Part 30 - Jabal Rahmah
Selesai sudah ibadah umroh yang Medina lakukan di Tanah Haram. Selesai melakukan ibadah, rombongan jamaah umroh berkunjung ke salah satu bukit yang sangat kerap didatangi orang di seluruh penjuru dunia. Jabbal Rahmah, bukit yang terletak diantara Mekkah dan Thaif ini adalah salah satu bukit yang tak pernah terlewatkan untuk dikunjungi.
Medina disini, di antara jamaah lain yang berfoto disana mengabadikan momen di dasar bukit kecil yang memiliki ketinggian 70 meter. Medina kerap tersenyum ke arah salah satu pasangan yang mengambil foto disana.
Terlihat Sang Suami memotret dengan raut gembira wajah istrinya, sesekali ber-selfie ria satu sama lain. Medina merasa iri melihatnya, "Allah, kalau takdir meninggalku lebih dulu dibanding jodohku, aku rela. Terserah Engkau saja yang mengatur!" doanya pelan menatap dengan kepala yang menunduk dalam.
Medina perlahan bergeser ke sebuah bebatuan yang lebih besar karena tempatnya tadi digunakan seseorang. Was-was dengan ketinggian bukit itu, Medina lebih memilih untuk turun ketika ia telah puas melihat keindahan bukit yang melingkarinya, "Medina mau kemana?" tanya Sera.
"Mau turun," balas Medina.
"Ya udah ayo bareng!" sahut Sera.
"Mas Hamdan mana?" tanya Medina celingukkan, biasanya Sera bareng suaminya. Tapi kali ini sepertinya sedari tadi Medina tak menemukan laki-laki itu.
"Mas Hamdan nggak ikut kesini. Dia di hotel katanya ada keperluan," jawab Sera.
Mendengar jawaban itu, Medina mengangguk mengerti. Dia menatap ke sekeliling bukit sebelum langkahnya beranjak turun dari bukit itu, "Lusa kita pulang ya, Ser?" tanyanya pada Sera.
Sera pun mengangguk, "Iya. Kamu nginep di rumahku aja. Mas Hamdan setelah umroh nggak nginep di rumah soalnya. Langsung ngurus urusannya katanya. Mungkin singgah di rumah bentar tapi setelah itu langsung ada urusan," balas Sera.
"Sibuk banget ya Mas Hamdan?" tanya Medina.
"Iya. Bantu ngurus pernikahan," jawab Sera yang membuat saliva Medina seakan tercekat.
Medina bisa menebaknya bahwa Sera pasti sudah dulu mengetahui dibanding Medina. Baru mendengar kata pernikahan saja Medina sesak sendiri. Medina juga bingung dengan dirinya sendiri, dia punya masa lalu yang kelam dengan Rey, tapi kenapa rasa sakitnya lebih besar saat Medina mendapatkan kabar pernikahan Rafi dibanding melihat kekasihnya yang selingkuh?
"Mas Hamdan tuh gitu. Kalau sahabatnya nikah pasti dia yang sibuk sendiri. Ngurus ini itu. Jadinya aku sering ditinggal, makanya aku minta kamu temenin aku," seru Sera.
Ketika keduanya telah sampai di dasar bukit. Sera dan Medina sengaja menunggu rombongan yang masih ada di atas bukit. Medina menatap tugu bukit dari kejauhan dan tak sengaja berucap dalam hatinya, "Apapun yang terjadi setelah ini. Teguhkan hatiku di atas agama-Mu!"
Artinya, Medina pasrah dengan apa yang terjadi pada harinya setelah ini. Hari dimana dia harus kembali ke realita. Hari dimana harus bertemu Papanya, selama di Tanah Haram dia sengaja memutus sambungan telepon dari Papanya karena takut hatinya kotor karena benci dengan Papanya. Lebih baik dia menghindar sementara sampai hatinya tenang.
Dan di bukit ini, dia berdoa untuk diberi ketenangan nanti setelah ia pulang ke Indonesia. Medina terus meminta ketenangan dan kesabaran hati untuk menerima takdir yang sulit untuk ia terima. Tak apa tak apa. Dia masih terus berjuang untuk mengatasi semuanya.
"Mas Rafi? Kenapa telfon? Bukannya udah di Turki sekarang?" gumam Sera pelan.
Pendengaran Medina sangat jelas ketika perempuan itu menyebut nama Rafi. Ingin menyimak lebih lanjut pembicaraan Sera tapi dia takut lebih sakit hati jika berharap lagi.
