📜37. Ada Hantu

"Buruan."

Sontak saja kedua bola mata Nebula kembali terbelalak. Ketika dirinya melirik ke arah samping, bukan ruang OSIS yang ia lihat, melainkan pintu gerbang sekolah yang entah sejak kapan sudah ia pijak bersama Arcas.

"Lo bukan mau rapat?"

Arcas menggeleng, lantas menyelipkan jarinya ke sela jemari milik Nebula, dan menarik gadis itu ke area parkiran motor.

"Mau bolos rapat?" tanya Nebula yang masih tak mengerti.

Arcas justru terdiam, kemudian mengambil sebuah helm yang sengaja ia gantung di kaca spion sebelah kiri, dan memberikannya pada gadis berponi rata itu. Ya ... Nebula masih sibuk menatap kosong ke arah wajah Arcas yang sedang fokus melihat ke depan sambil menunggu gadisnya naik ke atas motor.

"Naik."

"Mau ke mana, sih, Kak?"

"Ikut aja. Nggak usah komen biar bisa cepet bobo. Ntar dicariin Nash, gue yang ditimpuk."

"Ih!"

"Iya, lo tuh suka banget keluyuran, pulang malem, tapi nggak pernah istirahat."

"Sotoy!"

"Kalau mau jadian sama lo 'kan emang harus sotoy."

Apa? Nebula tidak salah mendengar 'kan barusan? Heh, jantungnya udah mulai berdebar ini, bahkan ia semakin membeku di tempat, merasa tak yakin dengan apa yang Arcas ucapkan. Cowok itu masih terlihat tenang sambil menatap kaca spion, menunggu gadisnya 'tuk naik walau rasanya ingin menggendong supaya cepat.

Nebula mengerjapkan mata beberapa kali, lantas melirik ke arah kiri dan kanan—siapa tahu ada cewek lain yang memang dituju oleh Arcas, si Salah misalnya, bisa jadi setelah berpasangan dengan Arcas selama OSIS, keduanya terjalin cinta lokasi.

Namun, ada satu hal yang harus Nebula sadari, Arcas tak pernah bermain dengan ucapannya, sungguh berbeda dengan dirinya yang sedikit demi sedikit hanya bisa mengancam demi keselamatan jiwa dan raga.

"Lo latihan ngomong ke siapa?" tanya Nebula dengan wajah polos.

"Siapa pun yang akan jadi jodoh gue di masa depan."

Entahlah, tetapi rasanya sedikit ada rasa jatuh dari tebing yang merekat kuat pada otak cewek itu. Ia pikir, ah tapi kenapa harus berharap pada sesuatu yang tak pasti? Kalau memang Arcas serius, seharusnya cowok itu tidak bertele-tele. Lagian ya ampun, oke enggak boleh over percaya diri. Siapa tahu Arcas itu memang tipikal cowok penggoda yang bersembunyi di balik topeng pemarahnya.

"Naik, buruan. Ntar keburu sore."

Nebula sontak menatap ke arah arloji yang ia kenakan, masih pukul tiga sore dan itu masih jauh dari jam tutup semua kafe di ibu kota. Ke mana lagi Arcas mengajaknya pergi kalau bukan ke kafe atau rumah?

"Bentar. Lo nggak ngajak gue ke rumah Miss. Sunshine buat belajar atau remedial secara privat 'kan?"

"Itu tau."

"Yang bener! Ih, kalau begitu, gue nggak usah ikut aja, deh. Sana sendirian!"

"Cepet naik, apa gue gendong?"

"Iya, iya. Sabar!" balasnya sambil menepuk pelan bahu Arcas.

Memang, ya, kalau kata orang-orang cewek itu enggak sabaran, pasti mereka belum ketemu sama cowok berjas biru dongker yang sudah siap dengan helmnya ini. Lihat saja, kalau dibuat perbandingan atau survey, pasti semua anggapan masyarakat terhadap perempuan akan berubah. Bila perlu, kita adakan saja tes kesabaran. Nebula yakin bahwa ialah pemenang dari segala tes.

"Buruan, jangan bengong mulu."

"Sabar anjir!" Heran, kalau bukan karena suka berdekatan walau harus sering mengelus dada, akan ia tendang cowok ini ke Samudera Hindia biar dimakan hiu kalau ada!

"Mau ke mana, sih, Kak?"

"Ikut aja. Nggak usah tau."

Lagi dan lagi, Nebula hanya berdecak dengan bibir mengerucut sambil melipat kedua tangan di depan dada. Entah sejak kapan Nebula pun lupa dengan ancamannya yang selalu lenyap dari pikiran tiap kali bertemu dengan Arcas akhir-akhir ini.

Sepanjang jalan gadis itu terus terdiam, menikmati angin sepoy yang meniup helai demi helai ujung rambutnya yang tidak terlindungi oleh helm putihnya. Bola matanya ia putar dengan malas kala matanya tak sengaja bergerak ke arah punggung Arcas yang dilapisi oleh bomber hitam.

Bukannya meminta maaf, tetapi Arcas malah masih hobi menutup mulut tanpa ada niat untuk membujuk. Setidaknya belikan Nebula es krim gitu agar mood-nya bagus lagi. Tapi sepertinya, percuma pula ia berharap pada kulkas suhu tinggi yang tak pernah bisa ditebak bagaimana sikapnya.

