10. Saskara
DAYINTA POV
+62xxxx
Ayi?
Kamu di mana?
Kok aku ke rumah Rayi bilang kamu gak ada?
Bunda juga gak bilang apa-apa
Aku menelan ludah membaca pesan itu. Sekalipun kontaknya sudah kuhapus, tapi aku masih hafal nomornya. Sebuah kesia-siaan.
Tak membalas pesan itu, aku keluar dari kamar kost, sengaja lebih pagi karena tak ingin terlambat berangkat kantor. Tapi sebelum itu, aku mampir dulu ke belakang, ke tempatnya Jik Angga.
"Ajikkk!" Panggilku gembira, Ajik sedang menyapu halaman rumput yang ada. Halaman rumput ini dihiasi oleh dua buah pohon sukun yang estetik.
"Pagi Mbak Dayinta!"
"Ajik kaya Saka aja, sering manggil Dayinta."
"Abis Mas Saka kalau ngomong seringnya nama lengkap, jadi Ajik ikutan."
"Ini, aku mau bayar kostan, buat dua bulan dulu ya Jik? Jadi nanti Januari aku bayar lagi, oke kan?"
"Oke dong Mbak. Anak-anak malah biasanya bayarnya bulanan kok."
Aku mengangguk. Aku kontrak kerja di sini selama 3 tahun, tadinya aku mau bayar minimal 6 bulan lah buat kostan. Tapi, aku kan belum gajian. Dan uang tabunganku gak banyak. Udah kekuras buat biaya nikahan kemaren. Sialan tuh si Sosa, dia yang nikah aku yang bayarin!!
"Yaudah Jik, aku pamit kerja yaa!"
"Iya mbak, hati-hati!"
Sambil berjalan aku memesan ojek online, sebenarnya jarak kostan ke kantor tuh nanggung, kalau jalan kaki capek, tapi kalau naik motor deket banget. Tapi ya tetep, demi biar sampe kantor gak keringetan aku memilih naik ojek.
Sesampainya di kantor, aku mulai dari menyalakan komputer yang ada di meja lalu meninggalkannya untuk membuat teh hangat, setelah itu baru aku kembali ke meja kerjaku, mengerjakan tugas-tugas yang sudah menumpuk.
***
"Aku anter, mau?" Tawar Vira, teman baruku di kantor, saat kukatakan kalau pulang kerja nanti aku ingin berburu perabotan untuk mengisi kamar.
"Ngerepotin kamu gak, Vir?"
"Gak sama sekali, aku juga anak rantauan kali Yi. Jadi kebayang gimana kedernya kalau belanja ini itu tapi kita gak tau di mana tempat belanja yang murah tapi bagus."
"Kamu rantauan dari mana?" Tanyaku.
"Dari Sumedang, heheh." Jawabnya nyengir.
Aku mengangguk. Vira kembali menawarkan diri dan tentu saja, tawaran itu tidak mungkin aku tolak.
Jam pulang kantor, Vira langsung mengajakku berbelanja, katanya dia juga sekalian cari tempat bumbu gitu.
"Kamu kost di mana Vir?" Tanyaku.
"Aku gak kost, aku tinggal di apartment pacarku." Jawabnya malu-malu. Tapi karena aku sudah paham yang begituan, jadi aku biasa saja.
"Udah lama kamu di Bali?"
"Tiga tahun kurang sih, sebentar lagi juga kontrak kerjaku selesai, gak tahu nih bakal jadi kartap apa engga. Kalau gak sih ya aku mau cari kerjaan di Jakarta aja deh, kayaknya cepet kaya kalau kerja di Jakarta."
Aku nyengir mendengar itu. Yeah, banyak orang yang memiliki persepsi kalau kerja di Jakarta itu subur jaya makmur laah, padahal apa? Sikut-sikutannya gila boss!
Kami sampai di salah satu toko perabot lengkap, saat masuk ternyata bukan cuma peralatan rumah tangga doang, tapi ada sembako, sabun, detergen gitu-gitu deh, lengkap banget ini. Nyari loyang nasi tumpeng juga ada kayaknya.
Aku membuka catatan Saka semalam, lalu Vira membantu mencarikan barang-barang tersebut.
"Kayaknya aku gak bisa beli semuanya sekarang deh, pertama susah bawanya, kedua, kayaknya kostanku bakal penuh kalau semua barang ini kubeli."
"Jeeh, yaudah yang menurut kamu penting aja Yi."
Aku mengangguk, setelah memutuskan untuk membeli barang-barang penting, Vira mengantarku pulang.
"Vir, makasi yaa!" Kataku tulus,
"Iyaaa! Eh tapi kamu beneran di kostan sini? Kenal sama tetangga gak?" Tanya Vira menunjuk kostanku.
