1. Persiapan

Dayinta POV

"Aku transfer kamu aja, gimana? Kamu belanja sendiri biar bebas beli apa aja, dan pasti kamu pake." Ujar Lintang, kemudian menyeruput kopi miliknya.

"Aku bingung mau beli apa."

"Lha, kalo kamu aja bingung apa lagi aku?"

"Hemmmm,"

"Yaudah, kamu sama Mama aja yang belanja, gimana?"

"Boleh deh, biar dapet saran juga ya mau beli apa-apanya?"

Lintang mengangguk, ia tersenyum manis.

Aku tak menyangka, hubunganku dengan Lintang yang sudah berjalan 3 tahun ini akhirnya akan menuju ke jenjang yang lebih serius. Kami yang sudah berpacaran sedari kuliah ini sedang mempersiapkan acara lamaran yang akan diselenggarakan satu minggu lagi.

Dan hari pernikahan kami? Lebih kurang dua bulan lagi.

"Nanti aku kasih tahu Mama kalau kamu minta ditemenin belanja," Ujar Lintang.

"Siap, tapi aku juga mau kasih kamu, jadi seserahan gak cuma dari cowok doang. Kamu mau apa dari aku?"

"Ebuset, digibeng aku sama Mama minta sesuatu dari cewek."

"Kan kamu gak minta, tapi aku yang mau ngasih." Jelasku.

Lintang tersenyum, hari ini dia lebih banyak tersenyum sepertinya, membuat hari-hariku jadi lebih ceria.

"Mau kaos merchandise Band favorit aku aja, gimana? Sama sepatu deh, sepatu formal jadi bisa aku pake di resepsi kita."

Aku mengangguk.

"Yaudah siap, anterin aku balik lagi ke kantor yuk? Jam istirahat udah mau selesai." Kataku.

Kali ini giliran Lintang yang mengangguk. Buru-buru ia menyesap kopinya yang sudah dingin itu, lalu berjalan duluan menuju kasir untuk membayar makan siang kami hari ini.

Di perjalanan menuju kantorku, aku memeluk Lintang dari belakang, tak menyangka kalau segala jungkir-balik dalam hubungan yang pernah kami lalui ternyata membawa kami ke tahap ini.

Yah, aku masih gak percaya.

Sebulan lalu, Lintang yang mengajakku liburan ke Bandung ternyata beragendakan acara lamaran romantis di tempat yang menurutku istimewa. Dan, di sini lah kami sekarang. Mempersiapkan acara lamaran untuk kedua keluarga saling bertemu secara resmi.

"Pulang kerja ke rumah aku ya?" Ajak Lintang.

Aku langsung mengangguk, tak lupa meraih tangan kanannya untuk mengecup punggung tangan tersebut.

"See you, love you!" Ucap Lintang pelan.

"I love you too, bye sayang!"

Aku kembali masuk ke gedung kantorku sementara Lintang juga kembali ke pekerjaannya.

Sebenarnya, kami jarang makan siang bersama seperti tadi, hanya saja, menjelang hari lamaran, itu membuat kami berdua tegang, dan tentu saja kami jadi ingin selalu bertemu, memastikan semuanya baik-baik saja dan akan berjalan sesuai rencana.

Kembali ke pekerjaan, aku mencoba fokus, bersikap profesional sehingga kehidupan pribadiku tidak mengganggu pekerjaanku ini.

Jam pulang kantor, aku gak langsung meninggalkan meja, tapi santai karena tahu Lintang masih di jalan. Sambil menunggu Lintang, aku membuka-buka akun wedding organizer yang kami pilih, melihat portfolio mereka, karena jujur, aku dan Lintang belum menentukan dekorasi pernikahan kami akan seperti apa. Konsepnya memang internasional, di dalam sebuah gedung, tapi aku gak mau yang terlalu glamour, mau yang biasa-biasa aja.

Sedang asik melihat-lihat, aku mendapatkan sebuah notifikasi dari e-mail, saat kubuka aku tersenyum.

Gini banget dah hidup, giliran udah punya kerjaan, banyak banget balesan e-mail dari kantor yang dulu kukirim lamaran pekerjaan untuk interview. Lha pas aku nganggur? Dapet satu e-mail aja udah bahagia luar biasa.

Aku memperhatikan posisi Lintang di peta, ketika ia sudah hampir sampai aku langsung mematikan komputer ku, lalu segera turun ke bawah untuk menunggunya.

Hanya sekitar tiga menit menunggu, Lintang sudah datang dengan motornya, ia langsung memberikanku helm.

"Udah sepi aja kantor kamu?" Ujarnya saat aku naik ke boncengan.

"Jumat, Sayang, udah pada gak sabar party!"

