39. Hilang Misterius

"Eh, menantu idaman datang," sapa Karmayanto di ambang pintu dengan baju kokohnya. Entah, katanya malas berganti baju usai melakukan sholat jumat di masjid dan menumpuk cucian baju.

Sontak saja lelaki yang merasa namanya dimaksud itu tersenyum, kemudian menarik telapak tangan sang calon mertua dan menciumnya. "Ass-alamu'alaikum, Om Karma. Maaf jika terlalu sore mengantarkan Nebula."

"Wa'alaikum-ussalam, Arcas."

"Boleh saya minta izin untuk bicara sebentar?"

"Tentu saja!" balasnya sembari merangkul Arcas masuk dan menyuruhnya duduk di atas sofa ruang tamu. Sepanjang langkah kedua lelaki itu tersenyum, entah ada secercah rasa bahagia apa yang membuat mereka tampak bahagia kali hari ini.

Nebula yang baru saja melepas kaos kaki dan meletakkan sepatu hitamnya di dalam rak pun langsung menyusul keduanya dengan wajah yang masih tak dapat diartikan. Sepanjang jalan gadis itu mengerutkan wajah, bahkan sampai di rumah—entah itu pegal atau tidak, tetapi jujur ia masih bingung perihal apa yang diucapkan Arcas tadi di rumahnya.

Jadi ... ini betul enggak kalau Nebula sama Arcas udah berpacaran? Tapi rasanya kok kayak ada yang menggelitik perutnya andai dirinya mengingat seperti apa status mereka sekarang.

Seketika Arcas yang sudah duduk bersama Karma menoleh. Mengedipkan sebelah matanya.

Ya ampun, ada apa itu? Langkah Nebula justru bergerak semakin cepat sampai tak sadar bahwa dirinya sedikit berlari kecil ke arah dua manusia yang entah kenapa sedari tadi terus memamerkan sederet giginya. Bahagia kali mereka.

Nebula terduduk di samping Arcas, kemudian melirik ke arah sang ayah yang tampak menaruh kedua telapak tangannya di depan lutut. Pria paruh baya dengan kaos Polo hitam itu membuka suara. "Gimana?"

"Iya." Arcas tampak mengangguk seolah paham dengan apa yang dimaksudkan oleh Karma sekarang. "Sudah, Om, dan mau meminta izin di depan putri Om."

Karma mengangguk cepat dengan dagu yang sedikit terangkat. Ya ampun, bangga sekali rasanya memiliki menantu seperti Arcas. Ia yakin, pasti cowok itu dapat membawa Nebula menuju karakter yang lebih baik dan membanggakan.

"Sebenarnya tak perlu, karena sejak Nebula menampakkan wajahnya ke dunia pun, saya dapat menebak siapa jodohnya," ucap Karmayanto santai yang berhasil membuat sang putri terbelalak.

Arcas tak henti-hentinya tersenyum. Memang tak salah pilih calon mertua. Walau dalam pembuatan proposal, hal-hal yang diucapkan oleh Karma termasuk pembuangan kata-kata, tetapi untuk kali ini cowok itu maklum. Tak apa khusus Karma.

"Emang jodoh Kakak siapa, Ayah?"

"Arcas. Siapa lagi?"

Seketika Nebula terdiam seribu bahasa. Menatap sang ayah kikuk, lantas berganti melirik ke arah Arcas yang entah rasanya bangga sekali atas pencapaian mereka hari ini.

🐷🐷🐷

"Pokoknya kita belajar," ucap Arcas sambil mendaratkan bokongnya di atas sofa ruang tamu milik Nebula.

Nebula yang baru saja meletakkan semangkuk popcorn karamel di atas meja pun langsung membeku dalam hitungan detik, lantas menoleh—melirik Arcas yang sudah menyimpulkan kaki sambil menyilangkan kedua telapak tangan di belakang kepala. Lelaki itu tak bergerak, apalagi berniat untuk menoleh dan melihat bagaimana reaksi Nebula saat itu.

Ya ampun, Nebula sendiri pun bingung ia punya dosa apa. Bisa-bisanya di hari pertama jadian dan mendapat restu dari Karma, tetapi cowok itu sudah berniat untuk memulai hari dengan kesuraman.

Arcas tersenyum miring, lalu mengambil sebuah remote dan membuka saluran Netflix untuk mencari film terbaru yang bisa menantang adrenalin. Dengan santai cowok itu terus menekan tombol panah kanan dan menyeleksi film sesuka hati.

