🍒31. Instajram

Sip, ini namanya jam paling pagi bagi Nebula untuk membuka mata. Siapa lagi kalau bukan karena Arcas yang sengaja memaju-majukan jam dan tidak ikhlas membiarkan Cinderella-nya menikmati waktu akhir pekan.

Dilihatnya jam yang masih menunjukkan pukul enam pagi. Kata Arcas, kalau Nebula belum bangun jam segitu, jangan harap mereka jadi pergi.

Hingga akhirnya suara nada dering telepon masuk pun berhasil memecah lamunan Nebula saat itu juga. Enggak perlu dikasih tahu lagi siapa yang telepon, udah pasti tahu.

Gadis itu sontak mengembuskan napasnya kasar dengan mata setengah terpejam, lantas mengusap layar ponsel dan menelan gambar pengeras suata agar jarinya tak perlu capek-capek mengeluarkan energi untuk menempelkan benda penuh radiasi—terutama jika Arcas yang bicara—angka bahaya radiasinya semakin tinggi—itu ke telinga.

"Turun!"

"Sabar! Baru bangun."

"Dasar cewek! Kemaren janji jam berapa?"

"6," balas Nebula singkat sembari menjatuhkan tubuhnya ke belakang. Ya ampun, embusan pendingin ruangan memang suka bikin betah di kasur.

"Sekarang jam berapa?"

"Satu pagi," balas Nebula malas. Iya, memang si Arcas enggak bisa lihat jam sendiri?

"Ya udah, gue tinggal."

"Ih! Sabar! Tinggal ganti baju, nggak usah mandi sama pake kacamata item!"

"Cepet."

Nebula tekan saja gambar telepon yang warna merah. Memangnya siapa coba yang suka disuruh cepat-cepat usai mata melihat dunia? Tapi salah Arcas juga sebenarnya, siapa suruh memaksa sepagi ini, padahal kalau sesuai permintaan Nebula kemarin, jam 10 pagi merupakan waktu yang tepat.

"Kak, kasian calon menantu Ayah nunggu di bawah," ucap Karma di depan pintu yang sontak saja membuat putri pertamanya itu turun dari kasur dan berganti pakaian. Mengambil hoodie putih bertuliskan "Beautiful Girl" di bagian dada, lalu memadukannya dengan celana pendek berwarna hitam. Simple is the best, yang penting nyaman.

"Hm. Ayah rekam aja, nanti biar kakak posting ke Instagram karena dia nggak sabaran!"

Tak ada jawaban, bahkan saat Nebula selesai berganti pakaian dan memoles wajahnya dengan sedikit make up, ayahnya sudah berlalu dari depan kamar dan berpindah ke sofa ruang tamu, duduk di hadapan Arcas.

Dalam hati Nebula berdecak. Kayaknya ketua OSIS yang satu ini memang beda. Sangat pintar mencari muka di depan siapa pun yang lebih tua, apalagi si guru jalang itu, eh.

Untung saja Arcas suka memberi manfaat, masih bisalah ia sisikan hati yang lapang untuk menerima semua sikap jelek cowok itu.

"Yuk!" ajak Nebula sambil menuruni tiap anak tangga.

"Ngapain pake kacamata item? Lo mau ke Puncak atau pantai?"

"Bawel! Ayo, cepetan!"

Lantas Arcas pun bangkit dan menyalimi Karma dengan penuh senyuman, walau saat melempar tatap ke arah Nebula, mendadak semuanya berubah. Sudah tahu pula kalian, wujud Arcas itu kalau lagi lihat Nebula, mirip-mirip kayak dinosaurus biru yang kelaparan.

"Bubay, Ayah! Love you!" pamit Nebula sambil berlari kecil menyusuli Arcas.

🍓🍓🍓

"Berani nggak lo naik paralayang?" tanya Arcas usai membeli tiket untuk masuk ke tanah luas yang ditumbuhi oleh daun-daun teh.

Ya ... jelas! Mana mungkin Nebula berani naik yang horror-horror kayak gitu? Nanti misal tali pengamannya lepas gimana? Kalau ternyata petugas yang menjaga dari belakang itu haters, terus mendorongnya dari ketinggian, ih amit-amit!

"Nggak mau! Kita naik kuda aja kelilingin kebun teh, bisa sambil foto."

Arcas mengembuskan napasnya kasar sembari menautkan jarinya dengan milik Nebula. Keduanya berjalan memasuki area parkiran luas yang sudah dihuni oleh beberapa ekor kuda. Senyum sang gadis pun perlahan mengembang sambil menunjuk satu ekor hewan berbulu putih yang tengah berdiri memandang ke arahnya.

"Anak kecil, sukanya naik kuda."

"Bawel!" sahut Nebula yang langsung saja berjalan cepat ke arah kuda putih itu. Sebelum diambil orang lain, ia harus jadi yang pertama! Apalagi ini sudah jam sembilan pagi, pengunjung pun sudah mulai memadati area perkebunan.

