19. Pacaran (?)

DAYINTA

Semakin hari, aku makin deket sama Satria. Asli sih, setelah semakin kenal, ternyata dia anaknya asik. Dan sopan parah, sumpah.

Tapi aku tuh kadang ragu, kepikiran kalau dia tuh Kakak dari cewek yang merebut calon suamiku dulu, bikin aku punya prasangka yang gak baik gitu ke Satria.

Takut dia cuma mau nyakitin aku.
Takut dia deketin cuma buat memastikan aku gak gangguin suami orang. Ah pokoknya banyak deh prasangka yang ada di kepalaku.

Lagi mikirin Satria, eh dia panjang umur, baru aja masuk chat darinya.

Pak Satria K:
Hey
Sibuk gak?

Me:
Kenapa gitu?

Pak Satria K:
Mau ajak jalan
Hehehehehe

Me:
Kenapa pake hehehehe?

Pak Satria K:
Ya biar gak garing aja
Bingung abisnya

Me:
Yuk

Pak Satria K:
Yuk apa?

Me:
Tadi ngajak apa?

Pak Satria K:
Oh iyaa
Yuk
Aku jemput sekarang ya?

Me:
Ya jangan laah
Aku belum mandi
Satu jam gimana?

Pak Satria K:
Okay!

Aku tak membalas pesan tersebut, ku sambungkan ponsel dengan kabel charger sementara aku langsung bergegas ke kamar mandi.

Doooh, ini kan malem minggu, judulnya aku kencan dong yaa? Ulala deeh, akhirnya setelah sekian lama, kencan juga aku.

Mandi, aku bahkan sengaja cukuran, gak ngerti sih buat apa, tapi rasanya pengin mulus sebadan-badan aja akutuh. Biar makin mantap gitu.

Gak tahu dah mantap apaan.

Gak jelas banget Dayinta!!

Setelah mandi, aku keluar kamar, sibuk memilih baju. Mendadak aku merasa kekurangan baju. Aku gak tahu harus pakai baju apa.

Jalan sama Satria bakal santai atau dia bakal ajak aku ke resto fine dining gitu ya? Gak mau salah kostum aku nih.

Atau Satria cuma ngajak ke mall? Standar orang ngabisin waktu, atau ke beach-club?

Adooooh! Pakek baju apa?

Karena terburu-buru oleh waktu dan aku juga belom sempet keringin rambut, jadilah aku memilih blouse berwarna biru muda dan celana jeans dengan warna senada. Setelah itu, aku berdandan sedikit biar mukaku gak pucat. Abis itu, baru deh keringin rambut, catokan itu penting gaiss, apalagi mau kencan begini.

Aku mendengar ketukan di pintu ketika aku sedang mengoleskan lipgloss ke bibirku, segera saja aku membuka pintu, dan Satria ada di sana, senyum mengembang di pipinya.

"Kita cocok banget!" Serunya, dan aku baru sadar, ia memakai polo shirt berwarna biru muda, cocok warnanya sama blouse yang kugunakan.

"Eh iya," Aku sok kaget, padahal dalem hati seneng.

"Mau masuk?" Tawar ku.

"Kamu udah selesai?" Tanyanya.

"Tinggal beberes sama pakai sepatu sih."

"Aku tunggu sini aja." Katanya, menunjuk kursi keramik yang ada di depan kamarku.

"Okay, sebentar yaa."

Tanpa menutup pintu, aku merapikan mejaku. Memasukan catokan ke laci, lalu membenahi make-up yang sudah kugunakan.

Lipstik kumasukan ke tas buat nanti touch-up, lalu aku mengambil sepatu cads putih. Karena liat dandanan Satria casual, jadi aku pun sedikit santai.

Mantap laah, siap nih aku kencan!

*****

"Virrr, aku mau cerita." Kataku, ia langsung menoleh, mengalihkan pandangan dari komputer ke wajahku.

"Kenapa?"

"Kamu jangan bilang siapa-siapa ya?"

Vira mengangguk semangat.

"Aku sama Pak Satria pacaran." Yeah, aku dan Satria sudah resmi, kami jadian Sabtu kemarin. Satria bilang kalau dia suka, dan aku pun pengin mencoba buka hati, jadi... kenapa tidak?

"Hahhh??" Seru Vira kencang membuat beberapa orang menoleh ke arah kami.

"Jangan berisik!"

"Kamu bilang dia buncit!"

"Ya itu kan dulu, hehehehe."

