4
Di depan sana tengah berdiri perempuan berkacamata. Ia membawa beberapa pisau. Tampak usianya lebih tua dibandingkan keempat orang yang baru saja datang.
"Perkenalkan aku Riyan-"
SLASH!
Praverius langsung melempar balik pisau yang ada di tangannya. Perempuan tadi yang mengaku bernama Riyan turut menghindar.
"Tidak usah basa-basi. Kami ingin masuk," ucap Praverius tegas. Rupanya ia mulai serius.
"Pram... kamu bisa serius?" tanya Izuna dengan nada sedikit tak percaya.
"Untuk kali ini aku harus serius."
"Serius? Kalian ini hanya anak-anak. Itu akan membuatku lebih mudah menghabisi pengganggu seperti kalian."
"Tapi aku bukan anak-anak," ucap Hikari sambil menenteng kotak obat.
"Kau hanya seorang dokter."
"Oh kau meremehkan alien tampan ini?"
Hikari mengeluarkan sebuah suntikan dari kotak obatnya. Ia menggulung sakunya, bersiap untuk bertarung.
Riyan langsung melemparkan pisau ke arah Hikari. Hikari dengan mudah menghindarinya dan berlari menuju Riyan. Riyan yang melihatnya langsung menjadi lebih waspada.
Secara tak terduga, Hikari mundur beberapa langkah. Ini membuat sang lawan sedikit bingung dengan apa yang akan dilakukan Hikari.
"Aku harus masuk melalui sisi belakang. Atau mungkin yang lain?"
Hikari melemparkan suntikan kepada Riyan dan langsung ditangkis begitu saja dengan pisau.
Hikari kembali mendekati Riyan dan mulai bertarung tangan kosong. Tendangan dan pukulan dilayangkan. Pisau yang dibawa Riyan terjatuh. Hikari menahan gerakan Riyan.
"Sekarang!"
Dengan cekatan Izuna menusukkan suntikan ke lengan Riyan bagian belakang. Hal ini membuat Riyan sedikit pusing dan akhirnya tidak sadarkan diri.
"Makan tuh obat bius!" ucap Hikari.
"Berhasil!"
"Oh ya, bagaimana lukamu tadi Pram? Mau diperban?"
"Tidak usah. Perban hanya membatasi gerakanku."
"Baik, mari kita lanjutkan."
Mereka berempat berlari masuk ke dalam gerbang. Di sana mereka tengah melihat Neru dan Gero bertarung melawan Ei di halaman.
"Gerorin-ni-"
DOR!
"Pengganggu!"
"Pram!"
Peluru melesat menembus dada Praverius, membuatnya jatuh terduduk bersimbah darah. Praverius hanya bisa merasakan sakitnya detik-detik terakhirnya. Ketiga temannya tadi mematung pada tempatnya karena terlalu terkejut.
"Adikku bertahanlah!"
Gero berlari menghampiri adiknya yang masih berusaha menopang tubuhnya dengan tangannya. Ia langsung membaringkan adiknya di pangkuannya. Asia dan Hikari yang tersadar apa yang terjadi turut mendekat. Hikari mencoba mengobati Pram dengan kemampuannya. Sementara itu, Izuna membantu Neru yang masih menghadapi Ei di depan sana.
"Kak Hi-hika, tidak perlu. Itu tidak ada gunanya."
"Kumohon bertahanlah!"
"Ka-kakak, lindungilah yang lainnya. Ber-berhentilah menjadi mafia setelah ini. A-aku selalu menyayangimu walau kau bukan kakak kandungku. Se-selamat tinggal dan terima ka-kasih untuk semuanya."
Praverius menutup mata itu selamanya dengan tersenyum. Beban dari tubuhnya sudah ia lepaskan semuanya.
"Kehilangan orang yang kita sayang memang sakit bukan, Gero-san?"
Gero bangkit dari posisinya. Ia melepaskan mantel yang dipakainya untuk menutupi jasad Praverius sehingga saat ini ia memakai setelan jas yang sama dengan Neru.
"Tutup mulutmu Reikoaishita! Seharusnya kau mendapat balasan atas semua kejahatan yang kau lakukan!"
DOR!
Dengan penuh emosi, Gero menembakkan pelurunya ke arah Ei. Ei menghindar dengan cepat. Tanpa diduga, peluru itu mengenai orang yang salah yaitu Izuna.
Gero terbelalak setelah mengetahui pelurunya salah sasaran. Ei menyeringai senang.
"Maafkan aku, Pram. Aku gagal melindungi satu orang."
"Kau salah sasaran Gero-san. Bodoh sekali."
"Cih!"
"Bawa ke rumah sakit!"
Hikari langsung membawa Izuna ke rumah sakit, berharap temannya masih bisa selamat. Tapi, saat mereka berdua sampai di depan pintu mobil, Izuna menghembuskan napas terakhirnya.
