🌤35. Maafin, ya

"Maafin gue, ya, Kak," ucap Nebula tiba-tiba sembari menyejajarkan langkahnya di samping Arcas.

Sebentar ... mengingat apa yang sudah terjadi kemarin malam, rasanya cukup memakan waktu bagi Arcas untuk mengernyitkan dahi sambil berjalan di lorong SMA Daun Biru. Lelaki itu tampak terdiam untuk beberapa saat, masih tak bisa mencerna apa pun yang Nebula ucap barusan.

Oh, apa jangan-jangan gadis itu sadar dan merasa bersalah jikalau dirinya itu sudah membuat Arcas merasa tak nyaman di sana? Lagi pula, siapa suruh berbincang manis dengan pria-pria jelek di sana. Memangnya, Arcas suka kalau gadisnya terlihat dekat dengan pria lain!

"Lo pasti kesel karena pulang kemaleman dan ... nggak bisa belajar." Nebula sedikit menundukkan kepala, lantas menautkan kedua jari telunjuknya di depan dada sambil memanyunkan bibir tak enak hati.

Sontak saja Arcas mengembuskan napasnya kasar, lantas melangkah lebih cepat—beberapa kali lipat dari sebelumnya—hancur sudah ekspektasinya. Kenapa tak kalimat lain coba yang keluar?

"Woi! Dimaafin kagak!"

🧁🧁🧁

"Gimana Nebul, kemaren enak enggak photoshootnya sama Kak Arcas?" tanya Asya yang sedang menopang dagunya di atas meja Nebula secara tiba-tiba.

Nebula yang baru saja mendaratkan bokongnya di atas kursi pun terdiam, lantas tanpa sadar gadis itu melempar tasnya ke hadapan wajah Asya.

"Aww ... Nebul!"

"Eh?" Astaga, apa yang ia lakukan? Sontak saja gadis itu membelalakkan mata lebar sambil bangkit dan menepuk pelan wajah Asya yang masih ditutupi oleh kedua telapak tangannya. Semoga, dahi sahabatnya yang memiliki rupa tak jauh beda itu tak mengeluarkan cairan kental merah atau jangan-jangan penyok!

"Sya nggak apa?" Nebula mengerjapkan mata beberapa kali, lantas meneguk salivanya susah payah. Ya ampun, kalau sampai ini terjadi, terus Asya dendam, walau mereka sudah saling mengenal selama beberapa bulan, tetapi tidak ada yang tahu isi hati seseorang.

Dari balik sana, Asya terus memejamkan mata sambil merapal doa. Semoga ... kali ini bukan Arcas yang datang dan menepuk wajahnya seperti bagaimana cowok itu memperlakukan Nebula. Siapa tahu, cowok itu ternyata memiliki dendam karena dirinya kemarin sempat memaksa ikut. Oke, ini tidak mungkin terjadi, dan ia akui sifat overthinking Nebula memang suka menular.

"Sya, muka lo peang atau berdarah? Aduh, maaf khilaf."

"Sya nggak apa-apa. Cuman kaget," balas gadis itu sambil menurunkan telapak tangannya ke meja. Tak dapat dipungkiri bahwa wajah gadis itu sudah tertekuk sambil melirik Halona yang lagi dan lagi sibuk dengan layar ponsel dan takpak serius mengetik sesuatu di sana.

"Ona kenapa sibuk banget, sih, sama hp? Emang temen Ona cuman hp?" protes Asya tiba-tiba. Entah rasanya merasa tak diperhatikan oleh gadis berkucir satu itu, seharusnya kalau Halona ada di sini, nanti ada yang menangkis lemparan tas maut Nebula. Jujur saja, sedikit ada rasa ngilu si wajahnya walau masih bisa dikatakan baik-baik saja.

"Nggak tau, tuh! Kebiasan dia emang. Nanti kalau ketinggalan gosip baru tuh ngerengek, apalagi kalau bahas soal Arcas, mendadak jadi nomor satu!"

Merasa diperbincangkan, gadis itu pun mendongak sambil memamerkan sederet gigi putihnya. Oke, ia sadari dirinya sedang tidak fokus hari ini karena terlalu banyak hal yang akan dikerjakan nantinya.

Dengan perlahan Halona pun bangkit dan menarik kursinya yang masih setia terdiam beberapa keramik dari meja Nebula untuk bergeser mendekati sajabat-sahabatnya.

"Iya, ada apa?"

"Telat!" sahut Nebula kesal. Lagi pula, ini bukan yang pertama kali bagi Halona untuk sekedar fokus pada ponsel sampai lupa bahwa ada orang-orang yang mau berbincang dengannya.

"Ona jangan-jangan pacaran sama Kak Arcas, ya!" tuduh Asya tiba-tiba.

Halona sontak menarik kepalanya ke belakang kala mendengar apa yang Asya ucap barusan, kemudian menggeleng cepat sambil memejamkan mata. "Amit-amit!"

"Siapa tau aja 'kan? Soalnya kalian berdua tuh aneh."

"Hm? Enggak. Gue nggak ada apa-apa."

"Yakin?" balas Nebula yang awalnya masih merapikan poni dan langsung menoleh cepat. Enak saja, akan ia jadikan ini semua persaingan. Siapa yang boleh dekat-dekat sama Arcas? Dirinya sudah rela menjadi asisten pribadi agar bisa bersama lebih sering karena merasa dilindungi.

