39. MTAL - Duka Lubang Buaya

GAAESSS PART INI TOTALNYA 5 RIBUU YAAWW! JADI TOLONG RAMAIKAN KARENA SAYA UDAH NYEMPETIN UP DEMI KALIAN HUHUHU😭. Sedih tau kalo lapak tuh sepi, padahal ngetik itu butuh ide, meluangkan waktu, dan nahan ngantuk. Vote & Comment yang banyak juga berpengaruh ke ranking di tagar. Jadi Vote dan Comment kalian tuh berpengaruh untuk mengangkat cerita ini lohhh!

JADI RAMAIKAN LAPAK DAN HAPPY READING! KALO MASIH DITEMUKAN TYPO, MOHON MAAF AJE NIH! BUATNYA NGEBUT KARENA DIKEJAR WAKTU🫂.

Dipublish pada 30 Juli 2023

°°°

Kurang lebih dua puluh menit berlalu Pak Nas menunggu di dalam persembunyian. Merasa situasi sudah aman, perlahan penuh waspada Pak Nas keluar dari balik drum dengan tertatih-tatih. Kedua kakinya luka akibat terkena pot bunga saat mendarat.

Pak Nas menatap pot-pot yang berjejer di bawah dinding. Terdapat tanaman kaktus di salah satu pot. Pak Nas meringis melihatnya.

"Untung tidak mendarat di pot itu kakiku. Ana sih, cerita setengah-setengah. Dia tidak bilang kalau di sejarah kakiku kena pot saat melompat." gerutu Pak Nas mulai berjalan menuju rumahnya di sebelah. "Kabar yang lain bagaimana, ya? Semoga mereka baik-baik saja."

Pak Nas berhenti di depan pagar rumahnya. Nampak keadaan rumahnya kacau. Ajudan-ajudannya sedang melepaskan diri dari tali yang dipakai Cakrabirawa untuk menyekap mereka.

Pak Nas mendesis. Memanggil para Ajudannya untuk mendekat. Panggilan Pak Nas itu disadari satu persatu oleh Ajudannya. Segera mereka mendekat.

"Pak Nas! Bapak selamat?!"

"Iya."

Kepala Pak Nas celingak-celinguk. Mencari dua Ajudannya yang lain.

"Hamdan dan Pierre mana?"

"Saya di sini, Pak!" sahut Hamdan lari tergopoh-gopoh mendekat.

"Pierre mana, Hamdan?"

Pertanyaan Pak Nas menggantung tanpa jawaban. Baik Hamdan maupun Ajudan lain ragu untuk memberitahu Pak Nas tentang kenyataan yang telah terjadi.

"Hamdan?" Pak Nas bersuara, menyadarkan Hamdan agar segera bicara.

"Pi--Pierre... Pierre diambil mereka, Pak."

"Loh, kok bisa?!" suara Pak Nas meninggi drastis. Tentu ia sangat kaget menerima laporan kalau Ajudan yang telah ia anggap layaknya Adik kandung itu malah diculik.

"Mereka mengira Pierre itu Pak Nas."

"Kenapa bisa mereka salah sasaran?" Pak Nas menatap tak percaya segala pengakuan Hamdan tadi, namun begitulah kenyatannya. Dada Pak Nas mendadak sesak. "Terus Ade bagaimana?"

"Ade dibawa Ibu ke kamar, sebentar lagi Ibu akan ke rumah sakit, Pak."

Gigi Pak Nas beradu. Geram atas kejadian yang menimpanya hari ini. Namun Pak Nas cepat-cepat berpikir rasional karena teringat salah satu pesan Ana. Bahwa setelah kejadian ini ia harus pergi ke suatu tempat. Kepala Pak Nas mengangguk, lalu setelahnya memberi perintah. Pak Nas menunjuk satu persatu Ajudannya.

"Kamu Sumargono, tolong bawa saya ke Dapartemen Pertahanan dan Keamanan. Dan Hamdan, kamu hubungi Pangdam Jaya Mayjen Umar Wirahadikusumah dengan menggunakan KOTI. Laporkan kepada beliau, bahwa telah terjadi penyerangan yang khususnya dilakukan oleh pasukan Cakrabirawa di rumah kita. Lalu, kamu Marinir, kawal Ibu untuk mengantar Ade ke rumah sakit. Sisanya kalian berjaga di sini."

"Baik, Pak!"

Ditemani Sumargono dan Iparnya, Bob Sunarjo, Pak Nas bergegas menuju Departemen Pertahanan dan Keamanan. Pak Nas pergi menggunakan mobil Kostrad yang dikendarai oleh Letkol Hidajat Wirasondjaja. Nanti setibanya di lokasi tujuan, Pak Nas akan mengirim pesan ke Soeharto. Sesuai dengan yang Ana perintahkan.