Vira nyengir.

"Menurut kamu, aku terang-terangan aja gak kalau pacaran? Atau backstreet?"

"Emm, Pak Satria maunya gimana? Kayaknya di kantor ini gak ada larangan pacaran juga sih Yi."

"Dia maunya sih biasa aja, kalau ada yang nanya baru jawab."

"Yaudah gitu aja, dibawa santai."

"Bingung bakal bisa santai apa engga, karena dia kan jatohnya bos."

"Beda divisi, santai aja. Kalau kamu pacarin Mas Ganjar atau jadi selingkuhannya Pak Wisnu, baru tuhh heboh satu ruangan, atau satu kantor? Hahahaha!"

"Jadi santai aja nih?" Tanyaku.

"Iya udah, chill!"

Aku mengangguk, tersenyum. Yaudah lah, kalau ketauan pacaran juga gak apa. Satria kan single ya? Aku gak rebut pacar atau suami orang, lagi, pacaran kan bebas ya sama siapa aja.

"Aku punya kabar gembira tau!" Ujar Vira tiba-tiba.

"Eh? Apaan nih?"

"Aku mau nikah, sebulan lagi."

"Serius? Sama pacar kamu kan?"

"Iya lah Yi, masa sama sugar daddy?"

Aku tertawa.

"Aku diundang gak?" Tanyaku jahil.

"Kalau kamu mau dateng, ayok! Aku nikah di kampung. Udah dapet izin cuti dari pak Wisnu, 10 hari. Mantep yaa?"

Aku ikut bahagia. Yeah, selama kerja di sini, bisa dibilang temanku hanya Vira. Dan dia anak yang super duper nyenengin. Ringan tangan dalam hal membantu. Terus juga gak neko-neko. Plus dari Vira tuh, kita satu frekuensi kalau ngomongin orang.

"Kalau aku dapet cuti, pasti aku dateng, Vir!"

"Mantap!" Sahutnya.

Kami kembali ke komputer masing-masing, sambil sesekali aku bertanya soal persiapan nikah, dan aku terkejut dengan jawabannya Vira.

"Aku nikah gak pake perayaan kayaknya, di rumah kalau gak di mesjid deket rumah. Soalnya aku tuh gak direstui sama orang tua pacarku."

"Terus kamu gak masalah?"

"Ya gak apa, selama ini juga kami berdua Yi, pacarku bilang kalau dari kuliah dia udah berasa dicoret sebagai anggota keluarga, jadi yaudah, nikah gak direstui pun dia gak peduli, katanya gak ngaruh."

"Terus kamu jelasin apa ke keluarga kamu?"

"Dia yang jelasin, aku gak tahu dia bilang apa, yang jelas keluarga aku sih terima."

Wow! Keren juga Vira dan pacarnya. Mereka kuat gitu lohh. Mau nikah tuh kan suka ada ujian mental tau. Lha ini? Dia ujiannya terang-terangan, dan masih bisa santai.

Keren lah pokoknya.

Bekerja sambil mengobrol bersama Vira, gak terasa sudah waktunya pulang. Aku kaget saat Satria menghampiri meja ku.

"Beres?" Tanyanya. Aku mengangguk.

"Beres kok."

"Balik kita bareng kan?" Ia seolah memastikan, yeah ini kan hari pertama kami di kantor as a couple gitu hehehe.

"Iya dong, masa pacaran gak pulang bareng Pak?" Sahut Vira, membuatku sedikit salah tingkah.

"Ah kamu Vir, bisa aja." sahut Satria.

"Yuk!" Kataku, saat meja ku sudah tapi dan semua barang penting sudah masuk ke tas.

"Duluan ya Vir!" Ujar Satria. Kami berdua berjalan berdampingan, membuat beberapa pasang mata melirik ke arah kami.

Yaudah, biarin aja deh, biar jadi gosip baru. Besok pagi tinggal klarifikasi.

"Mau makan dulu, atau langsung?" Tanya Satria saat kamu sudah di mobil.

"Bosen gak sih makan di luar terus?" Tanyaku.

"Terus mau makan apa? Kamu tahu aku soal makanan pemilih, dan lagi, aku gak bisa masak."

Aku diam. Iya sih, dia nih vegan, jadi kalau aku mau masakin pun pusing masak apaan.

Eh bentar, aku jadi kepikiran. Dia kan vegan ya? Tapi kok buncit ya? Hehehehe!

