40. Cewek Selalu Benar

"Mau ke mana, sih, Kak?"

"Diem."

Sontak saja Nebula terdiam betulan.

Langkah Arcas terus bergerak menuju sebuah area luas yang ditumbuhi oleh bunga-bunga di sekitarnya. Semerbak aroma yang berpadu antara tumbuhan berwarna itu pun membuat Nebula sedikit memejamkan mata. Wangi sekali, seperti parfum melati yang kerap digunakan oleh sang ibu dulu.

"Ikan apa yang terindah, Ikanot live without you my love!"

Iya, Nebula seperti pernah mendengar lirik lagu ini di Youtube kemarin sore sampai tak sadar bahwa matanya sedikit memicing kala mencari darimana sumber suara itu berasal.

Percuma saja ia melempar pandangan pada wajah Arcas, cowok itu masih berjalan beberapa langkah di depan seolah pacarnya ini tak butuh gandengan. Entah, ya, tapi semakin lama, kadar romantismenya semakin memudar.

Tunggu ... ngomong-ngomong soal romantis yang memudar, bisa jadi ada perasaan lain yang sedang dijaga sampai ia harus membagi kepingan hatinya agar tak jatuh ke dalam sebuah lubang cinta.

"Kak Arcas!"

Lelaki itu tak menoleh, justru melangkah lebih cepat hingga Nebula-nya menghentakkan kaki di atas dedaunan kering yang menghiasi aspal di area taman itu hingga akhirnya bayangan Arcas pun menghilang dari pandangan mata.

Jalan yang mereka lewati sebenarnya tak terlalu panjang seperti labirin, hanya membutuhkan perjalanan melewati barisan pohon panjang yang kemudian memaksa siapa pun yang berkunjung 'tuk berbelok dan mendapati sesuatu di sana.

Semakin lama Nebula berjalan, kenapa rasanya dahinya pun ikut mengerut? Seperti ada suara petikan gitar dan juga sepasang manusia yang bernyanyi. Ia terus menatap ke depan, lantas melirik ke kiri dan kanan walau tak menemukan siapa pun di sana.

Kak Arcas:
Jalannya cepetan.

Usai membaca tampilan tulisan di layar ponselnya, Nebula sedikit berlari pada akhirnya, hingga sampailah di depan kursi putih yang memang di belakangnya dihadiri oleh sepasang musisi dan gitarisnya. Seperti pernah melihat, tetapi siapa?

"Suara Kayu!" pekiknya sambil menutup mulut. Iya, itu adalah musisi yang lagunya relate dengan kehidupan, namun masih memiliki pengikut yang sedikit. Pantas saja Arcas mampu menyewa, pasti kalau menggunakan ilmu sok tahu, rate card yang diberikan oleh pihak manajer pasti masih sangat rendah dibandingkan dengan dirinya yang memasang tarif belasan juta rupiah sekali bekerja.

"Ayam apa yang termanis? Ayam falling in love with you."

Sadar tak sadar, satu lirik yang baru saja dilantunkan oleh musisi itu semakin membuat Arcas melangkah mendekati gadisnya. Mengamit tangan gadis itu, kemudian menatap matanya lekat. "Denger?"

Nebula mengangguk pelan.

"Iya, gue jatuh cinta sama lo."

"Lo mau nembak gue berapa kali, sih, Kak? Kan kemarin udah!" protes Nebula sambil mengerutkan dahi.

"Ini namanya lagi kasih tau lo! Paham?"

"Ku tak ingin menjadi kaktus, kakak adik tanpa status."

Seolah diperjelas oleh sang musisi, sekilas senyum pun terbit di bibir Nebula. Ternyata ... oh ternyata aku salah, eh astaga jadi bernyanyi. Nebula pikir, Arcas-nya ini sedang merencanakan hal-hal enggak jelas seperti belajar sambil ditemani musik, tetapi kayaknya bukan hal horror itu yang akan merampas momen kebersamaan mereka.

Nebula paham sedikit tampaknya. Sang kakak angkat yang baru saja menjadi kekasihnya ini sedang memperjelas soal status mereka yang hanya menjadi label, tak memiliki perlakuan manis walau sesekali dilakukan, namun masih mempertahankan ego masing-masing.

"Bengong mulu."

