🛵36. Nggak Usah Pacaran Dulu

Kalau dihadapkan pada dua pilihan, mana yang kamu pilih? Menuruti kata hati atau justru perintah ayahmu?

"Hari ini kita mau ngapain di ruang OSIS? Gue udah siap 45 buat jadi mbak!" seru Nebula.

Entah mengapa, hari ini gadis itu begitu bersemangat. Seperti ada suatu rasa hampa yang mengganjal tiap kali dirinya tak melihat Arcas walau hanya sebentar.

Cowok yang tiba-tiba saja berdiri diam sambil menatap gadisnya itu pun masih tak bersuara. Ia masukkan kedua tangannya ke dalam saku celana, lantas menggeleng.

"Nggak, lo balik dan bobo siang. Habis itu gue samperin ke rumah dan kita belajar."

"Nggak mau! Nanti lo bohong!"

Arcas tampak mengembuskan napasnya kasar, lalu melintas dari sana tanpa mempedulikan bagaimana Nebula menghentakkan kaki ke atas lantai seraya mengepalkan tangannya di udara.

"Kebiasaan! Tinggalin terossss!"

Seperti ada magnet dari kutub selatan yang menarik bagian utara, sontak saja lelaki berponi ala cowok-cowok korea yang tampan seperti sosok figuran pemberi kartu bermain di Squid Game itu berbalik. Saatnya jurus kesabaran ia gunakan sebelum emosinya meledak.

Inget, Arcas. Kalau mau berhasil, lo nggak boleh galak.

"Ya udah, nanti gue sewain ayah kingkong biar diculik, terus nangis. Biar kingkongnya viral."

"Kak Arcas mah, jangan begitu." Nebula melangkah gontai menghampiri Arcas yang mengulas senyum dari seberang sana.

Ya Tuhan, tolong, ini Nebula juga bukan sengaja buat berjalan, tetapi seperti ada hawa-hawa Adam dan Hawa yang berkumpul di Taman Eden. Terus ia pegangi pula dadanya yang mungkin kalau ditempeli stetoskop dan mikrofon, ada suara detakan yang begitu kencang.

Tak hanya itu, kalau kalian sedang melakukan rontgen, akan ada banyak kupu-kupu yang berterbangan di area lambung, usus buntu, baik jangan pernah menyalahkan penulis yang merupakan anak kelas sosial dan malas melakukan riset untuk hal ini, terima kasih.

Kedua sudut bibir Nebula pun ia paksa 'tuk bergerak turun agar tak berkata jujur soal apa yang para organ rasakan dari dalam tubuh. Tunggu ... jangan-jangan kalau Arcas itu anak IPA, dia bisa membaca atau mendengar setiap dialog yang dilakukan oleh organ? Bahaya!

"Stop."

Benar, Nebula langsung berhenti.

"Kalau lo maju—"

"Nanti gue panggilin Miss Sunshine yang udah lama enggak bawelin si Nebula karena udah percaya sama seorang Arcas dan memilih rebahan di kantor sambil meriksa Tinder," potongnya. Iya, apalagi yang akan diucapkan selain kalimat menyeramkan itu?

"Bukan. Jangan sok tau."

"Iya, maafin."

"Entar gue gagal."

"Hah?" Sebentar, apa maksudnya? Gagal? Apa jangan-jangan Arcas berniat melakukan tindakan pelecehan, tetapi menggunakan teknik surprise?

Nebula mengerjapkan mata beberapa kali. Berusaha mengatur napas agar keadaan menjadi lebih tenang bagi dirinya sendiri. Oke, kata Ayah, enggak boleh suudzon biar masuk surga.

"Dalam pengajuan proposal, biasanya bagian latar belakang adalah hal yang paling penting, sementara pengesahan dari kepala sekolah adalah hal yang dinantikan.

Seandainya lo maju, sama aja lo udah ngelewatin bagian anggaran dana, kesimpulan, susunan panitia. Gue jadi merasa kalau mencin ... eh, ngemilikin lo, jadi berasa instan kayak bikin indomie karena enggak melalui proses yang panjang."

Enggak paham, jujur. Nebula sendiri pun sudah mengerutkan dahi sambil menggelengkan kepala. Kenapa gombalan Ketua OSIS yang tampak depresi karena proposal atau acara selalu menggunakan bahasa berbelit-belit walau untuk membuat seorang perempuan tersenyum?

"Oke, gue ganti."

