🥧47. Attitude

"Bul, jangan begitu. Gue tau lo sedih, tapi enggak begini caranya." Sepanjang jalan Halona terus mengikuti langkah Nebula yang susah berjalan lebih cepat darinya.

Nebula terus mengetikkan sesuatu di layar ponselnya. Tak peduli seberapa banyak hujatan yang nantinya akan kembali menyerang, tetapi yang jelas di sini ada konsekuensi. Mereka semua harus menerima itu.

"Bul, udah jangan aneh-aneh. Lo kayak gini itu sama aja ngehancurin masa depan sendiri," ucap Halona lagi–sesekali mengintip ke arah layar ponsel Nebula.

"Apaan? Nggak usah ikut campur!" sahutnya dengan nada tegas sambil mempercepat tiap gerakan jari yang menari di atas keyboard-nya.

Seperti ada sesuatu yang lega dari hati Nebula sekarang. Ia tahu, ada rasa sakit yang menjulang tinggi di balik tulisannya. Semua dibuat dengan penuh kesadaran yang tinggi. Nebula sudah tak lagi memikirkan resiko. Mau apa pun yang ia lakukan, pihak sekolah pasti tetap membela Asya karena menganggap siswi itu sangat berprestasi.

"Sempurna."

Nebula tersenyum puas dengan sempurna usai jempolnya menekan tombol post dan melihat puluhan orang sudah melihat instastory-nya dalam hitungan detik awal.

Seperti yang dilakukan Roy Kiyowo waktu mencium aroma dari dunia permistisan, Halona pun melakukan hal serupa. Gadis itu yang entah kenapa mendadak random karena kesepian mungkin, mulai memutar telapak tangannya ke depan seperti mendayung sepeda, dan berjalan memutari tubuh Nebula.

"Apaan sih?"

Langkah Halona sontak terhenti. "Kayaknya bakal ada kasus baru kalau lo kayak gini."

"Enggak jelas lo! Udah kalau mau jadi orgil, masuk rsj aja. Nggak usah gangguin gue, Halona Avisya Morice."

Nebula lantas pergi begitu saja. Tak mau pusing dengan apa yang dilakukan oleh orang-orang sakit jiwa. Detik demi detik pun berlalu, dan ratusan notifikasi pesan dari Instagram pribadinya sudah mengaung di udara.

Dengan sigap gadis itu mengusap layar dan meneliti pesan apa saja yang telah masuk.

@abcdefghi__lmnopqrstuvwyxz
Hah, jadi gimana?

@Andasiapa
Semangat Ka Nebul. Aku selalu mendukungmu!

@Cahayailahi
Jadi Arcas sama Asya selingkuh?

@Kenaazab
Eh, apa jangan-jangan lo lagi bela diri ya?

@sinetronterbang
Susah ya circle drama queen. Sekalian aja dibikin script buat kasih ke sutradara indosyiar

@Yupiberlidahkumbang
Drama epritim, duh Nebula, ga habis habis drama lo! Cari sensasii terosss biar kaya ya?

@kakikerbausepuluh
Jadi maksudna si Syalala itu sengaja bundir biar dikasihani Kakak T4mp4n itu?

Nebula mengembuskan napasnya kasar. Memang merepotkan pertanyaan dari netizen, tapi setidaknya ia yakin, publik pun akan mencari tahu dengan sendirinya soal apa yang terjadi sebenarnya.

Namun, membaca pesan terakhir dari akun kaki kerbau, rasa-rasanya Nebula semakin pintar dalam menceritakan sesuatu. Apa yang ingin ia sampaikan, kini dapat dicerna dengan sempurna dan baik oleh netizen.

"Ayolah, kalian harus smart biar Asya malu, Gais!" ucap Nebula pada layar ponselnya.

"Nebula Merichie Karmayanti!"

Suara yang gadis itu kenal rasanya kembali mendengung dengan bising. Ia tahu, siapa dan apa tujuan dari makhluk itu datang menghampiri. Ya ... itu si Arcas yang sangat tidak tahu diri.

Nebula sedikit menoleh kala mendapati suara bariton yang menelusup masuk dari belakang kupingnya. Dengan segera gadis itu melengos pergi, membiarkan Halona yang mendadak diam di tempat  sambil mengerutkan kening.