"Untung kita berdua bukan anak party ya?" Motor mulai berjalan, membelah kemacetan jam pulang kerja.

"Mendingan di rumah sama kamu sih dari pada party, sumpek."

"Iya, party juga nanti kamu digodain sama cowok, hih."

"Dihh, apaan." Sahutku, mempererat pelukan di pinggangnya

"Kalo udah nikah, kamu aku anter jemput tiap hari ya?"

"Emang kamu gak capek? Kan kantor kita gak searah."

"Emm, ya kan nganter istri, jadi gak akan capek." Ujar Lintang.

"Liat nanti aja, kamu ngomong gini sekarang, entar mana tau? Mama bilang, orang kalau udah nikah beda banget sama pas pacaran."

"Mama gitu banget, padahal Mama sama Papa masih romantis tau sampe detik ini."

"Keliatan sih." Kataku.

Tak terasa, kami sudah sampai di depan rumah Lintang, aku turun dari motor, membuka selot lalu mendorong pagarnya agar motor Lintang bisa masuk.

"Mama sama Papa mana?" Tanyaku saat melihat halaman rumah yang biasa terparkir mobil malah kosong.

"Hehehe, aku belom bilang ya? Rumah aku kosong." Jawabnya dengan sebuah senyuman licik mengembang di wajahnya.

Aku membalas senyumnya, sambil geleng-geleng kepala tentunya. Tahu persis apa yang ada di kepala Lintang saat ini.

Tanpa banyak bicara, aku meninggalkannya, mengambil kunci dari bawah pot bunga lalu masuk ke dalam rumah. Yeah, aku sudah sekenal itu dengan printilan keluarga Lintang.

Aku tahu setiap inchi rumahnya, aku tahu di mana gula disimpan, aku tahu di mana harus mencari tusuk gigi. Dan detail kecil lainnya.

Saat akan berjalan ke ruang keluarga, aku ditubruk dari belakang, begitu berbalik Lintang langsung menyerang bibirku dengan bibirnya.

"Nanti dulu!" Aku mendorongnya pelan.

"Come on Yaang, udah lama kita gak main, mumpung rumah aku kosong."

Aku merengkuh wajahnya dengan kedua tanganku lalu mengecup bibirnya singkat, sementara Lintang malah semakin agresif.

"Mandi yuk? Asem kita berdua, kan kalo udah seger enak." Kataku.

"Mandi bareng?"

Aku mengangguk, membuat Lintang tersenyum, segera saja ia langsung membawaku ke kamarnya.

"Mau nginep gak malem ini?"

"Bilang apa aku ke Bunda?" Tanyaku.

"Yaudah, tapi pulang malem ya?"

"Siap!"

"Nyoba di kamar mama yuk? Kan enak, ada kamar mandi dalem, kaya kita kalau lagi di hotel." Ujar Lintang sambil mengeluarkan baju dari lemarinya.

"Gilak aja kamu! Masa kamar orang tua sendiri dipake mesum?"

"Terus? Nanggung banget kali Yaang, dari kamar mandi kudu masuk kamar lagi?" Yeah, kamar Lintang memang tidak difasilitasi kamar mandi.

"Kan kita mandi ya mandi aja, abis mandi baru."

"Terus beres ml bebersih ke kamar lagi?" Gerutunya.

"Yuk mandi!" Aku mengambil handuk yang sudah ia siapkan, menariknya keluar kamar lalu berjalan menuju karena mandi.

Di dalam kamar mandi, kubiarkan Lintang melucuti bajuku, meraba setiap lekuk tubuhku, lalu setelah aku sudah tidak mengenakan apapun, giliran aku yang membuka ikat pinggangnya, melepas kancing dan menurunkan sleting. Lintang melepas sendiri celananya sementara aku sibuk membuka kancing kemejanya satu per satu.

Setelah kami berdua sama-sama polos, kuputar keran air ke arah kiri, membuat air hangat menyirami tubuh kami. Lintang mengambil sabun, mengoleskannya di tubuhku sambil sedikit meremas bagian tertentu, aku mendekat ke arahnya, mengulurkan tanganku ke botol sabun, kini giliranku yang mengusapkan cairan pembersih ini ke tubuhnya.

Lintang sedikit bergidik ketika aku menyentuh bagian sensitifnya, ia tertawa kecil lalu membalas menyentuhku. Kami berdua memang sudah tahu bagian mana saja yang menjadi titik sensitif.

"Udah yuk mandinya, asli ini udah kenceng parah, Yaang." Bisik Lintang, ia bahkan menggigit kecil daun telingaku.

Aku menunduk, mataku terarah barangnya yang memang sudah berdiri tegang dan memerah.

"Yuk!"

Lintang langsung menyambar handuk, dan kami berdua berlari menuju kamarnya.

