Part 27 - Perasaan Tidak Enak
Entah. Medina tak begitu menyimak pembicaraan Rafi dan temannya tadi. Hatinya remuk redam tanpa diminta. Sejujurnya Medina juga tak tahu kenapa saat laki-laki itu menyinggung pernikahan, dada Medina seakan sesak sendiri. Jadi Medina memutuskan untuk beralih dari tempat itu sendirian tanpa mendengar lebih lanjut pembicaraan itu.
"Kayaknya aku cuma dianggap adik. Ya iya lah. Orang aku cuma sepupunya Sera. Sera aja dianggap adik. Aku siapa? Kenal aja baru sebentar udah ngarep sana sini. Ya wajar Mas Rafi mau nikah. Dia juga laki-laki dewasa normal. Mas Hamdan aja udah nikah, dia seumuran sama Mas Hamdan otomatis dia juga pasti ada planning nikah sendiri sama perempuan yang dia cintai," serunya mengomeli diri sendiri.
Bibir Medina tersenyum getir di tengah-tengah dirinya berjalan yang entah tujuannya kemana dia sendiri tak tahu, "Nggak mungkin sekelas Mas Rafi nggak ada wanita idaman. Pasti ada. Buktinya kemarin waktu sebelum umroh, di Masjid dia bilang kalau dia pernah patah hati karena suka sama wanita yang ternyata udah nikah sama orang lain," serunya.
"Artinya ... Dia udah sembuh dari lukanya terus cari wanita lain yang menurut dia baik untuk dijadikan istri," lanjutnya lagi bermonolog.
Dia menghela napas mengeluarkan semua rasa sesak dalam dadanya, "Berarti aku ...."
"Lawak banget kisahku. Lagi-lagi aku jadi tokoh figuran di kisah cinta sendiri. Waktu pacaran sama Rey, aku kira jadi tokoh utama ternyata jadi badut di kisah cinta sendiri. Sekarang juga jadi figuran," ucap Medina.
"Kenapa ngilangin perasaan gampang suka susah banget. Aku nggak suka punya perasaan yang gampangan gini. Nggak selamanya yang bersikap baik bakalan menetap. Emangnya ada ya laki-laki yang mau sama aku? Aku nggak bisa kasih keturunan juga," serunya lagi bergumam bicara sendiri seakan mengomeli perasaannya yang sulit ditebak.
Saat Medina ingin menyebrang sebuah gang kecil, seorang laki-laki mensejajarkan jalannya dengan Medina. Sontak Medina terperanjat, "Kamu kemana aja tadi?" tanyanya pada Medina.
Medina sengaja hanya menatap laki-laki itu sekilas, untuk memastikan siapa laki-laki yang mensejajarkan langkahnya. Ternyata laki-laki yang bernaung di otaknya yang saat ini ada di sampingnya tiba-tiba. Mau apa lagi?Rasa sesak Medina masih tersimpan sampai saat ini. Padahal sejujurnya ia tak ingin bersikap seperti ini. Tapi entah mengapa sifat ini sulit untuk ia sembunyikan. Kenapa laki-laki itu menemuinya saat ini? Medina ingin jalan sendirian.
"Cuma jalan-jalan aja! Soalnya pengen cari angin. Oh iya, Sera udah selesai belum ya belanjanya? Aku mau balik ke hotel. Capek banget dari tadi jalan kaki," jawab Medina yang masih fokus melanjutkan jalannya tanpa melihat laki-laki itu.
Laki-laki itu tak berhenti. Dia ikut melanjutkan jalannya beriringan dengan Medina. Sampai Medina kesal sendiri. Sebenarnya kenapa laki-laki itu terus mengikuti Medina? Kalaupun Medina tersesat lagi, tak mungkin. Dia sudah sedikit hapal jalan menuju ke hotelnya. Tak perlu diantar dia lagi, "Berhenti dulu Medina," titahnya lembut pada Medina.
"Bukunya nggak kamu bawa?" tanya laki-laki itu sembari mengangkat tentengan tote bag buku yang ada di tangannya.
Oh iya, Medina baru sadar jika tadi menjatuhkan buku tajwid tiga bahasa saat dia beranjak pergi dan meninggalkan Rafi. Pantas saja laki-laki itu menyusul Medina. Ternyata untuk mengembalikan buku? Ah, bukan untuk yang lain.
Medina perlahan menghentikan jalannya, dia menatap buku itu bukan menatap Rafi yang berdiri di depannya, "Nggak usah. Itu buat nenek Mas Rafi aja. Kayaknya aku lupa deh ... Aku pernah pinjem Sera buku yang modelan kayak gitu. Sera punya, di rumah kalau nggak salah. Nanti kalau sampai rumah aku cari pasti ketemu."
