15 | KECEPLOSAN

Ini project kedua cerita roman roman tai ayam yang diupload ke sini, jadi sekarang aku masih raba-raba situasi. Kadang jadi insecure sendiri, masa iya ada yang suka cerita ginian? Kebanyakan konflik? Perasaan sih enggak. Readers mikirnya gimana ya? Dilanjut nggak?

Kebanyakan curhat nih penulisnya.

Yaudah, silahkan lanjot baca.

Yg bacanya diem-diem bae, votenya doooonggg

Kasih kritik/saran juga sangat boleh! Aku suka bacain dan balesin komen kalian! Sesuka itu berinteraksi sama kalian!

***


"Nggak mandi?" Tanya Galang begitu ia selesai mencuci piring dan peralatan masak. Dilihatnya Gie yang sudah pindah ke sofa sejak habis makan tidak juga beranjak untuk mandi.

"Ntar. Nanggung." Jawab Gie lagi-lagi tanpa mendongak dari laptop di pangkuan.

"Ngapain, sih?" Galang yang penasaran akhirnya menghampiri Gie.

"Ngirim order ke orang suruhan Gie buat ambil duit di bank. Gie nggak bisa ngambil semua sekaligus. Transfer juga nggak bisa, ntar ketahuan sama Janesa."

"Janesa ini siapa, sih? Kemarin sama Bian juga bahas dia."

"Dia itu semacam shadow, mata-mata, agen rahasia, anjing pelacak."

Galang mengerutkan dahi. Asli bingung. "Apaan?"

"Orang bayaran yang kerjanya ngelacak orang sama jadi mata-mata. Aset mahal."

"Orang suruhan keluargamu?"

"Dia orang suruhan siapapun yang bisa bayar dia."

"Mahal?"

"Tergantung tingkat kesulitan kasus." Gia mendongak dari layar laptop untuk menatap Galang. "Jangan dekat-dekat dia! Jangan kasih informasi apapun ke dia! Kalo sudah dapat informasi, meski secuil, dia bisa cari tau segala hal tentang kamu. Termasuk merk celana dalam apa yang sedang kamu pake."

"Lah. Aku kan nggak kenal Janesa. Bisa tau dia yang mana aja enggak!"

Gie tidak menjawab. Ia melanjutkan pekerjaannya di laptop.

"Masih lama ngerjainnya?" Tanya Galang lagi.

"Kenapa?"

"Mandi. Nggak gerah?"

"Iya bentar. Masih ngebagi berapa duit sekali tarik di bank."

"Duit investasi?" Gie mengangguk.

"Perasaan tadi belum bilang deal." Gumam Galang. Kepala Gie sontak mendongak untuk menatapnya. Kedua mata sipit Gie memandang Galang dengan tatapan tajam.

"Besok Gie ngundang notaris ke sini buat ngurus perjanjian bisnis kita. Masa nggak jadi?"

Galang menelan ludah. Ini cewek kalau sudah berhubungan sama duit bisa berubah jadi seram. Mungkin ini yang disebut maniak oleh Yvonne kemarin. Galang berpikir sebentar. Gie berinvestasi seratus milyar ke bengkelnya. Galang tidak rugi apa-apa. Syarat dan kondisi bisa dibahas di depan notaris besok. Dia hanya berharap Gie seprofesional kelihatannya.

"Atur, deh!" Galang mengacak rambut Gie.

Gie mengangguk puas.

Galang memutuskan naik ke lantai tiga, mau mengambil hp yang sedang diisi ulang baterainya di kamar. Saat melewati kamar mandi, Galang otomatis berbelok. Ia menyalakan kran air untuk mengisi bath tub dengan air hangat. Ia duduk di pinggir bak. Selang beberapa detik tiba-tiba ia menyadari sesuatu. Buru-buru ia mematikan kran air.

Wah, bisa makin agresif si Gie kalau tau Galang menyiapkan air mandi untuknya.

Ia menghela napas. Maksud hati ingin membantu Gie dengan memberi dukungan moral agar penyakit sleep walkingnya sembuh, tapi kalau diberi perhatian sedikit dia malah makin ngelunjak. Galang menggaruk kepala yang tidak gatal. Kebingungannya disaksikan oleh Dollar yang entah kapan sudah duduk di depan pintu kamar mandi.