Tiba-tiba Neru menggenggam pergelangan tangan Ei. Ini membuat Ei tidak bisa bergerak.
"Apaan sih!" kata Ei sambil melawan.
"Jangan meremehkan NeGero," bisik Neru pada Ei.
"Sudah terlalu banyak korban dari pihak kami. Kujamin kali ini tidak akan salah."
SLASH! CPRAT!
Gero melemparkan sebuah pisau ke arah Ei dan tepat mengenai nadi yang ada di tangannya. Hal ini membuat Ei langsung kehilangan nyawanya.
"Yukimura, akhirnya aku bisa menyusulmu. Aku bahagia."
Gero mengendalikan napasnya yang sudah tidak beraturan. Neru berjalan ke arah Gero dan mencoba menenangkannya.
"Satu pengganggu sudah mati."
"Baik Asia, mari kita susul kakakmu yang ada di dalam."
"Baik!"
Asia, Neru, dan Gero berlari menuju dalam gedung. Mereka telah bersiap dengan segala kemungkinan yang ada di dalamnya.
***
"Akhirnya kau datang, Asuke."
"Jadi apa yang kau inginkan sampai repot-repot mengundangku makan siang, Araki?"
"Hanya ingin bertemu sesama mafia. Sekarang duduklah dan nikmati makanannya."
Asuke duduk di depan Araki dan mengambil sendok dan garpu. Ia menatap makanannya, merasa ada sesuatu yang tidak beres.
"Kurang ajar! Dasar penjahat!" Asuke melempar piring berisi makanannya ke muka Araki.
Araki menghindari lemparan maut dari Asuke. Tampak ia terkejut dengan reaksi Asuke.
"Ada apa Asuke? Mengapa kau tidak menghormati orang yang mengundangmu ini?" tanya Araki heran.
"Kau sudah menaruh racun di makananku! Kau memang licik!"
"Rupanya Asuke sangat pandai ya? Tidak heran kau ini pemimpin mafia yang sangat berpengalaman," ucap Araki sambil berdiri dari tempatnya.
Asuke menjadi waspada. Ia berdiri dari tempatnya dan meletakkan tangannya di samping sakunya.
"Cih!"
"Asuke oh Asuke, seharusnya aku harus membalas dendam untuk nyawa Yukimura agar tidak mengecewakan adikku."
"Dasar mafia jahat! Kau seharusnya berhenti sejak lama!"
"Dan Araki. Kau mengecewakan adikmu. Adikmu itu sudah mati," ucap seseorang secara tidak terduga.
Araki dan Asuke langsung menoleh ke arah siapa yang berbicara. Itu membuat mereka terkejut.
"Neru-tan?! Gero-kun?! Asia?! Mengapa kalian ada di sini?"
"Karena kami khawatir pada Asuke!"
"Apa?! Ei sudah mati?! Tidak mungkin!" ucap Araki terkejut.
"Ya, aku yang melakukannya. Tolong maafkan aku, penjahat," ucap Gero dengan gayanya yang menyebalkan.
"Kalian semua keterlaluan! Asuke! Kau harus merasakan hal yang sama denganku!"
"Aku tidak akan membiarkanmu melukai siapa pun."
Pertarungan antar pemimpin mafia dimulai. Asuke dan Araki saling menembak, saling memukul, saling menendang, dan saling melukai. Gero dan Neru lebih memilih untuk melindungi Asia yang tidak membawa satu pun senjata dan diincar oleh Araki.
"Kakak hati-hati!" teriak Asia saat melihat kakaknya mulai terdesak.
Araki memanggil beberapa anak buahnya sehingga terjadi pertarungan yang tidak seimbang. Ini membuat Asia semakin khawatir walau Asuke bisa mengatasinya.
"Serang Asuke!"
"Araki ternyata bukan laki-laki sejati," ucap Asuke saat menerima berbagai serangan dari anak buah Araki.
"Apa maksudmu Asuke?!"
"Laki-laki mana yang hanya berani main keroyokan? Memalukan."
Gero dan Neru masih menjaga Asia sambil menonton pertarungan itu. Mereka sebenarnya ingin membantu rekannya, tapi mereka juga harus menjaga Asia.
"Om kabel! Om Neru! Tolong bantu kakakku!" ucap Asia tiba-tiba.
"Tapi Asia, kami harus menjagamu."
"Aku bisa menjaga diriku sendiri, muka kabel! Sekarang lebih baik kalian membantu kakakku, aku mohon!"
"Baiklah kalau begitu!"
Neru dan Gero bergabung dalam pertarungan. Mereka berhasil membuat Araki dan anak buahnya sedikit kewalahan.
"Kami tidak akan membiarkan penjahat menang!" ucap Gero sambil menghajar anak buah Araki.
BRAK!
"Angkat tangan!"
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top