"Belom kenal sama tetangga sederetan, aku di bawah soalnya."
"Ohhh, kenalanku di atas."
"Siapa? Entar aku tanya temenku, temenku kamarnya di atas."
"Emm udah gak penting, lagian kenalanku itu udah lama banget, tapi ampe sekarang masih keingetan."
"Siapa nih? Cowok? Ya ampun Vir, udah punya pacar loh kamutuh!" Aku mengingatkannya.
"Hahah iyaa sih, tapi cowok ini super, Yi. Gilak! Aku pengin cerita tapi takut kamu nyangka aku liar."
"Aku gak bakal judge kamu kok!" Seruku.
"Ada, cowok, kita kenalan di konser, di konser tuh dia jagain aku banget, gila kan? Baru kenal udah sebaik itu. Aku masih kost waktu itu, terus baliknya aku tawarin dia mau gak mampir kostan, toh dia juga anter aku kan? Eh dia mau, berlanjut tuh heheheheh ngerti kan ya?"
Aku mengangguk sambil tersenyum.
"Gilak! Best sex ever! Tapi ya itu, cuma cinta satu malam, hahaha, abis itu ketemu lagi urusan kerjaan tapi aku udah punya pacar, tapi ya ampun keingetan dia dong? Aku godain dan dia mau, dia ajak aku ke kostan ini, dan gilaak! Gak pernah nyesel aku selingkuh sama dia, best, Yi! Best!" Seru Vira antusias, membuat senyumku makin lebar.
"Siapa namanya? Biar aku tanya ke temenku."
"Namanya Saskara!" Aku langsung menelan ludah mendengar itu.
"Saka???!!" Seruku.
"Ehh? Kamu kenal??!!" Kini giliran Vira yang syok, dia bahkan mendadak salting gitu.
"Dia temen SMA-ku, Vir. Hehehe." Jawabku nyengir.
"Aduhhh, kamu jangan bilang dia ya? Aku malu hehehe, terakhir aku godain dia gak direspon soalnya, dia udah punya pacar." Vira benar-benar malu, terlihat dari wajahnya yang memerah.
"Tenang, aku gak bakal bilang apa-apa kok."
"Gosh! Ayi, lupain ya cerita tadi? Aku jadi malu."
"It's okay, Vir. No judgement and I wont tell anybody."
"Thanks Yi!"
"Aku yang makasi, kamu udah temenin aku belanja, nganter pula."
"Ini kebetulan karena aku bawa mobil pacarku aja."
"Oke pokoknya makasi yaa,"
"Sama-sama!"
Aku mengangguk, akhirnya aku turun dari mobil, membawa barang-barangku lalu berjalan santai ke kamar. Begitu sampai di depan kamar, aku melihat Saka sedang berasap ria (merokok) di kursi keramik yang ada di depan kamarku.
"Hay Sak!"
"Buset!" Saka berdiri, membuang rokoknya lalu mengambil alih barang-barang yang sedang kupegang ini.
"Pantes balik telat lu, belanja dulu? Kenapa gak minta temenin gue atau Icha aja sih?"
"Ada temen kantor berbaik hati mau temenin." Jawabku sambil mengeluarkan kunci kamar dan membukanya. Kupersilahkan Saka yang membawa banyak barang masuk duluan.
"Lo ngapain dah nongkrong di depan kamar gue?" Tanyaku saat barang-barang sudah Saka letakkan di lantai.
"Mau nawarin anter beli barang, abis lo gue telefon lo gak angkat, yaudah gue tongkrongin depan kamar."
Aku mengangguk, aku memang sedari pulang kerja tidak membuka HP. Buat apa? Gak ada kewajiban ngabarin siapapun juga kan?
Saka tak menyahut, ia mulai asik membongkar barang-barang yang kubeli itu, merakitnya, lalu meletakkan di tempat yang menurutku pas, membuat kamarku jadi lebih cantik, lebih ramai dan lebih hidup.
"Sak? Makasi yaa udah mau bantuin gue, tanpa gue minta pula."
"Heheh gue lagi gabut, tadi balik kerja lebih cepet. Terus bingung mau ngapain, telefon lo gak diangkat, eh untung lo beli ginian, jadi ada yang gue kerjain."
"Tangan lo gatel ya kalo gak kerja?" Ledekku, Saka malah tertawa.
"Mau makan apa lo malem ini? Gue traktir dah!" Seruku.
Saka menatapku, wajahnya terlihat berfikir.
"Makan yang haram mau gak lo?" Tanyanya.
"Babi?"
Saka mengangguk.
"Hemmm belom pernah coba sih gue."
"Berani nyoba gak lu?"
"Jangan sekarang deh."
"Jaaah, apa ya? Makan apa aja deh, traktir gue ya?" Pintanya, aku langsung mengangguk.