"Hallo Mas Rafi?" seru Sera saat tangannya yang menggengam ponsel itu ia dekatkan di telinganya.
Medina tak bisa menyimak apa yang Rafi katakan karena Sera tak menekan tombol loadspeaker ponselnya. Otomatis dia hanya bisa mendengar apa yang Sera katakan saja.
"Apa? Oh ... cincin? Kalau cincin aku nggak terlalu bisa milih, Mas!" balas Sera pelan. Entah apa yang Rafi tanyakan.
"Tapi kalau disana ada. Coba deh beli cincin yang setengah berlian gitu. Aduh ... Nggak paham juga aku. Kalau Sera nggak terlalu tahu model cincin, Mas! Kenapa nggak minta saran ke Mbak Naira aja langsung?" tanya Sera.
Ini perasaan Medina terbuat dari apa? Kenapa sakit sekali mendengar ucapan dari Sera. Tapi bukan salah Sera juga, dulu Sera juga sudah menawarkan Rafi ke Medina tapi waktu itu Medina masih .... Ah sudah lah. Medina tak mau banyak memikirkan hal yang tak perlu dipikirkan.
Mungkin jalan hidup Medina seperti ini. Tak usah disesali. Mau Rafi berjodoh dengan siapa, itu urusan Rafi dengan Tuhannya. Dan Naira? Siapa Naira itu. Medina sendiri sangat asing dengan orang-orang yang dekat dengan Sera.
"Agak kurang jelas Mas suaranya soalnya Sera lagi di Jabal Rahmah. Nanti kalau sampai hotel, Sera telfon Mas Rafi balik," seru Sera lagi.
"Loh? Sekarang Mas Rafi udah di toko perhiasan? Sama siapa? Lawak banget masa sendirian disana? Oke gini dulu deh, Mas Rafi survey aja dulu disana ya? Nanti kalau menurut Mas Rafi bagus fotoin ke Sera nanti Sera bantu pilih," Sera terkekeh saat masih berbincang dengan Rafi hal ini membuat Medina merasa dicampakkan.
"Iya nanti kalau sampai ke hotel langsung Sera telfon balik. Pokoknya foto cincinnya kirim dulu. Kalau fotonya belum dikirim mah gimana mau kasih rating," seru Sera pada Rafi dalam sambungan telepon itu.
"Ya udah kalau gitu tutup dulu telfonnya ya?" balas Sera sebelum dirinya menutup sambungan telepon itu.
"Ada ada aja Mas Rafi ini. Masa milih cincin sendirian," gumam Sera sembari menggeleng-gelengkan kepalanya.
Sera menatap Medina sekilas sebelum dua netranya itu mengarah ke jalan, "Ayo cari tempat berteduh!" ajak Sera pada Medina yang dibalas Medina dengan anggukan pelan.
"Barang-barang buat pulang udah kamu siapin semua kan, Medina?" tanya Sera sembari kedua berjalan beriringan.
Dan Medina mengangguk, "Udah. Udah semuanya. Tinggal satu baju yang belum masuk kayaknya selesai dari sini, nanti aku siapin."
"Nggak papa kalau misal di rumah sendirian kamu bisa ke rumahku dulu. Nanti ajak Tiara juga," seru Sera.
"Gampang lah nanti di atur kalau udah sampai Indonesia. Tiara juga belum aku kasih tau," sahut Medina.
Belum sempat membalas ucapan Medina, ponsel Sera berdering lagi, "Kenapa lagi nih Mas Rafi?" tanyanya saat sambungam telepon itu berdering menandakan Rafi telepon.
"Waalaikumussalam, apa Mas? Kan Sera belum sampai hotel. Ada masalah lagi?" tanya Sera pada laki-laki itu.
"Udah Mas Rafi beli? Yang mana yang udah dibeli? Katanya tadi mau minta pendapat ke Sera? Ya udah nggak papa. Udah minta pendapat ke yang lain kalau udah beli cincin? Nanti kalau nggak cocok gimana?" tanya Sera.
Sera tampak menghela napas lega entah apa yang dikatakan Rafi, "Oh, Alhamdillilah kalau gitu. Kalau udah dapat saran dari Ibu Mas Rafi mah nggak papa beli aja."
"Medina mau kemana?" tanya Sera saat netranya menatap Medina yang berjalan menjauhinya.
"Cari tempat teduh. Selesaikan telfonmu dulu aja nanti nyusul," balas Medina.
Bersambung ....
Buset aku ikutan sakit hati nulisnyaaaa 😭😭🤣🤟 nyesek banget. Udah khatam bertepuk sebelah tangan wkwkw.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top