"Hah?"

"Nggak usah bingung, gue emang enggak jago gombal, bahkan nggak bisa. Cuman satu hal yang gue bisa, berjauhan sama lo."

"Kok gitu!"

"Iya, kalau kita sebelahan, nanti cintanya jadi overload."

Ya ampun, kenapa Arcas jadi begini sekarang? 'Kan Nebula jadi bingung harus berbuat apa selain menahan senyum di balik wajah yang ia sembunyikan. "Kak Arcas! Nggak boleh gitu, nanti gue jadi seneng!"

Ekhem!

Sebuah dehaman sontak membuyarkan lamunan keduanya. Sontak saja Nebula menoleh, lantas mengembuskan napasnya kasar. Memang, ya, selalu menjadi pengganggu di mana pun dan kapan pun! Tak pernah sekali pun membuat siswinya bahagia, padahal juga bukan sedang KBM.

"Arcas, kalau Nebula enggak nurut sama apa yang kamu ajarkan, atau tidak mau mendengarkan, boleh kasih tau saya."

"Siap, Miss Sunshine. Apa perlu saya buatkan laporan belajarnya?"

"Tidak perlu. Silakan, kamu boleh pergi, biar saya bicara berdua dengan manusia penting ini."

"Baik, permisi kalau begitu."

"Guru rese," desisnya.

"Hai, Nebula. Apa kabar? Sudah lama kita enggak berbincang berdua, loh."

Nebula sontak memutar kedua bola matanya malas, kemudian berputar posisi dan mulai melangkah maju 'tuk menyusul Arcas yang entah sejak kapan sudah berdiri di depan sana.

"Anak sekarang beraninya lari-larian, ya. Jangan lupa remedial besok pulang sekolah. Nilaimu masih belom sampe KKM."

Mengembuskan napasnya kasar, tak lagi mau mencari masalah dengan singa betina satu itu, ia lanjutkan saja langkahnya yang sempat terhenti. Biar saja Miss. Sunshine mengoceh dalam hati sampai bel pulang sekolah sekalian! Memang, enggak pernah punya kerjaan itu guru.

"Kak Arcas, tungguin!"

"Pacaran aja bisa, belajar nggak bisa."

Baiklah, Nebula. Tahan dirimu 'tuk tidak mengacungkan jari tengah dari balik punggung. Sekuat mungkin gadis itu menahan segala amarah yang ada di dada sembari memejamkan mata sesekali. Oke, demi orang yang sudah hampir pergi bersama malaikat maut, dirinya harus menjadi anak baik agar tak dikatakan kejam oleh malaikat karena sudah menertawakan calon penghuni neraka.

🌻🌻🌻

"Menurut Ayah, Kak Arcas itu orangnya gimana?" tanya Nebula yang sedang terduduk di sofa ruang tamu sambil menatap ke arah televisi besar di hadapannya.

Karma sontak menaruh sebuah remote hitam di atas sofa berkulit cokelat yang ia tempati bersama putri sulungnya. Embusan angin dari pendingin ruangan yang merekat di bagian atas televisi pun malah membuat pria paruh baya itu mengambil secangkir kopi hitam di hadapannya. Iya, sudah dingin.

Karma meneguknya dengan perlahan, kemudian menoleh ke arah Nebula yang masih melipat kedua tangan di depan dada. Membuat sang ayah mengusap lembut puncak kepala gadis berkaos kuning muda polos dengan gambar matahari kecil di tengahnya.

"Cocok untuk jadi kakak kamu."

Ih, rasanya ada yang kurang. Bukan itu yang Nebula mau dengar. Harus ada kata lain yang lebih menggugah selera untuk membuat tangannya mengambil setoples kuping gajah di atas meja.

"Keningnya tiba-tiba berkerut. Ayah tau, pasti mau jawaban lain."

"Hehehe ... tau aja."

"Memang Kakak merasa nyaman enggak sama dia?"

Nebula mengangguk cepat. "Berasa punya pengawal bermanfaat tau, Yah."

"Masa? Perasaan tiap kali ke sini, kalian bersntem terus."

"Sekarang udah beda, Ayah. Dia udah kayak asisten pribadi, kemarin aja ngintil ikut photoshoot bareng Wolles."

"Menurut Ayah, sih, mending nggak usah dulu."

"Kenapa?"

Hai, apa kabar?

Baik-baik saja?

Pura-pura baik-baik saja?

Stay strong, Dear.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top