Part 12 - Something

Berhari-hari Medina fokus mengikuti alur umroh dari travel milik suami Sera, Mas Hamdan. Travel itu yang menaungi Sera waktu nanti akan beribadah ke rumah Allah. Medina berusaha keras melupakan masalah-masalah yang jelas-jelas sudah hampir menghancurkan hidupnya. Bahkan dia pergi umroh awalnya memang berniat untuk menghindar dari papanya karena tak mau datang ke acara pernikahan Papanya dengan wanita yang sama sekali tak ia kenal.

"Nggak capek kan tadi?" tanya Sera saat Medina telah selesai manasik untuk persiapan umroh.

Medina saat ini telah sampai di rumah Sera lagi usai mengikuti kegiatan manasik umroh. Dia menggeleng saat ditanya Medina sama sekali tak merasa letih sedikitpun ketika melakukan kegiatam itu, "Nggak. Btw ini manasik terakhir?" tanyanya pada Sera.

"Iya. Nggak kerasa tadi lancar kan?" Sera mengangguk. Dia terkekeh saat Medina menyeruput air kelapa dingin yang ia suguhkan tadi untuk menghilangkan rasa dahaganya.

"Lancar banget," sahut Medina. Syukurlah, Sera berharap Medina cepat pulih dan tak banyak memikirkan masalahnya. Dengan begini, Medina tak akan melakukan percobaan bunuh diri lagi karena merasa kesepian dan tak ada siapapun yang ada di dekatnya.

"Medina," panggil Sera saat Medina sibuk menghabiskan air kepalanya.

"Iya?"

Tangan Sera mengeluarkan tote bag yang ia simpan dipojok sofa ruang tamu. Tote bag itu berisi buku-buku lagi untuk keperluan Medina umroh nanti, "Ini ada buku panduan umroh, dzikir, sholat-sholat sunnah," serunya mengarah ke Medina sembari tangannya mengulurkan tote bag itu.

Entah, akhir-akhir ini Medina sedikit menyukai buku. Dia banyak menghabiskan waktunya untuk membaca buku-buku islam, tuntunan ibadah, dan lain sebagainya. Awalnya untuk membuktikan keraguannya pada agamanya sendiri. Tapi ternyata malah ketagihan sampai sekarang, "Wah ... makasih Sera!"

"Sama-sama," jawab Sera.

Ketika Medina ingin mengambil salah satu buku panduan umroh, ternyata sorot matanya mengabsen beberapa buku yang asing baginya, "Ser ini banyak banget. Perasaan jamaah lain cuma dikasih panduan umrah sama doa-doa aja. Kok aku banyak banget ini buku apa aja?" tanyanya pada Sera.

"Oh ini ...." Ucapan Sera menggantung saat langkah Tiara perlahan menuju ke arah Medina yang terduduk di sofa ruang tamu. Medina awalnya tak tahu jika sahabatnya itu ternyata sudah lebih dulu di rumah Sera ketimbang dirinya.

"Buku iqro' aku yang kasih," jawabnya pada Medina. Yap, dia adalah Tiara. Tiara datang ke rumah Sera lebih dulu dari Medina. Dia datang bersama Ibunya tapi Ibunya saat ini ada keperluan dengan Mama Sera, alhasil Tiara menunggunya di rumah Sera.

"Tiara? Sejak kapan kamu ada disini?" tanya Medina heran.

Tiara terkekeh. Dia mengacak-acak pucuk kepala Medina yang tertutupi kain khimar. Anggun sekali Medina memakai khimar itu. Sayangnya dia masih belum istiqomah memakai hijab, "Udah dari tadi. Aku nunggu kamu selesai manasik," jawabnya pada Medina.

"Ngapain bawa buku iqro' sama tajwid buat aku? Aku mau umroh bukan mau TPQ," protes Medina sembari mengerucutkan bibirnya karena ulah Tiara.

Sontak Tiara dan Sera terkekeh melihat kelakuan sahabatnya bak anak kecil yang tak mau diberi buku, "Udah deh, nggak papa. Buat belajar disana. Tajwid sama iqro juga bagus buat belajar. Ishhh ... protes mulu kalo dikasih saran," cibir Sera.

"Terus ini buku apalagi Ser?" Tak hanya berhenti di buku tajwid, sorot mata Medina juga mampu menelisik buku lainnya yang ada di tote bag itu. Buku-buku itu belum disebutkan oleh Sera tadi.

Fiqih Wanita

Teladan Istri Rasulullah

4 Wanita Tangguh Penghuni Surga

Cara Rasulullah Memuliakan Perempuan

"Nah, ini buku dari Mas Rafi," celetuk Sera saat Medina membaca satu-persatu judul buku yang ia baca saat ini.