"Kalau nggak ketemu, aku nanti beli di toko buku di Indonesia. Sama aja kan isinya. Itu buku tajwidnya kata Mas Rafi juga isinya tiga bahasa kan? Indonesia, Arab, sama English. Meskipun toko buku di Indonesia nggak selengkap itu, tapi kayaknya isinya sama," lanjut Medina lagi.
"Nggak papa bawa aja. Lumayan buat koleksi buku kamu. Nenek nanti bisa beli buku yang lain asal isinya sama kok," balas Rafi yang masih ditolak Medina.
Perempuan itu menggeleng, "Nggak. Nggak usah. Aku sekarang kayaknya udah sering nggak sempet baca buku. Sayang banget kalo cuma numpuk di kamar aja bu—"
Kalimat tolakan dari Medina ternyata terpotong saat Sera dan Hamdan menghampiri mereka, "Hey! Kalian disini. Dicari kemana-mana. Ternyata disini. Mas Rafi ditelfon Mas Hamdan nggak diangkat, ini juga nih Medina telfonnya nggak aktif," seru Sera.
Hamdan menepuk Rafi pelan, "Tadi aku ketemu Amran di jalan sekitar toko kurma ini. Gimana ....."
"Iya tadi aku juga ketemu. Bahas soal kelanjutan persoalan bulan lalu," balas Rafi pada Hamdan.
Sejujurnya Medina kepalang penasaran dengan ucapan Hamdan dan Rafi. Kenapa Sera kemarin sempat menawari Medina taaruf dengan Rafi? Sedangkan Rafi .....
Itu artinya Sera hanya menebar candaan saja? Iya kan? Ah, bercandanya tak lucu. Medina tak begitu suka. Kalau begini caranya, Medina tak ingin kenal Rafi. Sudahlah sepertinya sendiri pun juga tak apa. Tak perlu menaruh perasaan pada orang lain.
"Mau makan di resto itu nggak? Enak banget kata Mas Hamdan. Makan yang ringan-ringan aja buat ganjal perut, yuk Medina? Aku tahu makan kamu dikit, disana makanannya enak-enak pasti makanmu nambah. Ayo dong! Pokoknya hari ini jalan-jalan!" ajak Sera saat dua bola matanya menatap Resto yang pernah Hamdan datangi dan dia ingin mencobanya. Makanya ia mengajak Medina.
"Ayo!" seru Hamdan juga ke arah Rafi.
"Nggak Ser! Aku nggak ikut. Aku pusing. Mau ke hotel. Aku nanti makan di hotel aja," balas Medina pada Sera.
"Loh Medina?" Sera memanggil Medina yang tanpa aba-aba beranjak meninggalkannya. Dahinya berkerut saat melihat sepupunya terus berjalan tanpa menoleh ke arahnya.
"Medina," panggil Sera.
Karena Sera berjalan mengejarnya. Dia memutuskan untuk berhenti sejenak dan menjelaskan ke Sera agar tak salah paham, "Eh? Aku nggak ikut Ser! Nggak papa. Aku beneran capek banget mau ke hotel. Ini aku udah beli kurma. Lumayan buat bekal cemilan di hotel. Aku juga kebetulan belum terlalu lapar. Lain kali aja nanti makan disana. Aku kali ini nggak bisa," balas Medina.
Kedua sorot mata Medina menatap ke arah belakang Sera. Sedetik saat pandangan itu bertukar dengan seseorang, Medina mengalihkannya dan tersenyum kecut ke arah Sera, "Aku balik dulu ya? Aku bisa pulang sendiri. Kan udah hapal," tawanya garing ke arah Sera.
Apa memang benar kata pepatah kalau perempuan itu bisa menyembunyikan perasaannya bertahun-tahun tapi tidak mampu menyembunyikan rasa cemburu walau hanya sesaat saja? Tapi Medina bagaimana? Dia belum punya ikatan apa-apa dengan Rafi. Siapa yang harus dia cemburui? Wanita yang Rafi cintai itu? Bagaimana bisa? Pasti Medina yang kalah dari segi apapun.
Bersambung ...
Woyyy aku ikutan nyesek wkwkww. Yaudah ya byeeee gimana itu wkwkw. Nyesek banget cinta bertepuk sebelah tangan sama Mas Crush wkwkwk
Komen banyak vote banyak kayaknya aku triple update wkwkw semoga hahaha
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top