🫐32. Baling-Baling Bambu
"Ngapain coba naik ginian!" protes Nebula saat keduanya tengah berdiri di lapangan luas yang sudah dihuni oleh beberapa paralayang di sana.
Lutut gadis itu seketika lemas melihat bagaimana orang-orang yang baru saja berlari bersama seorang pilot di belakang dan mengambang di udara. Oke, walau dulu pas kecil dirinya pernah bercita-cita terbang menggunakan baling-baling bambu, tapi kali ini ia menyerah duluan.
Nanti kalau misal waktu di udara, Nebula jatuh, bagaimana? Nasib Nash sama ayah yang pasti sudah menunggu kepulanganya di rumah pasti akan berduka yang teramat dalam, apalagi para Bul-Bul.
Di saat-saat seperti itu, Arcas justru tertawa. Membuat gadisnya yang memanyunkan bibir pun langsung berjalan meninggalkan tempat itu. Biar, main saja sendirian sana!
Namun, seolah tak mau kalah dan membiarkan gadisnya lolos begitu saja, jemari Arcas justru mencapit bagian topi di hoodie milik Nebula sampai langkah gadisnya terpaksa terhenti begitu saja.
Nebula menoleh. Jujur saja, jantungnya berdebar cukup kencang saat ini walau matanya terus memicing. "Ah, udahlah, gue ngambek aja!"
"Sana. Nggak akan ada yang peduli."
"Ih! Kak Arcas! Lo nggak peka banget, sih! Di mana-mana tuh ditahan, digandeng ceweknya!"
"Loh, katanya mau pulang? Ya sana, jalan kaki dari Puncak ke Jakarta. Kuat enggak tuh?"
Sembari mengelus dada, gadis itu terus berucap, "Astagfirullah, astagfirullah, astagfirullah, berilah saya kesabaran sebelum ambil hp buat rekam kelakuan cowok ini ya Tuhan."
"Sana, nanti gue tarik lo ke loket biar main terbang-terbang di udara," ancam Arcas tak mau kalah.
Entah enggak bisa kering apa bagaimana, tapi yang jelas sedari tadi si Arcas masih sibuk tertawa kecil melihat Nebula. Memang, ya, benar kata orang, semakin kaum Adam dan Hawa berdekatan, maka tak mungkin hanya sebatas "teman".
"Kebun teh aja, yu, jalan-jalan." Nebula mengajak lelaki itu dengan mata berbinar, lantas melukiskan senyum selebar mungkin—berharap Arcas akan mengangguk dan meninggalkan tempatnini sesegera mungkin.
Jemari Arcas justru terangkat ke udara, dari yang semula sempat dilipay di depan dada kala menerima penolakan, cowok itu sekarang malah kembali menarik topi gadisnya hingga posisi mereka pun saling memunggungi satu sama lain.
Dengan cepat lelaki bermanik cokelat dengan sedikit eyelid itu berjalan.
"Kak, ih, jangan kayak anjing gini guenya!"
"Masa bodo."
Ia jalan saja terus sambil menaruh tangannya di belakang kepala agar Nebula terus berjalan mundur sambil memanyunkan bibir. Biar saja, kan kata Nebula, ia akan membuat Arcas viral, ya ... sekarang Arcas buktikan. Nanti akan banyak yang merekam, terus berita keduanyabheboh di mana-mana.
Mumpung mood Arcas juga masih merajuk pada susana liburan dan tidak ingin diganggu oleh siapa pun, maka kali ini dirinya membebaskan sang gadis untuk mengajaknya melakukan apa pun sebelum memasuki hari Senin.
Besok-besok, jangan harap dirinya mau diajak jalan-jalan dan tidak menyentuh buku bahasa Inggris atau ruang OSIS. Anggap saja ini namanya reward karena sudah mau membantu kemarin.
"Kak Arcas, lepasin! Gue bisa jalan sendiri woi!"
Arcas tetap diam sembari tersenyum lebar. Ditahannya pita suara yang mulai berteriak untuk memuntahkan segala tawa, agar genggamannya tak lepas dari kepala sang gadis.
"Kak, malu!! Nanti gue turutin, deh, naik paralayangnya! Tapi lepas!"
Benar saja, dalam hitungan detik langkah Arcas terhenti. Otomatis tubuh Nebula pun menabrak punggung cowok itu dan buru-buru berlari dari sana.
"Tunggu!" Secepat kilat Arcas melangkah, maka milik Nebula memang tak akan pernah bisa melebihi kecepatan cowoknya untuk menyejajarkan posisi.
"Ya udah," ucap Arcas tiba-tiba sembari menelusupkan jemarinya ke milik Nebula agar keduanya tak bisa melepaskan satu sama lain.
Ah, elah, kalau kayak gini, Nebula jadi bingung harus senyum atau bagaimana. Masalahnya tanpa diminta pun, mata gadis itu terus melirik ke arah genggaman Arcas. Hangat.
Apa? Kalian yang baca juga iri sama hal uwu di atas? Enggak sadar kalau bisa diviralin misal mengganggu hubungan mereka berdua? Oh, kalau enggak percaya, silakan adu bicara sama Nebula.
🎂🎂🎂
"Nah, kayak gini kan enak!" seru Nebula sambil berdiri di tengah perkebunan teh. Sedikit memejamkan mata sambil mengangkat kedua tangannya di udara, lantas mengembuskan napasnya pelan. Enak di sini, suasananya sejuk enggak kayak lihat muka Miss. Sunshine yang penuh sama hawa neraka, apalagi buku bahasa Inggris.