Nebula sontak memutar kedua bola matanya malas. Serba salah memang kalau sedang berdekatan dengan Arcas. Lelaki itu selalu saja mencari-cari alasan untuk menyalurkan emosi seolah dirinya terlalu stres hingga butuh pelampiasan, tetapi tak tahu harus lewat mana.

"Bawel lo, Kak! Berisik! Tujuan lo bawa gue ke sini apa?"

"Makan es krim pake lagu."

"Ih!" pekiknya sambil memukul bahu Arcas cukup kencang. "Kenapa dikasih tau?"

"Tadi yang nanya siapa?"

"Gue."

"Jadi salah siapa kalau gue jawab?"

"Lo!"

Baiklah, untuk kali ini Arcas hanya mengembuskan napasnya kasar. Oke, ia mengalah agar suasana tak menjadi semakin buruk akibat perdebatan antara keduanya.

"Kok diem, Kak?"

Sontak saja Arcas membalikkan badan, kemudian mengamit dagu gadis itu–tepat di hadapan para musisi yang sedang memainkan irama dan lantunan lagu.

Jantung Nebula mendadak berdebar dengan kencang. Mengerjapkan mata berkali-kali, berusaha memalingkan pandangan agar tatapan mereka tak saling bertemu. Lagi pula, ini juga salah Arcas yang tiba-tiba saja memberi tahu soal kejutannya.

"Jangan begitu, Kak. Enggak boleh ngomel!" protesnya tiba-tiba. Iya, sudah hafal kali dirinya dengan kebiasaan Arcas.

"Siapa yang mau ngomel? Ya udah, makan es krim, terus bobo."

"Lo mah ... suruh gue bobo melulu, gue nggak suka pulang cepet. Bosen, kalau gue pergi, pasti ayah sama Nash juga ke samudra hindia kali."

"Iya udah terserah."

Alunan musik masih berpadu di telinga Nebula dan juga Arcas saat keduanya duduk di kursi bercat putih yang dihiasi oleh dua tanaman kecil di pinggirnya.

Para musisi itu sontak berjalan meminggir—berdiri di samping sisi Arcas dan Nebula, kemudian kembali melanjutkan nyanyian. Keduanya terdiam seolah ikut terbawa oleh suasana musik, entah bingung harus membuka suara apa sama-sama canggung 'tuk sekedar bertatapan.

"Seru?" tanya Arcas sambil mengambil sebungkus es krim yang diberikan oleh vokalis.

Ya ampun, lagi dan lagi, es krim Wolles. Sepertinya ketika dirinya sudah ditakdirkan menjadi brand ambassador es krim Wolles, semua orang tampaknya malah mengira bahwa hanya brand itu yang dia makan.

Namun, tetap saja mau apa pun yang diberikan Arcas, pasti ia ambil. Siapa coba yang suruh-suruh Arcas membawakannya es krim hampir setiap hari? Nanti kalau lemaknya bertambah banyak, gimana? Bisa kasihan kali nanti nasibnya kalau para perusahaan baru enggan mengajaknya bekerja sama.

Lalu dengan lahap pula Nebula menyendokki es krim vanila dengan taburan choco chip itu ke dalam mulutnya. Sesekali menejamkan mata–terlalu nikmat rasanya es krim yang ia santap. Memang ... tak pernah salah dirinya dalam menyeleksi merk es krim.

Sementara Arcas yang hanya terdiam menyaksikan gadisnya sibuk bersama es krim itu justru menggelengkan kepala, baru kemudian ikut menyantap es krim dengan rasa yang sama.

"Sekali-kali belinya es krim Magnum Classic, Kak."

"Dih, udah dibeliin, request lagi."

"Kewajiban cowok buat membayarkan semua keinginan pacarnya," balas Nebula santai. Betul apa betul wahai kaum hawa yang siap diviralkan apabila menjawab tidak?

"Lo happy?"

Nebula mengangguk.

"Apa lo ngerasa kalau temen-temen lo menjauh?"

Seketika ... sebuah suapan manis yang baru saja ia antarkan ke dalam mulutnya pun mendadak terhenti di area lidah. Sedikit Nebula menatap ke arah langit, lantas menoleh ke arah Arcas.

Entah, Nebula sendiri pun tidak tahu. Rasanya sama saja, hanya saja beberapa perubahan memang terjadi pada Halona walau hanya ia dan Asya yang merasakan. Tapi perubahan Halona juga kalau dia telusuri, malah ada sangkut pautnya dengan Arcas.

"Lo nyuruh mereka menjauh?"

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top