Part 22 - Makan Bareng?
"Wajah kamu kenapa, Medina?" Rafi sedari tadi ikut terkekeh karena memang kenyataannya wajah Medina tampak memerah. Dua rona yang ada di pipi perempuan itu masih belum memudar. Dan Alhasil, Medina malu sendiri karena Rafi ikut menertawakannya.
"Kenapa? Nggak kenapa-kenapa perasaan," jawab Medina seraya bibirnya mengerucut dan salah satu tangannya mencoba untuk mengusap pipinya.
"Nggak tau. Dari tadi agak merah," sahut Rafi dengan kekehan gelinya saat melihat tingkah Medina. Medina sudah Rafi anggap sebagai adik sendiri mengingat Sera juga begitu. Dan Sera adalah sepupu Medina. Tak jauh beda umurnya.
"Nggak. Mas Rafi ngaco!" bantah Medina yang tak mau diledek oleh Rafi, pasalnya Rafi ikut-ikutan meledeknya sama seperti Sera.
Tangan Rafi mengambil piring yang dibawa Medina. Sedari tadi ia melihat tangan perempuan itu gemetaran. Dia hanya takut saja makanan yang dibawa Medina jatuh, "Mana piringnya? Sini saya yang ambilkan sekalian. Dari tadi tangan kamu gemetar. Takut nasinya jatuh. Belum makan dari kapan sampai gemetar gitu?" ledeknya lagi.
"Aku nggak gemetar," sahut Medina dengan raut wajah yang merengut.
Alih-alih bukannya berhenti meledek, Rafi malah tertawa pelan melihat Medina yang masih menggerutu, "Udah nggak papa. Kamu mau yang mana? Biar saya ambilkan?" tanya Rafi.
"Nugget, sayur, nasinya dikit," Medina spontan mengatakan kalimat itu pada Rafi karena piringnya sudah berpindah tangan ke arah Rafi. Ya sudah, karena Rafi yang menawari, Medina langsung menyebutkan permintaannya.
"Cuma itu doang? Rendang? Nggak mau?" tanya laki-laki itu.
Sontak Medina menggeleng. Karena dia memang tak terlalu suka makanan yang disebutkan oleh Rafi. Hal itu yang membuat Rafi menatapnya heran, "Nggak suka," jawab Medina.
"Makanmu dikit banget, yang banyak biar sehat!" Sembari mengatakan itu, Rafi menambahkan porsi nasi ke arah piring Medina. Medina membulatkan dua matanya karena porsi yang dihidangkan Rafi tak seperti apa yang ia makan sebelumnya.
"Mas, kurangi nasinya! Itu mah porsi kuli. Aku nggak suka makan banyak-banyak," protes Medina.
"Kenapa nggak suka? Kalau cuma segini nanti kamu cepet laper," sahut Rafi.
"Perutku kecil mana muat makan segitu," sahut Medina lagi yang masih memerintahkan Rafi untuk mengurangi jatah nasinya.
Dan Rafi akhirnya mengurangi porsi nasi milik Medina, ia memindahkan nasi yang tak terpakai ke arah piringnya sendiri, "Ikan ya? Kalau nggak habis nanti taruh di piring saya aja, nggak papa," serunya pada Medina seraya mengambilkan ikan untuk ia pindahkan ke piring Medina.
Rafi kasihan jika Medina hanya memakan makanan dengan porsi kecil dan lauk seadanya. Padahal menu di hotel ada bermacam lauk, dan Medina hanya memilih sedikit. Medina perlu banyak tenaga untuk ibadah, jika tak makan banyak bagaimana dia bisa fokus ibadah? Jadi Rafi sedikit menambahkan lauk dan jika tak dimakan Medina karena Medina tak terbiasa, dia bisa menghabiskannya.
Karena dipaksa Rafi memakan ikan, Medina akhirnya menurut membiarkan tangan Rafi mengambilkan makanannya. Sembari menunggu Rafi mengambil lauk, pandangan Medina tiba-tiba jatuh ke arah minuman. Dia melihat ada green tea di sebelah es jeruk. Karena Medina sangat menyukai minuman itu, dia ingin mengambilnya, "Ada green tea! Aku mau ambil green tea dulu Mas Rafi. Nanti sekalian punya Mas Rafi aku bawain."
"Bisa bawanya? Cari tempat duduk dulu aja baru ambil minum," perintah Rafi yang mengajak Medina untuk mencari tempat duduk terlebih dahulu.
Medina mengabsen beberapa kursi yang telah ditempati jamaah lain. Helaan napas keluar dari bibirnya, "Tapi ... Tempat duduknya penuh," serunya.
Ketika mendengar suara Medina yang tak menemukan tempat duduk, pandangan Rafi lantas menyisir satu persatu kursi yang belum terisi, "Oh ... disana sisa dua. Kesana aja!"
Netra Medina sontak melihat di pojok kanan resto ternyata tersisa kursi kosong dua buah. Benar kata Rafi disana tempat yang tersisa. Medina akhirnya izin ke Rafi untuk mengambil minuman dan menitipkan makanannya ke Rafi untuk dibawa mengenakan nampan. Saat Rafi berhasil membawa nampan itu untuk berjalan ke kursi kosong, Medina lansung pamit pada Rafi untuk mengambil minuman dan menitipkan piring makanannya ke Rafi, "Aku ambil minum dulu ya? Mas Rafi mau apa?"
"Lemon tea aja yang dingin," jawab Rafi.
"Oke Bos!" sahut perempuan itu yang dibalas Rafi dengan tawa pelan.