"Woi! Enggak usah childish jadi orang. Apa-apa dilapor ke social media! Bocah!" teriak Arcas dengan langkahnya yang begitu cepat.

Tak terima dengan semua yang diucapkan, Nebula pun sontak menghentikan langkahnya. "Cie ... bajingan takut dihujat."

Tawa Nebula pecah begitu saja. Terlalu puas membalas mereka yang diam-diam menusuk dari dalam selimut. Dipikirnya mungkin Nebula hanyalah seorang gadis lemah yang berani mrngancam, tapi kalau sudah begini, bisa apa mereka?

💐💐💐

Jam pulang sekolah sudah berbunyi nyaring di telinga para murid. Dengan semangat mereka berjalan keluar dari dalam kelas dan berkumpul di spot favorit masing-masing.

Telinga Nebula sudah dapat dipastikan panas, mendengar berbagai pertanyaan yang terus meneliti untuk mencari tahu bagaimana kebenaran sebenarnya.

"Ya ampun, kasian Asya dituduh terus sama mantan soulmate-nya."

"Astaga, gila si Nebul."

"Kasian Kak Arcas nggak, sih? Eh tapi dia juga playboy. Diem-diem naruh dendam sama Nebula."

"Aneh juga ya, kayak plot twist aja gitu. Seorang ketos yang hobinya ngomel malah kena kasus."

"Eh ini lo nggak ngarang? Apa biar citra lo bagus lagi?" ucap salah seorang gadis dengan make up tipisnya sembari berdiri di hadapan Nebula.

Nebula mengangkat kedua bahunya, kemudian memutar kedua bola matanya malas sembari melanjutkan langkah tanpa mempedulikan sejumlah pertanyaan yang dilampirkan oleh teman-temannya.

"Menurut lo gimana?" tanyanya balik sembari berjalan meninggalkan kerumunan perempuan di sana.

Menurutnya, dari apa yang ditulis pun seharusnya sudah jelas apa dan bagaimana kronologi sebenarnya. Masa iya harus dia jelaskan satu-satu, bila perlu menggunakan radio pengumuman sekolah? Hus, Nebula itu memberi pengaruh besar terhadap sekolah, dan hanya dengan postingan pun, mereka harus bisa menilai dengan sendirinya. Siapa suruh kemarin semua orang menjatuhkan, lalu sekarang, saat ada keterangan lain, mereka sibuk mencari tahu gitu? Luar biasa.

Benar, Nebula pun menunggu kehadiran Asya. Namun nyatanya, gadis itu masih juga belum mau menampakkan muka. Mungkin malu. Haha ... Nebula tahu akan hal itu. Pasti Arcas juga sudah membuat rencana agar keduanya bisa lolos.

Namun, belum saja beberapa menit gadis itu melangkah, sebuah suara mengerikan dari radio sekolah pun menggema di area lorong menuju pintu gerbang keselamatan.

Suara yang sudah pasti dikenal oleh semua orang, bahkan mungkin menakutkan bagi sebagian, terus berkumandang dengan cukup keras di telinga.

Suasana sekolah yang perlahan mulai sepi, membuat telinga Nebula semakin jelas mendengar, bahkan mencerna apa yang terucap melalui radio itu,

Gadis itu sontak berbalik arah dan melangkah dengan gontai. Mengembuskan napasnya kasar, lantas ia berkata, "Ya Tuhan, ribet amat pake dipanggil segala. Kebiasaan."

"Sekali lagi, panggilan kepada Nebula Merichie Karmayanti, harap segera menghadiri ruang BK, ditunggu oleh Bu Azty."

Nebula sadar, beberapa tatap mata pun sudah beralih pada raganya. Mereka tak bosan untuk memandang dari ujung mata sampai kaki. Membuat Nebula yang tengah sibuk meladeni panggilan itu justru terdiam tanpa merespon.

Mereka memang aneh, seolah baru pertama kali melihat kasus, hingga akhirnya tampak seperti seseorang yang kampungan.

Lagi pula kalau mereka mau tahu sekali pun, silahkan jika memang mau menjadi penguntit di belakang demi menyebarkan informasi agar bisa memperluas relasi pergosipan. Bikankah itu yang mereka inginkan? Apa jangan-jangan ada niat terselubung untuk sedikit panjat sosial.