"Iya, itung-itung bayar tukang hehehe." Aku menunjuk perabotanku.
***
Hari-hariku di Bali selalu ceria meskipun kadang langit Bali mendung. Tapi, sebulan di sini, aku bener-bener kerasan. Well, itu karena Saka dan Icha sih. Couple gila itu selalu mau temenin aku, jadi aku gak pernah kesepian.
Berada di Bali membuat aku dekat dengan Rayi secara emosional. Kami rajin telefon atau chat, saling mengabari satu sama lain, Rayi ngasih tau banyak soal keadaan Bunda. Sampai Rayi yang curhat soal pacarnya. Aku? Aku mendengarkan semua cerita Rayi, sambil sesekali bercerita soal keseharianku. Dengan adanya jarak seperti ini, aku dan Rayi malah jadi kayak kakak-adik betulan.
"Yeah, gitu lah Yi kerjaan gue, dibilang sibuk engga, nyantai juga engga."
"Yaudah, kalau ada libur pulang lah ke sini, dek. Ternyata rumah sepi juga gak ada elu, sebulan baru kerasa. Awalnya gue happy karena gak keberisikan lo yang suka nyanyi-nyanyi gak jelas tiap malem."
"Hahah, gue inget, lo gedor-gedor tembok kamar nyuruh gue diem."
"Iye, sember banget kan suara lo!"
"Merdu kali, Bang!"
"Idihhh!"
Tiba-tiba terdengar ketukan di pintu kamarku, aku langsung bangkit, ponselku sendiri masih menempel di telinga.
"Weekend lo gak ngapa-ngapain Dek?" Tanya Rayi di kejauhan sana.
"Hoy Sak!" Seruku sambil ketika pintu terbuka.
"Sak?" Tanya Rayi.
"Ada Saka, Bang. Udah dulu ya? Entar gue telefon lagi!"
"Ohh, okay, have fun dek!" Seru Rayi lalu sambungan telepon pun terputus.
"Kakak lo?" Tanya Saka.
"Iye, kenapa lu?"
"Gabut gue, jalan yuk?"
"Icha mana?" Tanyaku.
"Pulang, dia kan kelar sidang proposal, katanya mau minta restu orang tua biar lancar skripsinya." Jelas Saka.
"Mau ke mana? Sini aja lah, nongkrong di kamar, main apa gitu, terus order makanan." Yak, aku lagi males banget keluar, capek gitu kerja, jadi penginnya istirahat.
"Hemm, yaudah, kalau gitu sih mending di kamar gue, lebih asoy!"
Aku mengangguk. Jadi, aku mengambil jaket karena akhir tahun begini lumayan dingin udaranya. Setelah mengunci pintu, aku dan Saka berjalan ke kamarnya.
Selama di jalan, aku membuka aplikasi gofood, begitu juga dengan Saka, kami pesan banyak camilan.
Nah, aku nih udah gak kaku kalau harus menghabiskan waktu di kamar Saka. Karena Saka tuh anaknya asik parah, dan pacarnya, Icha, bukan tipe cewek cemburuan. Icha cewek tersantai yang pernah kukenal deh pokoknya.
Begitu sampai di kamar Saka, ia langsung menyambungkan ponselnya ke speaker aktif yang ia miliki. Biar kita nongkrongnya ada backsound gitu laah yaa.
"Maen apa kita malem ini?" Tanya Saka.
"PS lo dari pada banyak nganggurnya mending kita mainin aja." Usulku.
"Bener??"
"Iya, kenapa emang?"
"Engga, jarang banget dapet temen cewek yang mau maen PS. Biasanya temen laki doang."
Aku nyengir. Aku sebenernya gak jago-jago amat sih, cuma pernah diajarin Lintang main. Ahhh, Lintang... mendadak melow aku jadinya.
Saka mengeluarkan PS dari kardusnya, meletakkan di atas dingkle kayu lalu menyambungkan kabelnya ke TV.
Saat akan memulai main, tiba-tiba lagu You and Me milik Lifehouse terputar. Aku langsung diam, meletakkan stik PS yang diberikan Saka di lantai. Dan tanpa aba-aba, air mataku mengalir.
"Eh? Kenapa lu, heh?" Tanya Saka terkejut.
"Ini... ini lagu gue sama Lintang, Sak." Kataku sambil terisak.
Saka terlihat menghembuskan napas panjang, ia meletakkan stik yang dipegangnya lalu mendekat. Aku tak menolak ketika ia memelukku.
"Udah ah, masa gara-gara lagu aja nangis?" Terdengar suara Saka menenangkan.
*****
TBC
Thanks for reading
Don't forget to leave a comment and vote this chapter xoxoxoxo
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top