Di kamar, Ade dibaringkan Bu Nas setelah darahnya sedikit dibersihkan. Di sebelah Ade, hadir Alpiah yang telah membersihkan darahnya. Bu Nas melirik jam dinding yang hampir menunjukkan pukul setengah 5.

"Sepertinya situasi sudah aman. Piah, saya mau bawa Ade ke rumah sakit. Kamu tunggu di sini."

"Tidak, Bu! Saya mau ikut! Saya akan bantu Ibu jaga Ade di sana!" tolak Alpiah keras. Ade sudah selayaknya Anak bagi Alpiah. Berjauhan dengannya apalagi dalam kondisi terluka membuat hati Alpiah gelisah.

"Yasudah, ayo kita ke rumah sakit segera." Bu Nas mengusap rambut Ade, coba membangunkan Anak itu. "Ade masih hidup, sayang?"

Mata Ade perlahan terbuka. Anak itu mengangguk lesu.

"Masih, Mama."

Bu Nas tersenyum haru. "Kita ke rumah sakit, ya?"

Setelah Ade mengangguk, Bu Nas mulai menggendong Anaknya sementara Alpiah membawa segala perlengkapan yang sekiranya nanti dibutuhkan. Di luar, sudah ada Kapten Marinir menunggu di depan mobil. Setelah Pak Nas memberi titah untuk mengawal Bu Nas, Marinir langsung sigap menyiapkan mobil.

Alpiah masuk lebih dulu kemudian Bu Nas menyerahkan Ade. Ketika Bu Nas hendak menyusul ke dalam mobil, datang Ana dengan mengendarai sepeda masuk ke dalam pekarangan rumah.

"Ana! Kamu kenapa bisa di sini?!" Bu Nas yang kaget luar biasa langsung menghampiri Ana.

Ana menggenggam kedua tangan Bu Nas.

"Ibu, udah kejadian ya, Bu?"

Bu Nas mengangguk sedih. "Iya An, sudah."

Mendapati jawaban Bu Nas, mata Ana terpejam menahan sesal. Ana mengusap wajahnya frustasi.

"Bapak gimana?"

"Sepertinya Bapak sudah beranjak pergi ke Departemen sesuai perintah kamu, An."

"Syukurlah!" Ana membuang napas legah, tapi detik selanjutnya ia teringat satu hal paling penting. "Pierre? Pierre di mana, Bu?"

"Pi--Pierre..." Bu Nas celingak-celinguk ke arah paviliun. Istri Pak Nas itu juga tidak tahu kalau Pierre telah diculik menggantikan suaminya. "Pierre ada kok. Paling ikut mengawal Pak Nas, An."

"Pierre dibawa mereka, Bu." sahut Hamdan berjalan mendekati mereka. Hamdan baru selesai menuntaskan tugas dari Pak Nas, yakni menghubungi Pangdam Umar melalui KOTI.

Mendengar pengakuan Hamdan tersebut membuat hati Ana mencelos. Hal yang paling ia takuti akhirnya terjadi. Ia terlambat. Air mata menggenangi pelupuk mata Ana. Tubuh Ana linglung hampir jatuh, namun segera Bu Nas pegangi.

°°°

Bersambung...

Ayooo, siapa kemaren yang udah suudzhon sama Ajudan baru Papa Ana? Terus pada ngehujat resitor yang bawa Ana itu jahat dan biadab, padahal Bapaknya sendiri loh😭🙏.

Tolong jangan hujat aku! Ini emang fiksi tapi harus sesuai sejarah laahh kalau di tahun 65. Kalau lah balik tahun 2020 baru boleh fiksi fiksi😭🙏. Pierre tetap hidup kok dalam hati kita semua, rakyat Indonesia.

Fakta Sejarah!

Fakta sejarahnya saya cantumkan yang penting penting aja yaa!

1. Bagian Pak Nas yang kabur ke Departemen ini faktanya.

2. Hamdan yang menghubungi Pangdam Umar lewat KOTI.

3. Bu Nas bawa Ade ke RS dengan Alpiah

4. Bu Yayu yang ngepel darah suaminya, bagian pingsan dua kali dan ngasih petuah sama Anaknya ada diceritain di video ini.

5. Kesaksian Polisi Sukitman




6. Pierre yang disiksa karena berwajah londo.

7. Bu Mariatni yang datang ke seluruh rumah Jenderal faktanya langsung dibeberkan Anak beliau

Oke segitu aja, saya bakal lanjut kalo part ini rame. Kalo sepi update part berikutnya seminggu kemudian aja:v

❤Follow IG:
Nafla_Cahya08
Nafla.Stories

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top