"Bawel," ucapnya ketika langkah kakinya mulai terhenti tepat di depan pintu ruangan.

Nebula berjalan bak seorang model. Bokongnya dengan sengaja ia lenggangkan sembari mendorong pintu tanpa mengetuknya. Dagu gadis itu terangkat angkuh seraya melempar tatap pada kepala sekolah dan juga Bu Azty yang tengah duduk di atas sofa ruangan secara bersebelahan.

"Saya sebelumnya sangat meminta maaf atas apa yang telah terjadi, dan iya segala kasus yang terjadi di sini memang sudah merusak nama baik SMA Daun Biru." Arcas masih berbicara mengenai permintaan maafnya, dan Nebula sendiri pun dapat mendengar hal itu dengan amat jelas.

"Sya juga. Maaf, ya."

"Halah, pencitraan!" sahut Nebula begitu saja. Mengatakan maaf itu mudah, tapi apakah kalian pun yakin jika mereka menyampaikan itu dengan tulus atau sekedar formalitas?

Permintaan maaf yang mereka lontarkan kepada pihak sekolah pun nyatanya tak akan membuat Nebula merasa menyesal sudah menyebarkan wajah pengkhianat seperti mereka. Minta maaf itu bisa dilakukan semua orang, tetapi apakah yakin kasus ini akan selesai dengan permintaan maaf mereka di depan Bu Azty dan kepala sekolah?

"Sejujurnya saya pun tidak berniat untuk ikut campur ke dalam kasus ini. Namun, karena sudah dilibatkan, saya siap untuk bertanggung jawab."

Napas Arcas diembuskan dengan penuh rasa lelah. Wajah lelaki itu yang sudah lesu dengan kepala tertunduk justru tak memancing sedikit pun rasa iba. Nebula yakin, ini hanya bagian dari salah satu strategi mereka agar bisa terhindar dari sanksi.

Tak usah jauh-jauh, contoh saja seorang selebriti yang berlaku sopan depan hakim, kemudian mendapat keringanan. Bukankah mungkin apabila Bu Azty melakukan hal yang sama atas dasar status Arcas di sekolah ini?

"Duh, mulut-mulut banci," balas Nebula sambil melipat kedua tangannya di depan dada.

"Silahkan diam, dan jelaskan kenapa saya memanggil kamu ke sini, Nebula." Suara bariton milik kepala sekolah sudah berkumandang.

"Kenapa? Ada tujuan apa? Saya yakin enggak penting."

"Nebula!" teriak kepala sekolah geram. Sudah tak tahu sopan santun saat masuk, lantas sekarang bertanya tanpa memberi salam, bahkan nada yang dilontarkan pun terdengar begitu melunjak dan mengejek.

"Kenapa? Enggak suka saya posting di Instagram? Toh, bukan seperti itu kenyataan yang terjadi? Tanpa dicari tahu, pihak sekolah pun  tutup mulut dari media." Nebula tertawa sembari menepuk tangannya di udara dengan puas.

"Sekolah punya peraturan, dan kamu bisa dijatuhkan hukuman skors, bahkan terparahnya dikeluarkan dari sekolah."

"Iya, Pak. Saya sadar akan hal itu, tapi apakah sekolah pernah membuktikan bahwa mereka benar-benar menjadi garda terdepan bagi muridnya?

Sekolah pun selama ini hanya menjadi saksi bisu atas segala penindasan yang terjadi, terus waktu ada kasus kayak begini, sekolah seolah enggak tahu apa-apa. Luar biasa dan memang pantas saya sebarkan."

Semua orang yang berada di ruangan itu mendadak diam, dan hal itu nyatanya semakin membuat Nebula merasakan sebuah kemenangan. Merasa bahwa memang sekarang adalah waktunya bagi mereka untuk jatuh ke lubang, lantas berusaha menengok ke luar untuk mencari jalan keluar, namun tak ada siapa pun yang berniat untuk memberikan pertolongan.

"Siapa yang mengajarkan kamu untuk menjadi kurang ajar seperti ini!" teriak kepala sekolah sambil menggebrak meja.