Sementara Nebula yang hanya bisa terduduk diam dan berpasrah pada sang pengendali di ruangan pun akhirnya melipat kedua tangan di depan dada seraya menyenderkan kepala ke belakang sofa.

Selang tak lama, Arcas buru-buru bangkit mematikan lampu—memanfaatkan sisa cahaya yang masuk melalui sela gorden. Lelaki itu lantas kembali terduduk saat layar televisi sudah menampilkan wajah pemainnya.

Keheningan pun mulai terjadi di antara mereka. Namun, tanpa Arcas sadari, ada sebuah mata yang memicing dan melempar tatap ke arahnya sinis.

"Kak!"

"Apa? Belom ada setannya."

"Mana subtitlenya?"

"Nggak ada. Habis ini lo jelasin tokohnya ngomong apa aja."

"Ih! Gue ini pacar lo bukan sih?"

Arcas mengangguk pelan sebelum akhirnya kembali fokus pada putaran adegan yang ia rasa lebih seru dibanding mendengarkan ocehan gadisnya. Menurut penelitian yang ia baca, ada beberapa gaya belajar yang efektif, dan menurutnya menonton tanpa subtitle bisa membantu perkembangan otak agar mau mencerna dan menyimak dengan baik secara detil pada tiap adegan yang dilakukan.

Nebula berdecak sebal. Kalau tahu seperti ini, lebih baik dirinya enggak usah mengiyakan ajakan Arcas untuk menonton sambil makan popcorn.

"Do you know how much I love you?" tanya Arcas sambil menekan tombol jeda.

Di mana-mana selalu saja disiksa dengan alasan belajar bahasa Inggris itu penting, begitu kata Arcas. Cuman Nebula juga bukan robot atau Tuhan yang bisa sempurna di segala bidang, lebih tepatnya memiliki niat dan pikiran. Soalnya menjadi influencer yang harus melakukan endorsement setiap hari itu melelahkan, dan untungnya mereka tidak pernah menuntut untuk berbicara bahasa inggris.

Nebula terdiam, sama sekali tak mengerti apa yang Arcas ucapkan. Di benaknya hanya ada arti "Aku cinta kamu", tapi yang empat kata pertama itu artinya apa? Dia yakin, ini pasti kata-kata yang romantis walau sedikit mistis karena di dalam film ada sebuah adegan pria yang sedang mengatur napasnya usai dikejar hantu dan menyuruh gadisnya pergi kalau dari gerak-geriknya.

"Lo cinta gue sampe akhir hayat, jadi biar enggak bahaya, lo pergi!" seru Nebula mantap sampai tak sadar ia sedikit mendongak.

"Gue jitak juga lama-lama, Bul."

"Apa? Gue bener 'kan? Elah ... jawab aja iya, sih, jadi pacar itu harus romantis!"

Arcas terdiam, kemudian mengambil remote dan kembali memutar tayangan Netflix. Baiklah, daripada berdebat, lebih baik ia menutup mulut sebelum mood menontonnya hilang.

Dalam diam Nebula mengembuskan napasnya kasar. Entah rasanya berpacaran atau tidak, rasanya sama saja. Tak ada yang berbeda, hanya saja lelaki itu sedikit lebih peka dan memberinya waktu 'tuk bersantai. Aneh, kenapa juga dia menerima Arcas tadi? Cuman jujur saja, kalau Arcas hilang dari sudut mata satu inci pun, ia pasti berlari ke sana kemari mencarinya—siapa tahu ditelan harimau—nanti enggak bisa ketemu lagi, bisa gila kali dirinya.

"Kak."

"Waktu gue ngajuin proposal, gue diem karena pak kepala sekolah butuh konsentrasi. Sama kayak sekarang, nonton juga butuh konsen, nggak boleh ngajak ngomong. Nanti lo nggak bisa pas gue suruh ringkas filmnya tentang apa."

Oke, baik Nebula anak cantik anak baik harus sabar walau jemarinya mulai berlari ke atas meja 'tuk mengambil popcorn. Namun, sebentar ... kenapa permukaan yang ia sentuh mendadak datar?

Kedua bola matanya melirik ke arah Arcas yang masih kosong, tak ada sedikitpun jejak atau bayangan mangkuk popcorn yang sudah ia siapkan tadi.

"Kak ... popcornnya hilang." Beberapa guratan halus sontak muncul di pelipis milik Nebula. Pelan tapi pasti, ritme jantungnya mulai berdetak lebih cepat secara perlahan.

Popcorn nebul ilang ke mana ya

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top