Medina sontak mengembalikan buku-buku tadi ke tempat semula. Sebenarnya ia penasaran dengan cover cantik serba pink dan judul yang memikat untuk dibaca itu. Tapi saat mengetahui milik siapa buku itu, dia spontan mengembalikkan buku di tote bag lagi, "Mas Rafi siapa?"

"Ya Allah Si Medina pura-pura amnesia apa gimana?" cibir Sera saat Medina bertanya tentang siapa Rafi.

"Mas Rafi Pratama yang bulan lalu ngadain acara tasyakuran di Masjid An-Nur! Jangan pura-pura lupa. Buku tuntunan sholat dia masih ada di rumah kamu," jawab Sera yang membuat Medina seketika menghela napasnya.

Dia lagi ... Sebenarnya tujuan dia kasih buku ini apa? Medina kan tak pernah minta bahkan meminjam bukunya lagi?

"Oh dia, kenapa lagi? Aku kan nggak minjem? Aku cuma minjem buku tuntunan sholat doang, kalau buku itu mau ditagih aku kembalikan. Tapi kenapa pakai dipinjami buku baru lagi?" sahut Medina.

"Dia nggak bilang mau pinjami kok. Dia bilangnya ngasih. Berarti bukan pinjam dong! Tapi emang itu punya kamu," Sera  mencoba untuk menjelaskan ucapan Rafi ke arah Medina.

Tapi karena Medina merasa tak terlalu kenal dengan dia, dia tak mau mengambil buku pemberian Rafi. Karena buku yang diberikan ke dia terlalu banyak baginya, "Ngapain kirim-kirim buku segala? Maksudnya kan ... Aku nggak kenal juga sama dia. Kenapa pakai kirim buku? Bukankah dia udah berangkat umroh duluan sekarang? Kok masih sempet kirim buku segala?"

"Iya, aku juga nggak tau. Kenapa tiba-tiba kirim buku segala. Jadi kemarin ceritanya kan gini, dia nanya kenapa kamu waktu acara kemarin kok kayak habis nangis—"

Sera spontan membungkam mulutnya ketika ia merasa keceplosan saat berbicara dengan Medina, "Eh ... Nggak jadi. Kok jadi bocorin cerita—"

"Terus kenapa? Dia bilang apa?" Tapi Medina sudah terlanjur mendengar penggalan cerita itu. Dan dia penasaran dengan apa yang pernah dibicarakan Sera dengan Rafi tentangnya.

"Nggak jadi Medina," sahut Sera mengalihkan pembicaraan.

Medina menggeleng. Dia tetap ingin mendengarkan kalimat itu dari bibir Seraz "Nggak mau. Pokoknya harus jadi. Bilang apa kemarin kamu ke dia?" tanya Medina.

"Udah dibilangin nggak ada apa-apa kok," sahut Sera yang tak mau membocorkan apapun tentang hal tadi.

Medina menarik tangan Sera agar mau jujur padanya. Sampai-sampai Tiara yang ada disana ikut bingung dengan tingkah keduanya, "Harus ada cerita. Kamu tadi udah terlanjur cerita. Harus diterusin nggak mau tau."

"Maksa banget," sahut Sera.

"Ya iya. Kan nyangkut nama aku disana. Aku juga berhak tau. Nggak boleh ghibah. Kamu mau dosa aku kamu tanggung semuanya? Ayo Ser! Cepet cerita!" Medina berusaha memaksa Sera tapi wanita itu tetap menggeleng dan tak mau bercerita. Ah elah, padahal hanya karena buku saja mereka jadi saling adu mulut.

"Kan aku nggak ghibah, jadi nggak dosa!" protes Sera.

"Sama aja ghibah kan nggak ada aku disana waktu kamu bicara sama dia. Itu sama aja ghibah, aku aduin Mas Hamdan!" Medina tetap tak mau melepaskan tangan Sera jika Sera tak mau bercerita. Sampai-sampai hal itu membuat helaan napas pada mulut Tiara berhembus panjang.

"Lah kok gitu sih! Curang main ngadu ke Mas Hamdan!" ujar Sera.

"Kenyataannya gitu. Kamu ghibah, aku aduin aja sama Mas Hamdan. Kocak gaming Sera! Sama Allah nggak takut sama Mas Hamdan takut," tawa Medina meledak saat raut wajah Sera ketakutan ketika Medina menyinggung suami Sera. Sera memang paling takut jika Hamdan sudah mendiaminya hanya karena dosa ghibah.

"Ya udah, oke oke ... Aku cerita kenapa Mas Rafi bisa nitipin buku itu ke kamu. Ya elah sok penasaran banget. Main ngadu segala ke Mas Hamdan!" ucap Sera menggerutu.

"Siapa juga yang penasaran?" cibir Medina balik.

"Lahh ... Tadi kenapa sampe adu mulut segala kalau nggak penasaran?" celetuk Sera pada Medina.

Bersambung...

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top