Kalau misal Nebula pun mau mengikuti kata-kata Arcas dan mengomel sepanjang jalan, ia juga bisa! Tapi kenapa rasanya kali ini ia malah terdiam dan memendam semuanya sendiri?

Tiba-tiba saja, Arcas mendadak menggerakkan bola matanya ke arah kaca spion, mengintip gadisnya yang diam-diam ikut memperhatikan tiap gerak-gerik cowok itu.

Ya ampun, bukannya semakin kesal, kenapa jantungnya jadi berdebar seperti ini? Sudut bibirnya yang ia tekuk malah berubah jadi seulas senyum yang entah sejak kapan ia buat. Dibalas pula sama si Arcas.

"Nggak usah manyun terus."

"Suka-suka gue!"

"Senyum kayak gitu baru cantik."

"Gombalin aja terus, ya, anak orang. Dipikir dia bisa nahan baper kali." Eh, tunggu, apa yang ia ucap barusan? Heh, sumpah Nebula baru sadar. Matanya mendadak terbelalak, lantas menutup mulutnya erat—tak mau membiarkan Arcas tahu tentang rahasia hatinya.

"Hati gue barusan ngadu, katanya dia nggak kuat LDR-an sama punya lo, minta disatuin sama si pemilik, tapi enggak tau yang punya peka apa enggak."

"Apa? Nggak kedengeran lo ngomong apaan, Kak!"

Dalam diam Nebula memejamkan mata, membayangkan bagaimana nanti ia diperlakukan oleh Arcas saat sudah menjadi pasangan nanti. Apakah akan dipenuhi oleh gombal atau justru sama seperti sekarang? Menyebalkan gitu.

Stt ... iya, emang dia bisa dengar dengan jelas apa yang Arcas ucap, tapi kalau ternyata cowok itu lagi melantur dan berbohong, bagaimana? Bisa saja sekarang Arcas hanya mengecek mood-nya Nebula sekarang. Terus waktu sudah turun, ia mendadak lupa dengan apa yang sudah diucapkan saat mengendarai motor. Kan cowok suka begitu!

Lagi dan lagi, perjalanan mereka kembali dirampas oleh kesunyian. Membuat kedua insan yang masih menikmati tiap embusan angin itu menatap ramainya kota metropolitan di jam-jam yang hampir mendekati waktu pulang kerja.

Tiba saatnya mereka sampai di sebuah pekarangan rumah yang penampilannya tampak seragam. Arcas memberhentikan motornya tepat di depan pintu lipat panjang berwarna putih yang bersebelahan dengan sebuah pintu kecil biru tua di sana.

Memandangi cat rumah yang serba warna biru dan tampak minimalis, rasanya jiwa kepo gadis itu semakin memberontak hebat. Ia berjalan ke area rerumputan hijau yang ditumbuhi oleh satu buah pohon yang menghadap ke arah kaca kecil.

Tubuhnya berputar—menyaksikan area perumahan yang begitu sepi. Beda sekali dengan rumahnya—kalau dia sampai, pasti disambut oleh seorang gadis kecil imut.

"Ini rumah siapa? Bukan markas preman, 'kan?"

Astaga, sampai lupa Nebula untuk ber-overthinking. Tunggu ... enggak boleh ada sejarahnya berperasangka baik pada seorang cowok. Nanti kalau ternyata Arcas menjebaknya dan membawa gadis itu masuk, lalu diikat dengan tali dan dibunuh, bagaimana?

Sontak saja sekujur tubuh gadis itu mendadak bergetar kala membayangkan apa yang terjadi selanjutnya. Sampai-sampai Arcas yang baru saja menaruh helm di atas kaca spion pun menggelengkan kepala dan meninggalkan gadis itu sendirian.

"Lo mau ikut masuk atau bobo siang di rumput?"

Nebula memutar kedua bola matanya malas, kemudian sedikit menghentakkan kaki ke atas lantai setelah akhirnya berjalan masuk mengikuti cowok itu. Ya ampun, untung saja tampan walau poninya alay. Nebula janji, kalau memang ia dijodohkan oleh takdir dengan Arcas, maka akan ia pangkas itu poni agar tidak mengikuti tren cowok korea. Dari wajah saja berbeda jauh, malah sok ikut-ikutan!

Melihat Arcas yang melepas sepatu pantofel hitam dan menaruhnya tepat di atas rak, entah kenapa, Nebula justru menggelengkan kepala pelan. Ya Tuhan, kenapa rapi sekali cowok itu? Tunggu ... apa jangan-jangan ini pencitraan?

"Bengong mulu kesambet penunggu di sini baru tau lo."

"Kak Arcas!"

Senyum simpul cowok itu mendadak terbit, memamerkan sederet gigi putihnya yang bersih seperti iklan Pepsoden.

Pasti, ia yakin, akan ada seorang gadis yang melompat ke tubuhnya dan memaksa agar cowok itu mau mengusir tiap makhluk halus yang ada di sana.

Ini ... bagaimana kalau ternyata benar-benar ada hantu di sini? Rasanya seperti ada sesuatu yang menyumbat pernafasannya sekarang. Sekeras mungkin gadis itu berusaha, tetapi kenapa jantungnya malah semakin cepat berdetaknya?

"Kak, jangan masuk dulu!"

"Gue nggak percaya lo bakal jadi kakak yang baik buat Nash."

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top