🍒24. Enggak Akan Selamat

"Ona ke mana, deh, Sya?"

"Nggak tau. Mungkin dia kebelet pipis, Nebul. Tapi apa ke mana, ya?"

"Sya, ah. Gue viralin lo lama-lama," ucapnya yang langsung dilanjutkan oleh decakkan. Dasar Asya! Siapa yang suruh tanya balik? Enggak membantu sama sekali tahu!

Baiklah, daripada ia harus membuang emosinya sia-sia, lebih baik dirinya pergi saja dari kelas. Bodo amat, jadi cewek itu harus mandiri dan bisa mencari tahu segala sesuatu sendiri!

"Nebul, mau ke mana? Ikut ...."

Gadis yang dipanggil itu tak menoleh. Terlalu sibuk berjinjit dan mengamati langkah Halona yang begitu cepat tanpa menoleh ke arah mana pun. Ya ... sontak saja Nebula bersama overthinking-nya malah menarik gagang pintu.

"Bul!"

"Apa?!" balas Nebula yang langsung membungkukkan badan kala sebuah gesekan antara pintu dan juga keramik berhasil menimbulkan suara.

"Diem, ah, Sya."

"Sya kepo, Nebul mau ngapain?"

Ia tak menjawab, pandangan matanya justru kembali mengarah pada bayangan Halona yang perlahan menghilang dari pandangan mata, lantas Nebula pun langsung menoleh dan menarik pergelangan tangan Asya untuk ikut keluar dari kelas.

Suasana lorong sekolah yang tidak terlalu ramai nyatanya berhasil membuat kedua insan manusia ini mampu melancarkan aksinya dengan baik. Sesegera mungkin gadis itu melangkah walau cukup pelan, tanpa mempedulikan panggilan Asya yang sibuk mencari tahu soal apa yang terjadi sebenarnya.

Loh ... kok?

"Ona ...."

"Sya capek. Nebul jalannya jangan cepet-cepet," protes Asya yang masih sibuk mengatur napasnya.

Memang benar-benar Nebula! Kebiasaan suka meninggalkan orang lain sendirian sampai lupa kalau temannya juga butuh diperhatikan.

Tak menghiraukan jawaban Asya, Nebula justru menepuk bahu gadis berkepang dua itu. Memaksanya untuk melihat siapa yang harus ia perhatikan saat ini juga.

"Itu Ona 'kan?" tanya Nebula sekali lagi. Ya masa penglihatannya salah? Dari fisik sampai gaya berbicara, semua persis dengan Halona.

Asya terdiam sebentar. Sedikit memicing lantas membelalakkan kedua bola matanya lebar. "Iya! Sya juga nggak salah liat kan?"

"Ona!" teriak Nebula dari kejauhan. Membuat Halona yang awalnya masih sibuk berdiri di bawah rindang pepohonan yang sejuk langsung mendongakkan kepala.

Setetes es jeruk yang baru ia dapatkan dari lelaki di sebelahnya sekarang pun mendadak hambar dan sulit 'tuk ditelan. Gadis itu mendadak terdiam kaku, lantas beberapa detik kemudian bangkit dan meninggalkan Arcas sendirian.

Langkahnya mendadak tak menentu, seperti ingin maju ke arah parkiran, tetapi mendadak terhenti karena Nebula yang terus mengikuti ke mana pun Halona bergerak mencari arah untuk menghindar.

Hingga Arcas yang mendadak hilang dari pemandangan mata justru sudah berdiri di hadapan Nebula. Menatap gadis itu datar.  Ya ... tentu saja Nebula jadi bingung harus berbuat apa.

"Mau ngapain ke sini?" tanya Arcas dengan tatapan mengintimidasi. Mencengkram kuat pergelangan tangan milik Nebula di udara, kemudian menoleh ke arah Asya yang sudah menunduk kala dilirik tajam.

"Mau cari Ona."

"Ona-nya sibuk."

Kedua alis Nebula seketika terangkat. Tunggu ... bagaimana bisa, loh, kan Arcas enggak saling kenal, terus tahu darimana kalau Halona sedang sibuk? Oh, apa jangan-jangan, eh enggak mungkin.

"Udah, ah, gue mau ketemu Ona, Kak."

"Nggak boleh."

"Kalau Sya yang cari Ona, boleh nggak, Kak Arcas?" tanyanya polos.

Lelaki itu sontak mendengus kasar, lantas menggeleng. Lagian untuk apa mereka semua ketemu Halona? Enggak ada tujuan apa pun juga 'kan?

Pokoknya mulai hari ini juga, tak ada yang boleh mengganggu Halona selain dirinya sendiri. Sudah, enggak usah cari tahu lebih lanjut ada apa, nanti menyesal.