Halona mengangguk dengan mata terbelalak lebar. Masih tak menyangka, ih tak akan pernah ia mau menjadi pacar Arcas. Sudah susah-susah pula dirinya menjadi tim hore Nebula sama Arcas, masa jadi dia yang punya hubungan special?!

"Udah ah, gue mau ke tempat Kak Arcas aja. Mau kasih ilmu santet biar lo nggak bisa deketin dia," ucap Nebula yang langsung bangkit dan pergi begitu saja.

Bukannya memanyunkan bibir atau bagaimana, Halona justru tersenyum puas sembari mengacungkan jempolnya di udara. Benar, itu adalah pilihan yang tepat dan harus diambilnoleh Nebula.

"Temen Sya aneh semua." Asya tampak menggelengkan kepala, sebelum akhirnya memilih untuk berbalik posisi dan menatap layar ponsel demi memperbaiki pandangan mata yang sudah tercemar akan noda.

"Sya, gue mohon banget sama lo buat dukung Nebul sama Arcas, gila gue yakin banget kalau mereka bakal jadi couple goals paling diminati satu dunia!" seru Halona sumringah.

"Hm. Terserah Ona aja. Sya ngantuk! Bye!" Asya langsung menguap lebar-lebar, lantas menelungkupkan kepalanya di bali kedua lengan tangan yanh ia lipat 'tuk dijadikan bantal.

Jujur, Asya sendiri pun tak paham ada apa dengan sahabat-sahabatnya sampai mendadak aneh kala nama Arcas tersebut. Apakah iya, dirinya harus ikut aneh agar nyambung atau mungkin bisa menebak
pikiran supaya tak merasa seperti orang asing?

✨✨✨

"Kayaknya akan terlalu lama dan makan waktu banget misal lo kayak gini terus, Kak."

Entahlah, Arcas sendiri pun bingung harus mengambil langkah apa sekarang. Lelaki itu tampak terdiam sembari mengembuskan napasnya kasar. Menaruh kedua telapak tangan di atas lutut sambil menatap ke arah dedaunan hijau yang sibuk melambai mengikuti arah angin di halaman sekolah.

"Nggak gampang buat ngelakuin itu, semuanya butuh proses, Avisya."

Gadis yang duduk di sebelahnya itu pun ikut menggelengkan kepala kebingungan. Tak tahu harus sampai kapan Arcas akan seperti ini terus, padahal sudah banyak hal-hal genting yang harus segera diselesaikan dalam waktu dekat.

Ini memang bukan masalah sepele, apalagi dari awal pertemuan, semua pertanda semakin terlihat jelas dan mereka berdua pun yakin kalau akan ada sesuatu yang tak terduga di balik ini semua.

"Woi! Gue cariin lo dari tadi ke mana aja!"

Sontak saja kedua manusia yang sedang duduk di taman itu menoleh.

"Gue duluan, ya, nanti kita bahas lagi," ucap gadis bermanik cokelat yang langsung bangkit dan melewati Nebula begitu saja.

Arcas mengangguk pelan. Tak mempedulikan seberapa banyak guratan yang timbul di dahi gadis berponi rata itu. Dengan seribu langkah Nebula pun berlari kecil dan terduduk di samping Arcas. Terus menatap cowok itu dengan kedua mata yang membulat, lantas mengangkat kedua tangannya di udara seolah meminta penjelasan terkait apa yang terjadi barusan.

Kenapa, kenapa, dan kenapa? Ya ampun, bahkan dirinya sendiri pun merasa bahwa ialah satu-satunya orang yang tak diberi tahu soal sesuatu. Apa, sih, yang terjadi sebenarnya?

"Nggak usah sok bingung, nanti cantiknya nambah."

"Hah? Apa? Ulang!" titah Nebula tak mau dibantah. Apa? Dia enggak salah dengar? Itu Arcas kenapa, deh?

Heh, ya ampun, astaga kalau kayak begini caranya, Nebula jadi bingung caranya menarik kedua sudut bibirnya agar kembali normal, iya enggak usah tersenyum sendiri.

"Only one chance for you to hear that, Beautiful Girl."

"Hah? You speak what-what la?"

"Semua pelajaran inggris yang gue ajarin ke lo, lupa semua?"

Nebula mengangguk pelan dengan mata yang ia bulatkan sambil mengerucutkan bibir.

"Nggak usah bikin gemes!"

"Biarin!"

"Gue cubit pipi lo lama-lama."

"Nggak boleh, yang kemaren aja masih sakit."

"Halah, lebay!"  balas Arcas yang tiba-tiba saja bangkit dan menarik kedua benda kenyal yang elastis bagai permen karet itu.

"Al-ka-s!"

"Bye! Pulang nanti belajar sama gue. No penolakan." Dengan santai pula Arcas pergi dengan wajah tak bersalah. Membiarkan gadisnya sendirian terduduk di taman dalam keadaan setengah menyesal karena sudah menghampiri cowok yang ia sendiri pun tak tahu tujuannya mencari Arcas itu apa.

"Tapi ... kok bisa ada dia ya? Ya Tuhan, masa gue harus viralin orang beneran biar pada ngaku anjir."

"Aduh!"  ringisnya.

Apaan itu? Sontak saja sang pemilik raga menoleh ke arah samping. Mengambil sebuah bola kertas yang sudah diremas penuh minat itu, lantas membacanya dengan perlahan.

"Jangan pernah lo coba buat cari tau."

Hai, apa kabar?

Gimana harimu hari ini?

Pura-pura baik-baik aja?

Apa kayak Nebul yang masih gemoy-gemoyan?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top