"Kebiasaan kayak netizen. Waktu ketahuan salah, langsung nyari pembelaan." Nebula tertawa sinis. Memang lucu, ya, manusia-manusia di muka bumi ini, tak pernah mau merasa salah, sekalipun itu merupakan peraturan yanh dibuat oleh dirinya sendiri.

"Nebula! Saya beri kamu surat peringatan dan datangkan ayahmu ke sekolah!"

"Fine! Terserah! Saya juga capek, kalau emang saya harus dikeluarkan, silahkan! Publik akan tahu siapa yang menjadi dalang di balik kasus ini," ucapnya sembari melirik sinis ke arah Asya dan Arcas, kemudian berjalan keluar dari ruangan tanpa menghiraukan siapa yang sedang ia hadap untuk berbicara.

"Maaf, Pak. Saya izin berbicara," sahut Bu Azty, yang setelahnya mendapat anggukkan dari kepala sekolah.

Wanita setengah paruh baya itu menganggukkan kepala sambil berdeham. Menatap ke arah bola mata Nebula hangat, kemudian meliriknya dari atas sampai bawah.

"Ibu tahu kamu anak baik. Kamu tidak suka mencari sensasi di social media walau hubunganmu dengan para guru pun kurang baik. Tapi Ibu mohon, hilangkan semua jejak digital tentang sekolah dan klarifikasi bahwa sekolah sudah bertanggung jawab."

"Apa jaminan kalau saya melakukan itu?" Telunjuk Nebula sontak terangkat di udara, kemudian mengarahkannya pada kedua makhluk hidup berseragam yang sedari tadi sibuk terdiam seolah sedang mencari muka.

"Bisa saya sekolah gratis sampai lulus dan diberikan nilai 100 di setiap mata pelajaran? Pasti enggak bisa. Ya sudah, apa pun yang saya posting, enggak akan pernah saya hapus. Saya juga sadar, sekolah sudah ahli dalam melakukan kebohongan terhadap media."

Usai berbicara, Nebula pun membalikkan badan, bahkan dengan sengaja ia membuat bunyi bising dari sepatunya dengan menepakkan kaki ke lantai sekencang mungkin.

"Jaga attitude kamu, Nebula."

Nebula diam, lantas meninggalkan ruangan begitu saja. Sudah tak peduli dengan apa yang akan terucap dari bibir para penjahat bertopeng pahlawan di SMA Daun Biru. Iya, seharusnya dia pun terbiasa bahwa tak akan ada seseorang yang benar-benar peduli dengannya. Tak akan ada seseorang yang memiliki niat tulus, bahkan mereka yang sebenarnya sudah mengabdi pada negara dengan membagikan ilmu kepada pemuda di Indonesia.

"Nebula! Kami belum selesai berbicara!"

Tuhan pun tahu, bahkan bisa memilih kepada siapa Ia akan berpihak.

"Anjing! Mau sampe kapan kayak gini terus? Gue capek!" serunya usai berjalan menjauhi ruangan BK. Gadis itu mengembuskan napasnya kasar, kemudian menggelengkan kepala sebentar, baru kemudian kembali melangkah dengan cepat agar tak dilihat oleh siapa-siapa.

Kenapa semua orang menjadi seperti ini? Nebula boleh enggak sih sesekali saja meminta pada Tuhan untuk sekedar membawanya hilang dari dunia, tapi bukan meninggal. Maunya hilang aja, lalu ketika semua sudah reda, dia dikembalikan lagi ke dunia.

"Mereka kayaknya emang enggak akan pernah puas sampe ada berita kalau seorang Nebula Merichie Karmayanti masuk rumah sakit jiwa."

Lucu, ya. Ketika seorang siswa memiliki banyak prestasi, maka pihak sekolah akan terus memberikan banyak iming-iming agar mau mengharumkan nama sekolah, lantas ketika seorang siswa biasa yang berusaha untuk angkat suara, dunia seolah runtuh dan siap menimpa satu orang.

"Mama, Kakak capek. Ayo dong, bawa aku ke sana, nanti kalau semua udah reda, baru balikkin ke sini lagi. Pasti mama juga enggak tega liat aku begini, ayo dong." Matanya menatap dengan penuh memelas ke arah langit. Berharap–siapa tahu doanga didengar dan segera dijabahkan oleh malaikat.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top