Si Kuning Terang yang Berbeda

Yeah, finally! Aku bisa keluar akhirnya!

Pintu terbuka, apalagi aku langsung keluar saja. Menikmati indahnya kebebasan sementara.

Suatu kebahagian besar yang begitu berarti.

Mungkin, bagi kalian itu hal kecil. Tapi, bagiku ini suatu hal besar.

Merasakan salah satu arti dari Bunga Baby's Breath.

Keluar dari penjara yang selalu mengekang di setiap waktu.

Begitu menyenangkan.

Namun, setiap langkah selalu saja ada yang namanya gangguan. Gangguan luar.

I don't care!

=••=

Pintu dikuak perlahan. Seorang anak berumur 10 tahun terlihat dibalik pintu. Kedua kaki mulai berayun keluar sepenuhnya dari ruangan.

Kaki terus melangkah, menuruni tangga, hingga terhenti pada salah satunya.

Manik mata hijau emerald itu melihat sebuah kebahagian. Kebahagian yang mampu membuat hatinya lagi-lagi ditambah keretakan.

Sakit. Sesak.

Di ruang utama, empat bocah lelaki berusia empat belas tahun duduk di sofa dengan dua orang dewasa—perempuan dan laki-laki. Tertawa bersama melihat acara televisi, sesekali ada yang berkomentar.

Sempurna.

Itu yang terlintas di benak dia.

Sebelum kembali melangkah dengan air yang menjernihkan kedua mata hingga terlihat bercahaya. Padahal, hatinya tengah dilanda perih.

Dia keluar dari rumah tanpa memberi tahu siapa pun. Tidak ada juga yang ingin menanyakan. Jadi, menurutnya hanya sia-sia.

Dia berjalan di trotoar dengan riang. Tatapan orang-orang ia abai. Bagaimana tidak? Dia keluar tanpa sepatu atau setidaknya menggunakan sandal. Hanya bermodal telapak kaki yang langsung berjejak di panasnya trotoar akibat matahari yang begitu terik hari ini.

Beberapa kerikil menusuk-nusuk telapak kaki tersebut. Namun, tiada langsung raut sakit di wajahnya. Mungkin, sudah lali dengan segala rasa sakit yang diterimanya.

Hamparan tanah kosong terlihat sepanjang mata memandang didominasi dengan birunya warna langit. Kursi besi berkarat menjadi satu-satunya penghias tempat terpencil tersebut.

Dia mendudukkan diri di kursi. Menatap kosongnya tempat tersebut.

Helaan napas terlepas. Mengimbas tempat yang dulunya merupakan hamparan hijau dengan banyak arena permainan, dan bunga-bunga yang bertumbuhan. Disukai dan didatangi ramai orang. Namun, kini dilupakan. Hanya karena pembuangan limbah. Diakibatkan taman ini yang kian menyepi, pemerintah memindahkannya ke pusat kota. Alat-alat bermain, kursi, semuanya dipindahkan. Bunga-bunga mati akibat tidak terawat.

Tempat ini dilupakan.

Seperti tidak pernah wujud.

Seolah dulu tidak pernah menjadi tempat berkumpul di sore hari.

Hanya karena satu hal.

Yang bertahan, hanya satu kursi ini saja. Tak pernah dapat dilepas. Seolah tak ingin meninggalkan tempat ini.

Gardenia. Kesetiaan dan rasa cinta.

Itulah yang dilakukan kursi ini.

Dia mendongak menatap hamparan langit biru. Terdapat burung yang terbang di sana.

'Banyak orang yang ingin terbang bebas seperti burung. Tanpa tahu apa yang burung lewati di awan sana.'

'Setiap makhluk hidup punya ujian masing-masing, 'kan?'

Batinnya masih lagi berpikir tentang orang-orang yang mempunyai nasib sepertinya. Terkekang. Lalu memiliki keinginan untuk terbang bebas sama seperti burung. Apa yang dilewati saat terbang tidak diketahui orang yang berada di bawah.

Helaan napas kembali dilepas. Kelopak mata mulai dikatup perlahan.

Merasakan desiran angin yang melewati dirinya.

Sebuah rasa hadir mengingat taman yang kini dilupakan hanya karena satu hal.

Sama seperti dirinya.

Dilupakan seakan tak pernah wujud.

Hanya karena sebuah kekurangan.

Cairan bening keluar dari tubir mata. Sesak dirasa kembali.

Dia kembali bersama rasa kecewa yang memenuhi hati.

=••=

Notebook dibuka. Pen mulai membuat sebuah karya.

Juli 30

Besok akhir Juli lagi.

Tapi semuanya tetap sama. Bertambah lagi dengan rasa kecewa yang membuak.

Bunga Anyelir kuning menjadi saksi. Rasa kecewa yang tak terbendung di hati.

Khafi
Yang tersembunyi


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top