"Kamu ngapain?" Mendadak Gie muncul. Ia memungut Dollar untuk dibawa ke pelukan.

Galang canggung. Ia mengedarkan pandangan ke sekeliling kamar mandi. "Nyari wangsit." Jawabnya kemudian, sebelum meninggalkan Gie dan Dollar yang saling pandang.

"Wangsit itu apa?" Gumam Gie.

***

Tengah malam, Gie terbangun dengan jantung berdebar. Wajahnya basah karena menangis dalam tidur. Ia masih ingat dengan jelas mimpi buruk yang baru ia alami. Di mimpinya Dollar dibunuh oleh Opa, ditenggelamkan dalam air es. Daging Dollar dipanggang dan dijadikan steak. Yang memasak adalah koki Yvonne. Galang dipaksa untuk makan daging Dollar. Cowok itu sudah berusaha menolak, tapi tangan dan kakinya diikat di kursi. Gie tidak bisa berbuat apa-apa selain menonton. Hatinya remuk redam. Untungnya ia segera bangun sebelum melihat dengan mata kepala sendiri kalau Galang makan Dollar panggang.

Dollar tidur pulas di sebelahnya. Gie langsung memeluk Dollar erat-erat, menenggelamkan wajah di bulu-bulunya yang halus. Dollar membuka mata sedikit, namun tak berapa lama tidur lagi. Kesedihan Gie belum berakhir. Air mata belum berhenti keluar. Ia turun dari tempat tidur dan berjalan menuju kamar Galang.

Kamar Galang tidak dikunci. Pintunya terbuka sedikit. Tanpa pikir panjang Gie langsung masuk ke dalam. Ia berdiri di ujung tempat tidur, memperhatikan Galang yang sedang tidur tengkurap tanpa baju. Selimut menutupi bagian bawah tubuhnya. Gie memperhatikan sebuah tato bergambar angka romawi yang tercetak lumayan tebal di punggung bagian atas Galang. Baru kali ini dia melihatnya. Kalau dari sini, Gie tidak bisa kelihatan jelas berapa angka romawi yang tercetak di sana.

Gie berniat kembali ke kamarnya, takut mengganggu Galang yang nampak nyenyak. Tapi dia takut. Cukup lama Gie berdiri di sana sampai akhirnya ia putuskan untuk tidur di sebelah Galang.

Cowok itu terbangun saat merasakan seseorang naik ke tempat tidur. Ia kaget melihat Gie berbaring di sebelah dengan posisi wajah menghadap dirinya. Wajah Gie sembab dan merah.

"Kenapa?" Tanya Galang pelan.

"Bad dream." Bisik Gie. Kedua matanya berkaca-kaca lagi.

Galang mengganti posisi tidurnya jadi telentang. Awalnya dia kira Gie sedang tidur berjalan, ternyata cewek itu sadar. "Mau cerita?"

"Kamu makan Dollar."

Apa dia bilang?

Sebuah tawa kecil lolos dari bibir Galang. Kemudian ia ingat wajah sedih Gie. Meski bagi Galang itu mimpi absurd, bagi Gie pasti menyeramkan. Ia memandang Gie yang masih meringkuk di sebelahnya.

"Gie nggak bisa liat Dollar tanpa ingat-ingat dia jadi daging panggang. Gie nggak mau makan steak lagi. Selamanya." Gie mengusap hidungnya yang basah. Sebulir air mata jatuh ke bantal di bawah kepalanya. Satu tangan Galang spontan mengusap kepala Gie, menenangkan cewek itu.

"Cuma mimpi buruk. Aku nggak doyan anjing bakar." Ujar Galang lembut.

"I know." Dia tahu, tapi hatinya masih sedih. "Boleh peluk?"

Galang masih memandangnya, menerka-nerka apakah ini hanya modus baru Gie. Namun melihat ekspresi Gie yang mengundang simpati, Galang jadi tidak tega berpikiran buruk padanya. Akhirnya dia mengangguk.

Gie beringsut maju dengan menggeser tubuhnya ke depan. Ia memeluk tubuh Galang, menempelkan pipi ke dadanya. Seketika mata Galang terbuka lebar.