Langkahnya terus bergerak maju sambil membawa tangannya berjalan menyusuri dedaunan hijau. Iris cokelat kehitaman miliknya pun seolah ikut memaksa 'tuk membuat kelopak mata mengizinkannya memandangi lingkungan hijau, bukan hanya tangan yang memberikan rasa menikmati.
"Huh ...."
"Bahasa inggrisnya kebun teh!" seru Arcas tiba-tiba. Lihat saja, pasti gadis yang sedang berjalan di depannya ini pura-pura lupa ingatan. Padahal kalau kata ilmuan, di mana pun dan kapan pun, kita harus belajar biar pintar.
Kedua telinga Nebula pun seolah ikut berpihak pada sang pemilik. Sudah cukup mereka merasakan gatal-gatal tiap kali pelajaran bahasa Inggris bersama Miss. Sunshine yang selalu saja hadir tiap 3 kali seminggu. Ditambah lagi, dirinya pun wajib mengikuti kursus bahasa planet bersama Arcas.
Oke, untuk kali ini Arcas mengalah walau jarinya sudah gatal 'tuk menarik topi jaket gadis itu agar tubuhnya terjungkal ke belakang. Pasti lucu ekspresinya nanti, sudah begitu ... ya, biasalah. Ujung-ujung dituduh mau dicium, padahal siapa juga yang minat?
Namun, jika saja menarik topi tak dapat dilakukan, maka Arcas sengaja mengambil sehelai daun teh di sampingnya dan meletakkan benda mini berwarna hijau itu ke atas kepala sang gadis.
Jemari Arcas perlahan bergerak menyentuh puncak kepala milik Nebula, tak benar-benar menyentuh permukaan, tetapi hanya diraba.
Selang beberapa detik kemudian, pejaman mata nikmat yang terus menghununi di wajah Nebula pun seketika kabur entah ke mana.
Mendadak jantung gadis itu berpacu dengan sangat kencang hingga berbalik badan dan menepuk puncak kepalanya—berharap ada yamg jatuh walau tak dapat ia lihat.
"Bul, ada ulet bulu."
Hah, apa Arcas bilang? Ih, tapi ... perasaan, eh, ya ampun. Woi, asal kalian semua tahu, langkah Nebula mendadak terhenti begitu saja. Sekujur tubuhnya membeku sambil memejamkan mata. Sip, hanya ada satu permintaan, Nebula ingin menoleh dan meminta Arcas untuk mengambil makhluk itu dari sana, tapi ... nanti kalau ulatnya jatuh bagaimana!
Mengembuskan napas cukup panjang sembari mengibas-ngibaskan tangannya ke area wajah, akhirnya demi mengambil jalan tengah dan menjunjung prinsip simbiosis mutualisme, maka ia ambil telapak tangan milik Arcas dan menaruhnya di atas kepala.
"Ambilin ... jangan lemes gitu tangannya, Kak." Cukup sulit baginya untuk berbicara, bahkan untuk berdoa dalam hati agar Arcas tak memasukkan binatang lucu, tapi menyetamkan itu ke dalam baju Nebula saja tidak sempat ia pikirkan.
Bukannya menuruti apa yang sang gadis ucapkan, Arcas justru menggelengkan kepala dan menarik tangannya dari sana.
"Makasih," ucap Nebula tiba-tiba sembari berbalik badan. Oke, napasnya sudah lega sekarang, jantungnya pun tak lagi bergerak dengan cepat seperti habis berlari lima kilometer.
"Belum gue ambil. Masih ada di sono."
Sontak saja kedua bola mata Nebula terbelalak. Ketenangan yang semula ia dapatkan pun kembali sirna dalam hitungan detik.
"Kak ... tolongin."
"Nggak mau. Itu tuh uletnya udah jalan ke poni lo, bentar lagi nongol depan mata dan dia bilang hai."
"Kak Arcas! Jangan begitu ... nggak boleh."
"Boleh. Kata siapa enggak boleh? Dalam pengajuan proposal, kepala sekolah selalu benar. Jadi, di sini pun berlaku ketika gue dan lo bersatu."
"Tau, ah! Nyebelin!" ucapnya sambil melipat kedua tangan di depan dada. Benar-benar emang si Arcas, kebiasaan selalu mengedepankan kehormatan sebagai lelaki dibanding melindungi seorang perempuan dari marabahaya!
"Tuh, liat, ulet bulunya udah mau sampe di mata."
"Kak! Masa gue nangis di sini?"
"Iya, iya! Bentar!" jawab Arcas sambil mengambil sesuatu dari poni rata gadis ber-hoodie putih itu. Bukannya langsung menunjukkan pada Nebula bagaimana wujud sang ulat, cowok itu justru membelah bagian tengah poni rivalnya itu, dan mengetuk pelipisnya cukup kencang.
"Aww!"
"Biar otak lo jalan. Dari tadi gue bohong. Ulet bulunya belom lahir. Dasar penakut!"
"Najis!" umpatnya tak terima. Awas saja, ya, akan ia balas suatu saat nanti jika ingat. Memangnya ia tak bisa menulis di Instatory dan menyebar rumor terkait Arcas agar namanya dicecar oleh banyak orang?
"Kalau gitu aja takut, gimana bisa lo ngelindungin Nash dari gituan?"
"Bukan tugas kakak buat selalu menjaga adiknya, kakak bukan baby sitter. Yang ada harus saling jaga satu sama lain kalau kata ayah! Dasar sok tau!"
Bagaimana perasaan kalian membaca part ini?
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top