, malem-malem jangan mandi air dingin, keramas lagi!"

"Punya obat gak?" Tuntutnya.

"Ke laci pertama sebelah kiri deh, ada kotak warna biru buka aja, itu tempat obat, gak tahu ada obat pusing apa engga."

"Oke!"

Gue kembali memejamkan mata, namun kali ini mencoba menulikan diri biar bisa fokus merem dan tidur. Gosh! Sumpah gue mau istirahat yaa ini, tolong.

Tidur gue terganggu lagi, Dayinta naik kasur rusuh banget dan dia mepet-mepet ke deket gue.

"Heh! Kasur gue nih lega ya, lo ngapain sih?"

"Pusing, Sak." Ujarnya dengan suara sedih. Jadi gue mengulurkan tangan ke kepalanya, memijat ubun-ubunnya dengan jari tangan.

"Naah, enak tuh Sak." Dayinta malah makin merapatkan tubuhnya. Dooh, ini gimana sih? Baru tadi siang gue memantapkan diri untuk menganggap Dayinta tuh sahabat, dan menghilangkan perasaan suka yang tertimbun sedari lama. Ini kalau anaknya mepet begini, gimana gue mau biasa? Gue kan normal ya?

Gue memfokuskan diri memejamkan mata, sambil tangan gue gerak mijit kepalanya Dayinta yang katanya pusing. Rambutnya dia nih masih basah, berasa, ya pantes sih pusing.

Sedang memijat kepala, gue tiba-tiba merasakan sesuatu yang lembut menyentuh bibir gue. Butuh sekian detik untuk akhirnya gue membuka mata, mencari tahu apa yang menyentuh bibir gue. Dan ketika membuka mata, gue agak kaget liat Dayinta posisinya dekat sekali. Mata kami bertemu karena ia pun ternyata sedang menatap gue. Mencoba tersenyum, gue gak siap ketika tiba-tiba Dayinta mendekat dan menempelkan bibirnya ke bibir gue.

Napas gue tertahan ketika Dayinta mulai melumat bibir bawah gue. Lha anjir ini gimana ceritanya sih? Kok dia jadi cium gue gini??

Ciuman Dayinta semakin dalam ketika lidahnya mulai bermain gak hanya di bibir tapi juga masuk ke dalam mulut, membuat gue sedikit bingung.

Ini cuma ciuman apa boleh lanjut sih Ya Tuhan? Fix sih kalau ciuman doang Dayinta cuma mau ngajak gue pusing bareng.

Tubuh Dayinta makin merapat, jadi gue beranikan diri untuk mulai merespon. Tangan gue yang sedari tadi masih di kepalanya kini turun memegang wajahnya agar gue juga bisa menciumnya sebagaimana mestinya. Tangan kiri gue menarik Dayinta mendekat, melepas bantal panjang yang tadi gue peluk karena sedikit menghalangi, hingga akhirnya tubuh kami tidak terbatasi apapun.

"Emmh, shit!" Terdengar lenguhan Dayinta ketika gue menggigit bibir bawahnya pelan. Dan itu malah membuatnya merengkuh wajah gue dan makin memperdalam ciumannya.

Anjir, ini gue gak lagi mimpi kan yaa?

Gue menarik Dayinta, membuat posisinya kini berada di atas gue, dan dia langsung meremas rambut gue dengan tangannya, sementara gue masih asik memainkan lidah di bibirnya.

Memeluk Dayinta, gue memutar tubuh kami sehingga kini posisinya gue yang di atas. Ciuman gue turun, ke lehernya dan terasa remasan di rambut gue makin kuat.

"Emmh shit, Sak!" Terdengar lagi lenguhan Dayinta, membuat nafsu gue makin terpancing karena suaranya sangat seksi di telinga gue.

Persetan lah! Mau ini mimpi kek, ini beneran kek! Gue mau ini kelar dengan baik!

Sebelah tangan gue mulai menyusup ke dalam kaus yang dikenakan Dayinta, ke arah belakang lebih tepatnya untuk membuka kaitan bra yang ia pakai. Dan, Dayinta bahkan membantu gue dengan membusungkan dadanya sehingga terdapat celah antara punggungnya dan kasur, membuat gue dengan mudah melepas kaitan itu.

Setelah kaitan terlepas, barulah tangan gue aktif bermain di bagian depan. Mulut gue masih sibuk di lehernya, gak cuma mencium tapi juga menghisap dan memberikan sedikit gigitan, membuat lenguhan Dayinta makin menjadi-jadi.

"Shit, Saka. Ehmmmm!" Dayinta menarik wajah gue dengan kedua tangannya lalu mencium gue ganas, ia bahkan menggigit bibir bawah gue kencang, membuat gue langsung merasa asin karena ada darah yang keluar.

"Ohh, kasar yaa mainnya." Kata gue dan Dayinta nyengir.

Kamar ini pencahayaannya mungkin hanya 20%, tapi gue bisa lihat senyum manis Dayinta dengan jelas. Gosh! Senyum itu yang bikin tidur gue gak nyenyak selama 9 tahun terakhir.

