Part 18 - Kepergok Sera
"Tadi sahabatnya laki-laki apa perempuan ya?" gumam Medina saat ia masuk ke dalam kamar hotel seraya menenteng makanan yang ia bawa tadi. Rafi, ia sudah balik entah kemana usai mengantar Medina.
Tanpa Medina sadari, otaknya tiba-tiba mengingat-ingat Rafi lagi. Bahkan sekarang bukan hanya laki-laki itu yang ada di pikirannya, bahkan sahabat yang akan ditemui Rafi juga terbesit tebakan dari otaknya, "Pasti cantik ... Kalau perempuan," gumamnya lagi.
Tangan Medina perlahan membuka makanan yang ia bawa. Harusnya pesanan itu ia makan di tempat, tapi karena ia tak enak dengan Rafi, jadinya terpaksa membungkusnya dan makan seadanya di hotel.
Langkah Medina perlahan mengambil garpu dan sendok untuk menyantap makanan itu. Tangannya bekerja menyantap makanan, dan tak lupa pun juga otaknya ikut bekerja memikirkan Rafi tanpa sengaja, "Aku tebak pasti cantik. Terus pendidikannya bagus agamanya bagus. Iya kan kuliah di Madinah. Pasti bukan orang yang biasa-biasa aja."
"Apa jangan-jangan bukan sahabat? Tapi tunangan? Calon istri? Cinta pertama? Why not? Bisa jadi," gumam Medina berbicara sendiri seraya menggerak-gerakkan tangannya.
Medina menggeleng-gelengkan kepalanya lagi. Otaknya masih tak sengaja terus memikirkan Rafi dan bibirnya sibuk bergumam sendiri sembari menyantap makanan, "Nggak ... nggak ... aku tebak anak ustadz? Sholihah banget pasti."
"Aku? Jangankan sholihah, maksiat terus yang ada. Dikit-dikit maksiat. Ingat Tuhan pas kalo sedih doang. Astagfirullah," tambahnya.
Di sela-sela bibirnya mengunyah makanan, pikiran Medina masih berkeliaran membayangkan pertemuan Rafi dengan sahabatnya nanti, "Terus sekarang Mas Rafi ngapain sama sahabatnya? Mereka ngomongin apa? Jangan-jangan ngomongin rencana nikah mungkin? Bisa jadi."
"Astagfirullah Medina! Aku ngapain mikir ...." pekiknya usai menyadari apa yang dipikirkan tanpa sengaja itu telah melampaui batas.
Berkali-kali tangan Medina mengetuk-ketuk pelipisnya. Mengapa harus memikirkan laki-laki itu? Medina terus menerus berusaha menyangkal pikirannya. Pun tak lupa kepalanya itu terus menggeleng pelan seolah-olah ingin menghilangkan semua pikiran tentang laki-laki itu.
"Ngapain mikir sahabatnya Mas Rafi segala? Mau dia perempuan mau laki-laki. Terus apa urusannya sama aku? Kek? What? Ini apa-apaan sih! Kok tiba-tiba nyelonong aja pikiran aneh-aneh," gerutunya pada diri sendiri.
Helaan napas keluar dari bibir Medina saat perempuan itu sedikit tenang dan tak memikirkan laki-laki tadi. Tangannya mengangkat segelas air putih yang ada di hadapannya dan sontak meneguknya pelan, "Nggak ... nggak beres. Ya Allah maaf."
"Lagian ngapain sampai mikir jauh segala? Kok bisa-bisanya. Medina nggak beres. Medina nggak beres. Bener-bener nggak beres. Medina, kamu itu baru kenal. Baru banget sebelum umroh. Terus kenapa sampai—"
Medina memotong kalimatnya agar tak memikirkan laki-laki itu lagi, "Ini sebenernya kenapa sih? Fokus ibadah fokus ibadah."
"Medina ada ada aja sih kamu. Medina jangan diulangi lagi. Apaan sih Medina kamu disini niatnya bukan mau mikirin masalah ataupun mikir laki-laki. Niatnya ibadah kenapa jadi mikir yang lain. Ya Allah aku nggak mau mikir aneh-aneh. Tolong bantu singkirin!" rengek Medina.
Bibir Medina tampak mengerucut menatap makanan yang belum sempat habis ia makan. Gara-gara tadi Medina jadi tak berselera makan. Tapi mau bagaimana? Makananya sudah terlanjur ia beli dan tak boleh membuang makanan.
"Lanjut makan!" seru Medina seraya menghela napasnya pelan.
"Medina!" panggil Sera yang tiba-tiba masuk ke dalam kamar.