Pria berkaos garis-garis hitam-putih yang tengah berdiri menggenggam tali kuda pilihan Nebula itu pun sontak mengangguk penuh senyuman. "Boleh poto dulu sama Neng Nebula, nggak?"

"Nggak boleh!" balas Arcas singkat sembari melempar tatapan tajam ke arah pemilik kuda itu.

"Boleh, dong." Jawaban lain justru keluar dari bibir Nebula. Sang pria pun dengan senyum sumringah langsung mengeluarkan ponsel dan mengambil foto antara dirinya dan Nebula. Lumayan, ketemu artis itu harus diabadikan.

"Maap, ya, Mas. Pacarnya saya pinjem sedetik aja hehe ...."

"Buat Neng Nebula harganya dua puluh ribu aja berdua. Ini, Mas Arcas, ya? Yang waktu itu temenin Neng buat foto di Instajram?"

Arcas mendengus. Berisik sekali pria ini. Pakai ajak-ajak Nebula bicara terus pula. Baik, ia bukan tipe manusia yang suka melakukan pencitraan seperti Nebula gadis di sebelahnya yang mendadak ramah saat bertemu dengan Bul-Bul.

Dan kali ini, Nebula-lah yang menjawab pertanyaan dari si mas pemandu kuda. Gadis itu mengangguk sambil tersenyum, lantas membetulkan posisi kacamata hitam yang sedikit melorot dan untungnya masih bertengger di hidung.

"Instajram, Instajram. Udah bodoh, gangguin cewek orang lagi," gumam Arcas sambil berjalan menuju kuda berbulu cokelat yang berdiri di samping milik Nebula.

"Silakan, Mas," ucap seorang pria berkaos hitam polos yang berdiri di samping kuda pilihannya.

Sontak saja Arcas mengangguk. Namun, sepertinya si pemandu yang siap membawa keduanya berjalan itu tidak sempat mendengar gumaman Arcas. Ya ... kalau sampai terjadi pun, Arcas akan tetap mengomel sepanjang jalan agar pria itu diam.

Sebuah senyuman pun terus terukir dari garis ber-hoodie putih yang entah mengapa selalu menjadikan warna itu sebagai pilihan. Kata orang, putih itu artinya suci. Walau hati Nebula enggak suci sama sekali, cuman boleh 'kan kalau berharap warna yang ia sukai pun bisa membawanya menjadi pribadi seperti itu walau mustahil?

Dedaunan hijau yang tumbuh di sisi kiri dan kanan keduanya pun menambah kesan sejuk pada saat itu. Angin yang terus meniup helai demi helai rambut hitam sebahu milik Nebula pun juga membuat gadis itu langsung melepaskan kacamata hitamnya dan memejamkan mata untuk sementara.

"Bul," panggil Arcas tiba-tiba.

Sontak saja Nebula yang sedang memasukkan kacamatanya ke dalam tas menoleh penuh senyum. "Apa, Kak?"

Arcas terdiam sambil menatap lurus ke depan. Membiarkan sang gadis menoleh, ya ... siapa tahu saja wajah harimaunya mendadak keluar seperti di sekolah. Dalam diam Arcas terus menahan otot-otot bibirnya agar tidak mengembang.

"Tunben, ya, Mas nggak rame kalau hari begini."

"Iya, biasanya rame tuh pas libur hari besar."

Arcas mengangguk pelan walau sesekali melirik ke arah Nebula yang langsung memicingkan mata. Astaga, kenapa tangannya justru gatal dan ingin mencubit pipi gadis di sebelahnya?

"Kak, awas, ya, lo. Gue ...," ucap Nebula sembari menaruh telunjuknya di dagu. Bentar, tadi dia mau beri ancaman apa? Kok lupa!

"Mau gue anu?" tanya Arcas penuh kemenangan. Hahaha ... lihat saja, sebentar lagi gadis itu pasti langsung merajuk.

"Gue laporin Ayah, ya, lo!" pekik Nebula tanpa sadar.

"Emang bener kata netizen, cocok," sahut si pemandu kuda putih.

"Emang cocok buat saya jahilin."

"Kak Arcas!" pekik Nebula sambil melayangkan telapak tangan walau ujung-ujungnya malah mengambang di udara. Dengan cepat sang pemandu milik Arcas sedikit berjalan ke pinggir demi menyelamatkan penumpangnya.

Apa yang mau kalian bilang ke Arcas?

By the way, pernah ngga sih kalian kepikiran, Instagram itu dibacanya Instagram atau Instajram kayak mas-mas pemandu kuda?

Secara kalau kita mau sok kebarat-baratan macam Nebul, di bahasa inggris kan G di baca ji

Ayo kalian diskusii

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top