"Apa, sih? Lo kenapa dah?" protes Nebula tak terima. Sesekali gadis itu mencuri pandang ke lain arah, tapi lagi dan lagi tatapan mata Arcas terus menghalanginya.

Ya ampun, enggak jelas kali cowok di hadapannya ini. Sok-sok melarang tanpa alasan, eh tahu-tahu menimbulkan banyak misteri ilahi.

"Ya udah, Sya yang cari ke mana Ona."

"Lo cari, lo samperin, gue pastiin nggak akan ada yang sampe di rumah dengan selamat."

"Apaan, sih? Lo sama Ona ada apa sebenernya? Kenapa seakan-akan kehadiran lo di sini malah bikin kita berdua jauh dari dia?" Ya ampun, jujur saja Nebula sendiri pun enggak paham sama apa yang terjadi sebenarnya.

Arcas terdiam. Lelaki itu justru melenggang pergi dari sana tanpa mempedulikan apa yang dua manusia itu pikirkan sekarang. Biar saja, apa pun yang terjadi, bukan urusan mereka, Arcas yang akan mengurus.

"Kak!"

"Ya udah, nanti kita tanya Ona aja. Sya juga kepo," sahut Asya santai sembari memutarbalikkan posisi tubuhnya. Sedikit menoleh ke arah Nebula, namun gadis itu masih saja berdiri menyaksikan hilangnya tubuh Arcas dari pandangan mata.

Aneh ....

🥬🥬🥬

"Pokoknya gue nggak mau belajar sama lo lagi kalau enggak dikasih tau ada hubungan apa sama Ona!" ancam Nebula pada Arcas yang masih sibuk mengambil helm di kaca spion motor miliknya.

Sontak saja lelaki itu mendengus, lantas menoleh. Nebula yang masih berdiri di belakanh punggung Arcas pun seketika terdiam. Mengerjapkan mata beberapa kali saat lelaki itu dengan santainya melukiskan senyum miringnya dan mendaratkan bokongnya di atas motor.

"Terserah lo. Nggak mau ya bagus. Gue nggak peduli."

"Ih! Lo harusnya tuh nahan gue gitu. Cepet kasih tau!"

"Kalau gue enggak mau, gimana?"

"Ya udah, nanti gue cari tau langsung."

"Gih! Sekalian pulang sendiri aja."

Sontak saja gadis berusia 16 tahun itu mengerucutkan bibirnya lima senti. Dasar cowok menyebalkan! Enggak pernah gitu—sekali saja menyenangkan hati orang. Tahunya hanya membela diri sendiri dan menelantarkan anak orang tanpa perasaan.

Tanpa mempedulikan apa yang dilakukan oleh Nebula, langsung saja Arcas menyalakan mesin motor dan menancap gas. Lagian dia juga bukan tukang ojek pribadi Nebula yang harus mengantarnya ke mana pun dan kapan pun. Sejak kapan pula cewek ini jadi rajin meminta tumpangan dan melupakan sang ayah yang sepertinya disuruh untuk fokus bekerja atau beristirahat di rumah?

"Woi! Mau viral, ya?!" pekik Nebula dari sisi belakang yang awalnya masih sibuk melamun.

"Iya, silakan aja. Gue tinggal." Usai menoleh, dengan santainya Arcas menancap gas. Tak mempedulikan bagaimana Nebula yang sibuk berteriak dari belakang sembari berlari mengejar kendaraan lelaki itu.

Memang, namanya kebiasaan. Apa coba fungsi dari kendaraan online yang mulanya diciptakan oleh Nadiem Kariem untuk semua kalangan siswa bahkan pekerja—agar tak usah merepotkan temannya untuk mengantarkan mereka pulang?

"Kak!" teriak Nebula sambil menghentakkan  kakinya ke atas lantai.

Menghentikan motornya? Oh, tentu saja tidak akan terjadi. Nanti yang ada, disangkanya Arcas itu supir. Lagian tumpangan juga hanya berlaku kalau mereka mau belajar bahasa inggris. Selain itu, terima kasih banyak. Untuk apa menghabisi bensin demi seorang cewek petakilan macam Nebula?

"Ih, lo mah enggak berkepericewekkan! Najis! Bangsat! Tai! Liat aja, kalo nggak puter balik, gue suruh ayah cari orang buat bakar rumah lo!"

Sip, kayaknya Nebula juga mulai aneh. Mana ada Karma bisa jadi ganas kayak Arcas? Dasar Nebula!

"Neng, sehat?" tanya salah seorang pria berseragam putih hitam yang sedang mengendarai motornya menuju area parkiran.

Sang gadis yang ditanya itu pun menoleh. "Sehat!"

"Oh, kirain. Ya udah saya duluan, mau ke pos."

"Nggak nanya!"

Happy reading!!

Love u

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top