Part 16 - Lupa Lagi

"Kamu dari mana sih?" Sera menghela napas saat berpapasan dengan Medina di lobby hotel. Mereka berdua terpisah karena sebuah ketidaksengajaa, untung saja tadi ada Rafi yang menolong Medina.

Medina sontak menepuk pundak sepupunya, "Aku yang harusnya nanya kamu dari mana?" gerutu Medina pada Sera.

Keduanya berjalan beriringan menuju kamar hotel sembari saling berbicara satu sama lain, "Aku nggak kemana-mana. Habis sholat ambil air dulu buat minum. Eh kamu udah nggak ada aja di tempat sholat pas aku balik. Tadi sempet nyari kamu tapi nggak ketemu," sahut Sera.

"Bilang kalau mau ambil minum dulu, jangan nyelonong aja aku hampir kesasar nggak tau jalan. Untung dijaga Allah, jadi aku bisa pulang," jawab Medina.

Sera sudah bisa menebak alasan sepupunya itu tersesat, saat langkahnya masuk ke dalam kamar, ia menepuk pundak Medina dan berkata, "Kamu tadi pasti salah keluar pintu masjid kan? Pintu masuk sama pintu keluar beda."

"Iya makanya aku kesasar. Aku lupa tadi masuk lewat pintu nomor berapa. Jadi keluarnya ngasal aja," jawab Medina lagi dengan bibir ranum yang mengerucut hampir sebal dengan Sera. Tapi di sisi lain ia ikhlas karena hanya masalah kesalahpahaman saja dengan Sera.

"Kenapa nggak telfon aku?" tanya Sera.

"Hp ketinggalan di kamar gimana mau telfon? Untung tadi nyasarnya nggak jauh," jawab Medina.

Sera reflek menggeleng-gelengkan kepalanya pelan. Jemarinya menyentil tangan Medina sampai wanita itu meringis pelan, "Kebiasaan pelupa mau di negeri sendiri negeri orang tetep aja pelupa, Medina ... Medina!"

"Ya namanya lupa, Ser! Kalau ingat mah udah aku bawa hpnya," Bibir Medina masih mengerucut ke arah Sera bak anak kecil yang merajuk sampai-sampai Sera terkekeh geli melihat sepupunya kelakuannya seperti bocah.

Tak apa setidaknya ia bisa menghilangkan luka Medina jika Medina di sanpingnya dari pada Medina di rumah sendirian, Sera takut hal mengerikkan terjadi pada Medina. Disini Medina sedikit tenang jika Sera lihat. Medina juga jarang memperlihatkan cekungan mata kesedihan, "Ya udah ya udah yang penting sekarang udah nggak kesasar. Bawa hp terus kalau kemana-mana biar bisa telfon aku," pinta Sera.

Belum lama duduk di tepi kasur, pandangan Sera jatuh ke jam yang tertempel di dinding hotel. Kebetulan, untuk masalah kamar, Sera memilih satu kamar dengan Medina sedangkan Hamdan dengan temannya, Sera juga izin Hamdan jika pisah kamar terlebih dahulu dan Hamdan mengizinkan, "Udah waktunya makan! Aku ke Mas Hamdan dulu ya? Biasa mendahulukan suami dari pada sepupu. Kamu kan bisa makan sendiri. Masa iya aku suapin!" ledek Sera sembari terkekeh di depan Medina sebelum ia keluar kamar lagi.

"Dasar!" cibir Medina.

Awalnya Medina ingin menyusul Sera untuk makan di hotel. Tapi tiba-tiba otaknya terbesit ingin cari jajanan di area hotelnya. Barangkali ada restoran yang cocok di lidahnya untuk bekal ia sarapan, "Pengen beli makanan di luar jadinya," gumam Medina.

"Beli aja deh kan deket-deket sini aja. Pokoknya nggak lupa bawa hp. Dari pada ditinggal Sera ngebucin, Tiara nggak ikut kesini nggak ada temen. Aku coba nyari udara segar aja, mumpung masih pagi," Medina melangkahkan kakinya keluar lagi dari kamar hotel itu. Ia mengunci kamar hotel itu lagi setelah selesai mengambil ponselnya.

Karena takut kesasar, Medina tak akan lupa dengan ponselnya. Ia benar-benar pelupa. Takut jika kesasar lagi dan tidak ada yang menolongnya, "Bentar dulu, pakai peta dora andalan alias google map biar nggak nyasar lagi," ucapnya sembari kedua tangan itu mengaktifkan GPS sebagai penunjuk arah ia mencari restoran.

Saat Medina turun dari lift, Medina melangkahkan kakinya lagi untuk keluar dari puntu utama hotel, "Kayaknya nggak nyasar deh kan cuma deket-deket sini aja," ucapnya meyakinkan dirinya sendiri.

Ketika langkahnya telah berhasil keluar dari hotel lagi, Medina mencari beberapa restoran yang tersemat di layar ponselnya. Ia memilih satu restoran yang menurutnya enak. Dan langkahnya menyisir jalan demi jalan untuk mencari restoran tersebut, "Bentar ini kok nggak ada? Padahal map arahnya bener arahnya kesini," ucapnya mengamati peta di ponselnya lagi.

"Coba cari kesana deh ... ke arah kiri," Medina berjalan ke arah kiri sesuai apa yang diperintahkan oleh google map. Tapi hasilnya tetap sama. Tidak ada restoran yang ia cari. Apa memang Medina yang tak bisa membaca map dengan benar?

"Susah," rengeknya seorang diri.