Membalas ciuman Dayinta, gue bahkan sekarang udah gak pake tahan-tahan, gue juga balas menghisap, dan mengigit meskipun gue tahu, gak sampe luka.

Dayinta gak protes ketika gue menarik lepas kaus yang ia kenakan, juga bra yang tinggal menggantung di badannya. Dan gosh! Dia badannya bagus banget! Payudaranya kenyal, pas ukurannya di tangan gue sehingga dengan mudah gue meremasnya.

"Ugh, lanjutin itu." Desisnya, gue mengangguk, gak hanya lanjut meremas tapi juga membenamkan wajah di sana. Sebelah tangan meremas, dan sebelahnya lagi menjadi sasaran mulut gue.

"Oh God, iya Sak, gituuu!" Seru Dayinta sambil menjambak rambut gue, membuat gue makin bersemangat melakukan ini. Kedua tangan gue di dadanya, sementara mulut gue bergantian menghisap puncak payudaranya itu.

Ciuman gue turun, lidah gue berjalan membasahi tubuh Dayinta sampai di batas karet celana katun yang ia kenakan. Dan dengan sekali tarikan, celana itu pun langsung terlepas.

Baru akan mengerjai bagian bawah, Dayinta tiba-tiba bangkit, ia duduk di depan gue.

"Kenapa?" Tanya gue heran.

"Curang, gue udah naked masa lo belom buka apapun?"

Gue nyengir mendengar itu, kemudian langsung melepas kaus yang gue kenakan, lalu mendorong pelan tubuh Dayinta agar ia kembali merebah.

"Badan lo bagus, Sak." Ucap Dayinta ketika gue mulai mencium bibirnya lagi.

Mengulang aktivitas dari atas, gue kembali berlama-lama di payudaranya yang menggiurkan ini, namun kali ini sebelah tangan gue sudah turun duluan, memberikan sentuhan-sentuan di bagian sensitifnya.

"Anjir! Ughh! Shit, Saka! Ahhhh!" Desahan itu kembali terdengar, suara seksi Dayinta seperti menyulut semangat yang ada di dalam diri gue.

Ciuman gue turun lagi, dan kali ini tidak dihentikan olehnya. Gue membuka kedua tungkai kakinya, lalu mulai memainkan lidah di bawah sana.

"Oh God, yes, shit, ohhh!" Dayinta mulai meracau ketika lidah gue bermain di miliknya, juga ketika jari gue sedikit gue masukan untuk nanti membuka jalan. Well, dia udah basah banget, gampang sih nanti harusnya.

Jari gue terus bergerak sampai gue melihat Dayinta sedikit menggelinjang. Dan gue tersenyum kalau dia sudah mendapatkan klimaks pertamanya.

Mengulurkan tangan kiri untuk meremas payudaranya, Dayinta makin kencang meremas rambut gue, ehh, dijambak deng lebih tepatnya.

"Sak, mulai yok!" Suara Dayinta mendadak terdengar manja di telinga gue. Suara yang sanggup bikin gue bilang 'iya' apapun pintanya.

Gue beringsut ke arah wajahnya, menyamakan posisi kami, lalu mulai mencium kembali bibirnya kali ini dengan lembut. Hanya sesaat gue turun ke payudaranya lagi, membuat desahannya kembali terdengar, selain itu jari-jari juga gue arahkan ke bawah sana untuk terus memberi rangsangan.

"Ohh shit, Saka, pleaseee, come on! Tunggu apa lagi? Gue kan udaah~"

Gue tersenyum dan menggeleng.

Kembali turun ke bawah, gue memainkan lidah gue di miliknya lagi, kali ini kedua tangan gue membuka lebar milik Dayinta sehingga lidah gue makin bisa bereksplorasi lebih dalam.

"Oh my fvckin' God, Sakaaa!" Jerit Dayinta, dia bahkan menjepit kepala gue dengan kedua pahanya, tapi gue gak berhenti, gue terus bermain di sana.

Rambut gue dijambak kenceng banget sama Dayinta, membuat gue terpaksa menarik diri dan beranjak ke arahnya, membuat wajah kami setara.

"Sakit tahu!" Ujar gue lalu mencium lehernya, naik sedikit lalu menggigit kecil daun telinganya.

"Gosh! Ayok Sak!" Ia menarik gue lagi. Lalu menahan wajah gue di depan wajahnya dengan kedua tangan.

"Apaan sih?"

"Jangan gilak lu!" Dayinta mencoba membalikan tubuh kami, tapi gue menahannya, ia langsung terlihat kesal dan gue tersenyum.

"Okee, okee!" Kata gue akhirnya, beranjak ke sisi kasur yang lain, gue mengambil dompet dari atas nakas, mengeluarkan sebungkus kondom dari sana. Menurunkan celana yang gue pakai, gue membukanya lalu memasangkan kondom ini milik gue yang sudah sangat tegang.

Oke, siap tempur!

*****

TBC

Thanks for reading
Don't forget to leave a comment and vote this chapter xoxoxo

Ps: tenang, gue gak bikin kalian gantung gitu aja. Double update dengan Dayinta's POV

Jam 9 malem gue update wkwkwkw

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top