Dia hanya pakai boxer. Gie pakai kamisol tipis. Tanpa bra.

Dengan tubuh menempel tanpa sekat begini?

Astagaaa... Cobaan tengah malam. Alamat nggak bisa tidur sampai pagi!

Galang sibuk mengumpat dalam hati.

***

Galang mendengus saat lewat taman. Ia melihat Gie memimpin yoga para lansia dengan energi penuh. Pesertanya lebih banyak dari kemarin. Masih pagi begini Gie sudah kelihatan segar. Wajahnya cerah. Berbanding terbalik dengan wajah kusut Galang. Dia tidak tidur semalaman.

Gimana bisa tidur kalo seranjang dengan Gie tanpa melakukan apa-apa??

Semalaman dia seperti biksu yang mati-matian menahan diri dari godaan duniawi. Gie bergerak sedikit, Galang yang panas dingin. Tubuhnya tegang dari atas sampai bawah. Terutama yang bawah. Galang hanya cowok biasa yang sehat lahir batin. Kena godaan sedikit, mau pertahanan dirinya setebal apapun, pasti limbung juga. Tubuh Galang bereaksi dengan mengabaikan perintah otak. Semalaman suntuk Galang mencoba mensinkronkan tubuh, otak, dan hatinya agar selaras. Tapi gagal. Jadi dia rebahan dengan tubuh sekaku tiang dan kena blue balls. Begitu pagi datang, Galang melompat turun dari kasur dan masuk kamar mandi. Di bawah kran air sedingin es, Galang menyemangati dirinya dalam hati karena lolos ujian malam itu meski harus tersiksa.

*Blue balls: I'm not sure how to explain this. Blue balls adalah penggambaran kondisi ketika laki-laki merasakan sakit pada testisnya karena terlalu lama terangsang tanpa pelepasan/orgasme.

***

Gie menyeret keranjang rotan yang berisi baju kotor menuju area cuci. Galang punya mesin cuci jadi dia tidak pernah ke laundry. Isi koper Gie hampir habis. Kalau tidak segera cuci baju, dia bakal kehabisan stok. Dia sih berharapnya pinjam baju Galang, tapi mana mungkin cowok itu mengijinkan?

Kan sekarang Gie punya dua peraturan yang harus ditaati.

1. Pakai baju lengkap + milik sendiri.

2. Jangan dekat-dekat dapur kecuali untuk makan dan minum.

Di ruang cuci, sudah ada Galang yang baru mengeluarkan baju bersih yang habis dicuci. Tinggal diangin-anginkan sebentar supaya kering. Cowok itu melirik Gie yang keberatan bawa keranjang, tanpa ada niatan untuk membantu. Nggak apa-apa, Gie masih kuat kok!

"Tau cara pakenya?" Galang membawa cangkir berisi kopi hitam mengepul. Rupanya cowok itu menunggu cucian sambil ngopi di sini. Ia menunjuk mesin cuci.

"Gie bisa nonton tutorial kalau kamu nggak ada waktu buat ngejelasin." Gie berjongkok untuk memisahkan atasan, bawahan, dan dalaman. Saat Gie sedang mengangkat bra dan celana dalam, Galang otomatis membuang muka.

"Yaudah, kamu nonton tutorial aja." Beres memindahkan bajunya yang selesai dicuci, Galang langsung pergi.

"Oki doki." Sahut Gie setengah bergumam. Dia masih sibuk memilah-milah baju.

Beres dengan persiapan, Gie berdiri untuk memandangi mesin cuci.

"Pertama-tama, nyalakan dulu mesinnya." Gie menekan tombol On/Off. "Terus apa, ya?" Gie mengeluarkan hp lalu masuk ke aplikasi youtube. Ia mengetik 'cara cuci baju tanpa tangan'.

Semua video pencarian yang keluar thumbnailnya orang yang lagi cuci baju pakai tangan.

"Ah, bodoh banget mereka. Ada mesin, malah pake tangan." Gerutu Gie pada diri sendiri.

Sekarang ia mengganti keyword pencarian.