Keduanya akhirnya berjalan terpisah arah. Rafi menuju ke arah kursi kosong dan Medina berjalan ke arah tempat mengambil minum. Tapi beberapa detik sebelum sampai ke kursi kosong, Medina menghampiri Rafi lagi dengan tangan kosongnya, "Mas!" panggilnya.
"Kok balik lagi?" tanya Rafi pelan.
"Lemon tea-nya mau habis. Stok nya belum diisi lagi. Green tea sama kayak aku aja ya?" pintanya saat mengadu pada Rafi.
"Ya udah. Nggak papa green tea sama kayak kamu," jawab Rafi mengangguk.
Mendengar jawaban dari Rafi, Medina tampak balik lagi ke arah tempat pengambilan air minum. Rafi yang mengambil duduk di kursi kosong itu, hanya mengamati Medina yang sibuk mengambil minuman.
Bibir Rafi tertarik tipis saat mengamati perempuan itu. Batinnya mencuat memikirkan perempuan seceria itu kata Sera punya hati yang rapuh dan dijatuhkan oleh orang-orang terdekatnya. Bagaimana Rafi tak kasihan saat mendengar cerita dari Sera apapun tentang Medina.
"Mas Rafi, aku jadinya ambil green tea dua," seru Medina yang tampak berjalan ke arah Rafi dengan membawa dua gelas green tea.
Selesai mengambil minum, Medina mengambil duduk di depan Rafi, kursi kosong yang hanya tersisa satu saja. Dan Rafi mempersilahkan Medina untuk makan bersama tapi perempuan itu ingin mengatakan sesuatu di tengah-tengah ia memakan makanannya.
"Mas Rafi!"
"Apa?"
"Mas Rafi siapanya Mas Hamdan?"
"Temen SD."
"Temen SD?"
"Iya temen SD. SMP sama SMA pindah ke Kalimantan jadi nggak lanjut sekolah di Jakarta. Kuliah balik ke Jakarta lagi. Dan waktu lulus kuliah balik ke Kalimantan lagi untuk kerja. Tapi karena saya ada planning beli rumah di Jakarta, jadi pindah kerja di Jakarta dan di Kalimantan resign," jawab Rafi menjelaskan ke Medina.
"Kok pindah-pindah?" tanya Medina dengan pertanyaan polosnya.
Rafi tertawa pelan, "Iya. Ikut orang tua," jawabnya lagi.
Medina tanpa sadar menyahut kalimat Rafi dengan ceritanya, "Aku dari lahir sampai kuliah di Jakarta terus soalnya Mama Papa di Jakarta. Tapi waktu Mama meninggal, aku sering sendirian di rumah kerena Papa sibuk kerja. Kadang Mamanya Sera yang kasih makanan ke aku karena ART waktu itu jarang masuk. Mamanya Sera baik banget. Aku sering iri," terangnya bercerita ke Rafi.
Sejujurnya mungkin karena Medina tak ada tempat bercerita selama ini, dia bisa oversharing ke Rafi tentang ceritanya. Apalagi selama di Madinah, Medina menemukan hal baru, menemukan ketenangan bsru, dan menemukan orang-orang baru yang membuatnya nyaman termasuk Rafi.
"Orang tua kamu juga baik kok Medina. Seburuk-buruk mereka dia tetep baik sama kamu," sahut Rafi saat mendengar cerita itu. Medina tak mau menganggap Papanya baik, karena kenyataannya tak begitu.
"Baik dari mana Mas? Aku kadang capek debat terus. Dikira anak pembangkang dikira gak nurut. Padahal mereka enggak kasih aku kesempatan buat beropini. Semuanya harus sesuai apa yang Papa mau. Aku nggak ada waktu buat milih pendapatku," jawabnya.
"Sebenernya orang-orang rumah kenapa nggak ada yang ngerti aku? Aku butuh tempat cerita. Tapi nggak ada yang bisa mereka dengar. Semua sibuk sama urusan orang lain. Pulang-pulang dia mau nikah lagi tanpa minta pendapat ke aku dulu," ucap Medina lagi, menyalurkan kekesalannya tentang Papanya pada Rafi.
"Dan aku harus nurut sama dia. Harus datang ke pernikahan dia kemarin. Dia nggak mikir perasaanku sama Mama. Dia egois," Emosi Medina meluap ketika dia menyinggung Papanya. Makanan yang tadinya enak dipandang jadi tak berselera makan gara-gara mengingat apa yang Papanya lakukan padanya.
Rafi melihat itu jadi tak enak sendiri sudah ikut membuka luka Medina, "Udah ... udah ... Medina, ayo makan lagi! Nggak usah dipikir dulu masalah di rumah. Fokus ibadah aja disini," serunya menenangkan Medina yang tampak menyandarkan kepalanya di meja dengan tumpuan dua tangannya yang terlipat.
Tubuh Medina bergetar sudah dipastikan dia tak baik-baik saja dalam diamnya. Semakin merasa bersalah Rafi melihat Medina seperti itu, "Medina," panggilnya lembut.
"Hey, ayo makan lagi! Keburu waktu jam makan siangnya habis. Ayo makan!" pintanya lembut tapi perempuan itu masih belum mau mendongakkan kepalanya.
Bersambung ....
Aku libur 6 hari. Kayaknya aku bakal double update buat ganti hari liburnya. Terima kasih ya gaesss udah ikutin Rafi Medina sampai sini 18 Part lagi ending aku bakal kebut yuhuuu tunggu ya? Sehat selalu bye....
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top