"Aku beli seadanya aja. Restoran seadanya. Ternyata ngandalin google map juga susah," Akhirnya Medina memilih masuk ke dalam resto yang ada di hadapannya saat ini. Karena mengandalkan google map juga tak sesuai apa yang dia pikirkan.

"Apa kebab aja ya? Masa pagi-pagi kebab," serunya lagi ketika ingin memesan makanan.

Baru saja ingin mengucapkan kalimat dengan bahasa asing, Sang Pelayan restoran itu sudah lebih dulu menawarkan Medina memakai bahasa Indonesia, "Mau pesan apa?" ucap pelayan itu.

"Bisa bahasa indonesia?" tanya Medina pada pelayan itu dan sontak langsung dibalas pelayan itu dengan anggukan dan senyum ramahnya.

Saat pelayan itu mengeluarkan menu yang ada di restoran tersebut, tangan Medina sibuk memilih-milih makanan mana yang cocok dilidahnya. Dan tak berlangsung lama telunjukkan jatuh di sebuah makanan yang menurutnya enak untuk dimakan saat ini, "Mau Mix Grill and Red Rice," jawab Medina

"Cukup itu aja," seru Medina lagi.

"Ditunggu ya?" sahut salah satu pelayan itu lagi yang dengan fasihnya menggunakan Bahasa Indonesia.

Sembari menunggu makanan dihidangkan, Medina mengeluarkan ponsel yang ia bawa di sling bag kecilnya. Ketika ponsel itu berhasil dikeluarkan Medina dari sana, dia baru sadar jika dompetnya tak ada di tasnya, "Dompetku mana? Perasaan tadi bawa. Apa ketinggalan di hotel ya? Ini kenapa malah gantian nggak bawa dompet. Aduhh udah terlanjur dibuatin pasti, nggak enak kalau dibatalin."

Kacau. Pikiran Medina kacau gara-gara lupa bawa dompet saat makanan sudah ia pesan. Medina sedari tadi menggerutu dan menyesali sifat pelupanya lagi. Coba saja Medina tadi tak ceroboh dan selalu mengecek barang bawaannya terlebih dahulu, pasti tak akan lupa membawa dompet, "Aduh gimana?" ucapnya panik.

Ingin membatalkan pesanan tapi tak enak karena pesanannya sudah hampir selesai dibuat. Lantas harus bagaimana Medina saat ini? Tak mungkin kan di negeri orang ia hutang terlebiy dahulu. Tidak Medina sama sekali tak ada niat berhutang.

"Medina? Kamu disini juga?" panggil seseorang saat Medina terlihat panik seorang diri di tengah-tengah orang-orang di sekitarnya asik menyantap makanan.

"Mas Rafi?" Medina menatap Rafi dengan tatapan herannya. Mengapa ia bertemu lagi disini? Padahal tadi baru saja bertemu. Ah, mungkin saja Rafi juga ingin mencari makanan di luar.

Ide gila tiba-tiba terbit dari otak Medina. Hanya kali ini saja. Semoga tidak terjadi lagi. Medina sudah tak bisa apa-apa dan buntu mencari solusi dari masalahnya. Mungkin jika ia meminta tolong ke Rafi saat ini, Rafi bisa menyelamatkannya dari masalah makanan yang belum ia bayar, "Mas Rafi," panggilnya pelan.

"Iya?"

"Maaf ya ... Sebelumnya maaf banget bukan apa-apa tapi aku beneran minta maaf. Jangan ngira yang enggak-enggak. Tapi aku minta maaf Mas Rafi. Aku nggak ada maksud apa-apa tapi aku minta maaf. Maaf banget aku harus minta tolong ini ke Mas Rafi," Medina sampai belibet untuk sekedar meminta tolong karena dia tak terbiasa meminta tolong masalah uang ke orang yang baru ia kenal.

"Mau minta tolong apa kamu, hm?"

Medina menunduk seakan malu menatap Rafi karena ia baru mengenal Rafi tapi sudah berani meminjam uangnya, "Aku mau pinjam uang buat bayar makanan karena gak bawa dompet. Cuma dikit kok, nanti notanya kasih ke aku terus aku ganti kalau ketemu lagi. Dompetku di kamar hotel," jawab Medina.

Medina lantas mendongak untuk menatap laki-laki itu. Dan Rafi yang ditatap menyemburkan senyum simpulnya ke arah Medina. Hal itu yang membuat degup jantung milik Medina berpacu tak normal, "Atau gini ... Nanti setelah sampai hotel aku ganti lewat Sera. Biar Sera TF ke rekening Mas Rafi. Aku nggak bawa uang cash dan lupa belum instal ulang mbanking. Makanannya udah terlanjur dipesen."

Alih-alih marah Rafi malah tertawa pelan saat mendengar cerita dari Medina, "Nggak papa santai aja, saya pesen dulu kalau gitu. Nanti saya bayar sama punya kamu," sahut Rafi.

Medina membulatkan matanya saat Rafi dengan mudahnya menyetujui permintaannya. Ia jadi tak enak sendiri jika harus merepotkan orang lain. Apalagi Rafi belum cukup lama ia kenal.

"Mas ...." panggilnya lagi dengan pelan.

"Hm?"

"Nanti makanan punyaku dibungkus aja ya?" pintanya pelan pada Rafi, "Maaf merepotkan sekali lagi," tambahnya.

Rafi tersenyum. Ia mengangguk ketika mencerna kalimat permintaan dari Medina. Saat ia ingin memesan menu tambahan, dia melihat tangan Medina hampir mengenai hot plate grill yang dibawa seseorang.

"Medina awas!"

Bersambung ....

Update lagiiii wkwkwkw btw kayaknya kalo malam ini selesai aku update malam lagii.... yookk komen follow tap voteeee

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top