'cara cuci baju pakai mesin tapi yang cepat'

Sekarang udah mendingan. Yang keluar video-video orang memeragakan mencuci baju pakai mesin cuci. Mesin cuci mereka pintunya di atas semua. Gie mengecek lagi mesin cuci milik Galang. Ini pintunya bulat di depan. Beda mesin cuci, sama nggak cara pakenya?

Gie memutuskan untuk duduk-duduk sebentar sambil nonton video. Awalnya video tutorial cuci baju, lama-lama jadi video fashion show Chanel yang tak sempat dilihatnya beberapa waktu lalu. Ia asik sendiri.

***

Sudah setengah jam Galang menunggu Gie di garasi, tapi cewek itu tidak turun-turun juga. Karena tidak sabar, Galang memanjat tangga depan rumahnya dengan langkah lebar. Dua tangga sekaligus.

"Gie?" Panggil Galang. "Gie, udah siang! Katanya mau ketemu notaris!" Galang mencari-cari Gie di lantai tiga. Kamarnya terbuka lebar. Hanya ada Dollar yang sedang bergelut sendiri dengan bantal di atas tempat tidur.

"Emak lo mana?" Pertanyaan Galang diabaikan Dollar. "Gieee!" Panggil Galang lagi. Ia turun ke lantai dua setelah mendapati Gie tidak ada di kamar mandi.

"Gie-" Kepala Galang tertuju pada ruang cuci. Gie masih ada di sana. Duduk di depan mesin cuci. Cuciannya masih numpuk. Sedangkan cewek itu sendiri lagi youtube­-an!

Galang menarik pintu kaca ke samping.

"Kok masih di sini?!"

Gie mendongak. Ia menunjukkan video fashion show. "Gie pengen banget beli baju baru, tapi nggak bisa!" Cewek itu menggigit bibir bawahnya gelisah. "I want them all (Gie mau semuanya)!"

Galang menghela napas berat.

***

Galang dan Gie resmi bekerja sama.

Perjanjian bisnis mereka akan segera dilegalisir oleh notaris.

Seharian itu mereka membahas syarat dan kondisi perjanjian kerja sama di bengkel Galang. Seharian itu pula Gie bersikap profesional. Ia menganggap Galang sebagai rekan bisnis potensial, bukannya induk semang yang sedang menampungnya di rumah.

Begitu perjanjian diresmikan nanti, maka dimulailah rencana renovasi bengkel. Gie sudah menghubungi orang suruhannya untuk mendapatkan arsitek yang sesuai dengan kemauannya. Gie juga menyuruh akuntannya untuk mengirim dua orang paling kompeten untuk mulai bekerja dengannya sesegera mungkin. Galang merasa segalanya terjadi amat cepat, sampai dia lupa caranya berkedip.

Bekerja dengan Gie berarti segala hal harus sesuai dengan standarisasi cewek itu.

Galang sadar kalau dalam waktu dekat mereka pasti akan bertengkar karena perbedaan visi dan misi. Meski tujuannya sama-sama ingin membesarkan bengkel dan mendapat keuntungan, proses menuju kesana tidak mudah. Galang terbiasa bekerja sendiri.

Saat pekerjaan hari itu selesai, tiba-tiba hari sudah berganti malam lagi.

"Mau makan apa, Gie?" Tanya Galang saat membuka pintu depan.

"Apapun yang kamu masak pasti Gie makan." Gie tersenyum amat manis sampai Galang memalingkan muka, takut ketahuan kalau gemas.

"Yaudah, mandi duluan sana!"

"Okee." Gie menurunkan Dollar yang langsung berlari untuk nangkring di atas litter box. Sudah kebelet rupanya. "Besok anterin Gie buat grooming-in Dollar, ya?"

Galang mengangguk tanpa menjawab. Dia langsung berbelok ke dapur, menyiapkan makan malam untuk mereka berdua. Tanpa sepengetahuan Galang, rupanya Gie tidak langsung naik ke lantai tiga. Cewek itu justru ikut berbelok ke dapur untuk memeluk Galang dari belakang. Pipi Gie menempel di punggungnya. Tubuh Galang otomatis menegang.

"Di peraturan kamu nggak ada larangan buat Gie peluk-peluk."

"Mulai detik ini ada." Jawab Galang datar.