Di belakang pintu kamar, Lintang langsung menyerangku, menyudutkanku ke tembok dan menciumku dengan penuh napsu.

Terengah-engah, aku membalas ciumannya sambil tanganku mengarah ke miliknya, memainkannya, dan perlakuan itu membuat Lintang mendesah.

"Ohhh shit!" Aku tersenyum, aku senang mendengar desahan dan umpatannya di saat kami sedang bercinta.

Menurunkan tubuh, aku berlutut di hadapan Lintang lalu mengulum miliknya dengan mulutku. Lidahku tak tinggal diam, di dalam ia bergerak memberikan sentuhan-sentuhan kecil kepada Lintang.

"Shit, sayang, yuk!" Lintang menarikku berdiri, ia mendorongku ke arah kasur dan membuatku rebah. Dengan gerakan cepat, kini Lintang yang sudah berlutut di tengah-tengah kakiku yang sudah terbuka lebar.

"Ohhhh!" Aku mendesah ketika lidahnya yang lembut itu menyentuh milikku, lalu dengan bantuan jarinya, Lintang melakukan aksinya yang membuatku menggeliat karena nikmat yang ia berikan.

"Ohh shit Sayaang, terusin!" Pintaku, dan tentu saja dikabulkan olehnya, malah, Lintang mempercepat gerakan jarinya, membuatku merasakan gelombang pertama datang hanya dalam hitungan detik.

"Ohhh ohhh ohhh, God!"

Lintang bangun, ia memamerkan jarinya yang berlumur cairanku, lalu menyodorkan jari tersebut ke arahku. Dengan tatapan nakal, aku menghisap jarinya, membuat Lintang tertawa.

"Kamu di atas ya?" Pintanya, aku langsung mengangguk. Ku tarik Lintang agar ia merebahkan diri. Menggantikan posisiku, dan sekarang aku lah yang bermain dengan miliknya.

Kembali mengulum miliknya, kunikmati setiap desahan yang keluar dari mulut Lintang ketika aku memasukan miliknya sampai ke tenggorokanku.

"Emmmhhh enak begitu Yaaang!" Ujarnya, membuatku semangat untuk melakukan itu lebih cepat lagi.

Setelah puas bermain dengan miliknya, aku mengatur posisi di atas Lintang yang sedang merebah ini, kugenggam miliknya, menuntun agar masuk ke dalamku. Ketika aku menurunkan pinggulku dan membuat miliknya terbenam. Kami berdua sama-sama mendesah.

"Shit!" Maki Lintang.

Aku tersenyum. Dulu, saat kami pertama melakukan hubungan ini, Lintang tak pernah bersuara, hanya satu kali ia bersuara, yaitu saat klimaks dan aku suka mendengar suara desahannya, jadi kuminta ia untuk bersuara, dan beginilah sekarang, saat tubuhku naik turun di atasnya kami sama-sama saling mendesah untuk mengekspresikan kenikmatan yang sedang dirasakan.

Sedang asik menaik-turunkan pinggul, Lintang menahanku, membuatku berhenti lalu ia dengan mudah memutar posisi kami hingga kini ia yang berada di atas.

Aku tersenyum, mengulurkan tanganku untuk menarik wajahnya dan menciumnya dalam-dalam, lalu saat ia mulai bergerak, desahan kami berdua tertahan oleh ciuman ini.

"Emhhh, shit, emmmhhh enak mulu, heran," Aku langsung tertawa mendengar itu.

"Kalo udah nikah, jangan jadi bosen ya?" Kataku sambil mengusap wajahnya.

"Gilak kali ya bosen!" Serunya mempercepat gerakan, membuatku langsung meracau tak karuan, dan detik berikutnya, kurasakan sengatan gelombang kedua malam ini, lalu pada saat yang bersamaan, Lintang menarik dirinya, memuntahkan cairan miliknya di atas perutku.

"Ohhhh gosh!" Desahan kami berdua, lega.

Lintang berguling ke samping, bibirnya lalu mendarat di wajahku, memberikanku sebuah kecupan lembut di pelipis.

"Terus sama aku ya, hingga entah." Bisiknya.

Aku berbalik menghadapnya, mengecup bibirnya singkat sambil mengangguk. Yak, aku pun mau terus berdua dengannya, selamanya, seumur hidup, bahkan sampai nanti, di kehidupan setelah ini.

Dengan semua rencana kami, sepertinya itu bukan hal mustahil untuk terjadi, ya kan?

*******

TBC

Thanks for reading
Dont forget to leave a comment and vote this chapter xoxo

Ps: Yak, cerita baru, mon maap yak, padahal Blurr belom kelar ✌
Diupdate lambat yaaa

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top