Medina tampak menghentikan makannya dan menatap Sera, "Iya?"
"Kenapa tadi nggak makan di hotel?" tanyanya pada Medina saat pandangan Sera jatuh ke makanan yang ada di hadapan Medina.
Medina mengangguk, "Iya pengen jajan di luar."
"Nggak kesasar lagi?" tanya Sera pada Medina lagi.
"Nggak. Pakai google map manual otak ...." jawab Medina. Dalam hatinya juga ikut melanjutkan kalimat yang tak bisa ia katakan secara gamblang di hadapan Sera, "Pakai google map manual otaknya Mas Rafi," lanjutnya dalam hati.
Hey, Mas Rafi lagi tanpa ia sadari.
"Sera," panggil Medina pelan.
Sepupunya itu mendongak saat menatap Medina, "Apa?"
"Mas Rafi siapanya Mas Hamdan?" tanya Medina tanpa ia sadari bertanya tentang Rafi lagi di depan Sera.
Perempuan itu tak menjawab langsung. Ia bergeming sesaat dan spontan menyembunyikan senyumnya. Otak jahilnya langsung berkeliaran saat Medina bertanya mengenai Rafi, "Mas Rafi? Bentar, aku telfon dia dulu nanya dia siapanya Mas Ham—"
"SERA AKU CUMA NANYA BIASA. APA SUSAHNYA JAWAB SENDIRI, PAKAI NELFON SEGALA," pekik Medina dengan dua bola mata yang melotot ke arah Sera. Bibir manyunnya tak pernah absen untuk terbit.
"Kok ngegas?" tawa Sera meledak ketika melihat ekspresi Medina yang menatap ponsel Sera terus-menerus. Ancang-ancamg jika Sera benar-benar akan menghubungi Rafi dan bertanya masalah sepele dengan membawa-bawa nama Medina. Medina tak akan membiarkan hal itu terjadi.
"Nggak jadi ah. Nggak nanya. Nggak usah dijawab juga. Apaan! Nanti orang mikirnya aneh-aneh tentang aku. Kenal akrab aja enggak. Nggak ... Nggak ada urusan. Aku tadi cuma iseng aja nanya biasa dijawab juga nggak papa, nggak juga nggak masalah," jelas Medina mengoreksi ucapannya agar Sera tak salah paham.
Mendengar ucapan Medina, bibir Sera masih menyembunyikan senyum simpulnya. Tampak lama perempuan itu tersenyum penuh arti sampai Medina mendelik ke arah Sera dan memukul lengan Sera pelan, "Ngapain senyum-senyum sih? Udah nggak usah dibahas nggak jadi nanya tadi. Kamu jangan mikir aneh-aneh dong!"
"Mau makan ... laper. Terus setelah ini mau ke mini market," seru Medina mengalihkan pembicaraan dan pandangannya teralih ke makanannya lagi agar Sera tak membahas tentang Rafi.
"Bentar ya aku telfon Mas Rafi," ucap Sera lagi saat ia ingin berdiri dari duduknya. Medina sontak menatap sepupunya itu dan menahan tangannya.
"Kan aku udah bilang aku tadi cuma nanya biasa. Please lah Ser! Jangan apa-apa telfon Mas Rafi apa apa telfon Mas Rafi. Kan kamu sendiri bisa jawab pertanyaanku tadi nggak pernah telfon Mas Rafi segala," tutur Medina.
Sera tak bisa menahan tawanya saat Medina menjelaskan panjang lebar ke arahnya. Padahal ia mau menghubungi Rafi karena ada urusan lain bukan urusan Medina, "Kamu ngomong apa sih? Bestie, aku nelfon Mas Rafi adalah urusan lain. Aku juga mau ngurus ceklis jamaah. Bukan mau ngadu yang lain."
Malunya Medina. Dia pikir Sera akan menghubungi Rafi karenanya. Ternyata bukan. Lantas sia-sia dirinya menahan Sera untuk tak menghubungi Rafi.
"Ya udah aku keluar dulu. Lanjut aja makanmu!" pamit Sera saat perempuan itu beranjak dan berjalan keluar kamar hotel lagi meninggalkan Medina yang masih duduk mematung di tempat.
Saat Sera sudah benar-benar menghilang dari kamar itu, Medina baru teringat bahwa ia lupa memberitahu Sera untuk membantunya membayar uang hutang Medina ke Rafi, "Loh, duitnya Mas Rafi! Belum diganti," serunya.
"SERA!" panggilnya sedikit keras.
Bersambung ....
Yak makin kesini makin kelihatan GR nya Medina wkwkkw Ayo Medinnn gasss polll gengsi wkwkwk
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top