Gie langsung melepas pelukannya. "Kenapa sih kalo sama Gie jahat banget?" Cewek itu cemberut. Ia langsung menyingkir dari dapur. "Kalo sama Lea aja nggak apa-apa! Diajak tidur oke-oke aja, coba giliran Gie, belum juga diajak udah diusir jauh-jauh. Padahal cakepan juga Gie darimana-mana!" Gerutuan Gie rupanya sempat didengar oleh Galang. Belum sempat direspon, Gie sudah naik ke atas, meninggalkan Galang yang tercengang.

Tau darimana gitu lho kalo Galang pernah tidur dengan mantannya??

***

Mereka makan dalam diam. Gie pinjam laptop Galang untuk mengirimkan hasil rekomendasi anggur dan rencana hidangan apa yang cocok disandingkan pada rekannya lewat email. Gie baru melanjutkan makan setelah ditegur oleh Galang.

"Nanti lagi dilanjut, makan dulu!"

Gie menurut. Ia menutup layar laptop. Toh sudah selesai juga.

Galang memasakkan kerang mentega untuk mereka berdua ditambah tumisan sayur baby kailan dan paprika merah.

Gie mengangkat garpunya yang sudah terisi kerang. Ia memperhatikan kerang itu dengan jeli. "Makan kerang bisa membantu meningkatkan sintesis testosteron. Mineral di dalamnya juga membantu pergerakan sperma, dan mengurangi kemungkinan sperma cacat diproduksi."

Galang berhenti mengunyah dan menatap Gie. Cewek itu kini balik menatapnya.

"Kerang bagus buat kesuburan pria. Kalo nggak percaya, yuk dicoba sama Gie! Siapa tau besok Gie hamil."

Sendok Galang terjatuh ke atas piring. "Gie-"

"Gie lagi nggak becanda. Kamu mau nggak kasih Gie anak?" Potong Gie lebih dulu.

"Kepalamu lagi bikin rencana apa?" Galang balik bertanya.

Gie memasukkan kerang ke dalam mulut. Ia mengunyah dengan tenang. "Gie mau punya anak. Terus Gie kasih ke Opa. Biar Opa nggak nyuruh Gie jadi pewaris lagi."

"Emang kamu tega kasih anak kamu gitu aja?"

"Tega aja. Kalo pengen nanti buat lagi."

Sederhana sekali cara berpikirnya!

"Terus bapaknya gimana?"

"Bapaknya kenapa?"

"Kalo bapaknya nggak terima kamu kasih anak ke orang. Gimana?"

Gie meletakkan sendok. Ia menaruh kedua tangan di atas meja, mendadak tertarik. "Kalo kamu mau besarin anak kita berdua, Gie nggak masalah. Nanti Gie belajar jadi mama yang baik, nyiapin rencana finansial jangka panjang."

Galang kehabisan kata-kata. "Nggak ada calon lain lagi?"

Gie menggeleng. "Gie maunya kamu."

"Aku nggak sembarangan tidur sama cewek."

"Gie tau. Kalo kamu sembarangan, Lea pasti hamil anak kamu, bukan anak selingkuhannya."

Apa?

Ekspresi Galang berubah. Gie segera menutup mulutnya sendiri dan menyesali kecerobohannya.

"Lea hamil?" Ulang Galang.

Gie tidak menjawab. Ia memandangi kerang yang tiba-tiba jadi kelihatan menarik.

"Gie, jawab. Lea hamil?"

Gie menghela napas. "Iya. Bukan anak kamu." Cewek itu mengantisipasi munculnya luapan emosi Galang.

Satu detik

Dua detik

Tidak ada reaksi apa-apa pada cowok itu.

"Berapa lama usia kehamilannya?" Tanya Galang setelah otaknya kembali pulih dari keterkejutan.

"Dua bulan atau lebih."

"Kamu nyuruh Janesa untuk nyari tau." Itu bukan pertanyaan.

Gie mengangguk. Tidak ada untungnya juga dia berbohong.

Galang bangkit dari meja makan. Gie tidak sempat melihat ekspresinya saat berdiri. Galang mengambil kunci mobil dari atas meja, lalu keluar rumah sambil membanting pintu.

Kini Gie sendirian.

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top