"Yaudah kita ke resto favorit kamu aja." Ajakku, gak ada pilihan lain. Mau cari makan pinggir jalan, takut menurutnya kurang sehat. Mau masak? Aku gak tau menu-menu nya orang vegan gimana bikinnya. Bikinin sayur oyong aja kali ya? Kapan-kapan.

Satria mengangguk, dan ia pun langsung menjalankan mobilnya ke resto yang sudah menjadi langganan kami, karena tiap makan pasti ke situ terus.

Begitu sampai, kami langsung memesan karena memang sudah lapar. Ditambah tadi jalanan lumayan macet, beuh mantap banget kan keroncongan di jalan.

"Kamu gak mau coba jadi vegan juga?" Tanya Satria.

Aku diam sejenak.

"Emmm, aku masih pengin makan pecel lele." Kataku.

"Kamu lucu!" Hanya itu reaksinya, sambil tersenyum.

Begitu pesanan makanan datang, kami langsung menyantapnya, sesekali Satria bertanya soal kerjaan hari ini, aku jawab seadanya dan bertanya balik juga.

Memperhatikan mimik muka Satria, entah kenapa dia seperti menahan sesuatu untuk dibicarakan. Karena situasinya masih kurang nyaman untukku, jadi aku belum bertanya.

"Mau ke mana dulu? Atau langsung pulang?" Tanyanya.

"Langsung aja yuk?"

Satria mengangguk, seperti biasa ia beranjak duluan, menuju kasir sementara aku menyusul di belakangnya.

Di mobil, kami gak banyak berbicara, terlalu asik mendengarkan dan mendendangkan lagu-lagu yang diputar dari radio.

"Mampir yuk?" Ajakku, bukannya bertanya 'mau mampir gak?' karena aku tahu kalau nanya pasti dijawab 'kapan-kapan aja'.

"Eh?" Sahutnya kaku.

"Mau gak? Yuk! Kamu kayaknya belum pernah mampir ke kostanku, beberapa kali cuma nunggu di luar doang."

"Ehmm, yaudah boleh."

Aku tersenyum, jadi aku langsung mengarahkan Satria untuk parkir di halaman, biar gak usah jauh-jauh gitu jalannya.

"Yuk!" Aku mempersilahkan Satria masuk setelah pintu kamar terbuka, kulihat dengan kikuk ia membuka sepatunya lalu masuk ke kamar.

Kubawa sepatu itu, lalu meletakkannya di rak sepatuku yang ada di belakang pintu kamar, sambil meletakkan juga flatshoes yang sudah kulepas ini.

"Kamar kamu enak. Adem, seger gitu." Katanya, aku tersenyum, ya itu berkat exhaust fan lungsuran dari Saka, dia minggu kemarin ganti jadi pake AC soalnya, gaya banget tuh!

"Aku ke kamar mandi dulu ya, sebentar." Kataku, Satria hanya menjawab dengan anggukan kecil.

Di kamar mandi, aku sengaja mencuci muka, lalu berganti dengan baju yang ada di dekat tumpukan handuk bersih. Setelah itu, baru aku keluar.

Di kamar, Satria sudah duduk di kursi belajarku, terlihat wajahnya sedang banyak pikiran.

"Udah?"

"Kamu mau ke kamar mandi?" Tanyaku.

"Engga."

"Kamu kenapa sih?" Tanyaku, wajah kusut Satria terlihat heran dengan pertanyaanku.

"Kenapa apanya?" Ia malah balik bertanya.

"Kamu kaya banyak pikiran gitu, kamu kenapa? Cerita dong, aku kan pacar kamu."

"Aku bingung ceritanya,"

Aku menarik napas panjang, beranjak dari kasur yang kududuki, mendekati Satria. Memberanikan diri, aku memeluknya yang sedang duduk ini.

"Cerita aja dari awal, aku mau kok dengerin semuanya." Kataku.

Satria mendongkak, ia pun tersenyum sambil mengangguk.

Oke deh, saatnya jadi pacar yang baik.

*******

TBC

Thanks for reading
Don't forget to leave a comment and vote this chapter xoxoxo

***
Iklan yaaak

Yuk yang mau baca novel-novel di atas bisa langsung cusss melesat ke Apps/Play Store untuk download E-Book nya.

***

Dan di Aplikasi Drrame ada 5 judul novel yang bisa dibaca GRATIS yaa
Yuk mampir dan jangan lupa tinggalin love ❤

(Happee Birthdaee, Buddy
masih komplit di wattpad)


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top